kejayaan rempah Indonesia dikenal sejak zaman dahulu, hingga kedatangan Portugis dan Belanda karena rempah-rempah.
Bogor, 15/10 (ANTARA News) - Kementerian Pertanian berkomitmen untuk merebut kembali pasar rempah dunia dari tangan Vietnam dengan mengembalikan kejayaan rempah Indonesia seperti sedia kala.

"Saya berikan penugasan khusus Kepala Badan Litbang Pertanian menjadi koordinator nasional dalam upaya mengembalikan kejayaan rempah Indonesia," kata Menteri Amran dalam acara Pengukuhan Profesor Riset Kementerian Pertanian, di Kampus Balitbangtan Cimanggu, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin.

Amran mengatakan kejayaan rempah Indonesia dikenal sejak zaman dahulu, hingga kedatangan Portugis dan Belanda karena rempah-rempah.

Namun kejayaan tersebut seolah sirna karena kurang seriusnya bangsa Indonesia menjaga keberlanjutan produk rempah nasional. Ini membangkitkan beberapa negara lain seperti Vietnam sebagai produser rempah salah satunya lada terbesar di dunia.

"Mulai tahun ini kita menargetkan untuk mengembalikan kehormatan Indonesia sebagai produsen utama rempah-rempah dunia," kata Amran.

Upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian untuk mewujudkan komitmen tersebut diawali dengan produksi benih, sebar aneka tanaman perkebunan yang telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian sebanyak 18.289.935 benih.

"Produksi benih ini telah disebar atau didistribusikan kepada petani di beberapa daerah sentra produksi pada tanggal 24 September 2018," katanya.

Menurut dia, upaya tersebut akan terus dilakukan sampai tercapainya kondisi produksi optimal untuk rempah-rempah, bersamaan dengan pencapaian swasembada bawang putih, gula, dan kedelai.

"Kalau untuk beras, bawang merah, jagung, dan cabai kita sudah swasembada," kata Amran.

Penunjukkan Kepala Balitbangtan Prof Muhammad Syakir sebagai koordinator ini sejalan dengan hasil penelitian yang dikembangkan olehnya yakni inovasi modifikasi agronomi tanaman lada perdu.

Menurut Amran, apa yang telah dikembangkan oleh Prof Syakir membuka peluang bagi pengembangan tanaman lada di berbagai agro-ekosistem, baik secara monokultur ataupun tumpang sari, dengan ongkos produksi yang lebih murah.

"Saya berharap Prof Syakir harus mampu mengorkestra keterlibatan beragam pihak dalam upaya merebut kembali pasar rempah di manca negara, dimulai dari pengembangan perbenihan," kata Amran.

Sementara itu, Prof Muhammad Syakir menjelaskan, tanaman lada diperkirakan masuk ke Indonesia melalui Banten (Teluk Lada) kemudian menyebar ke Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Jepara dan Sumatera.

Saat ini lada tersebar hampir di seluruh provinsi dengan luas areal 167.590 ha, produksi 81.501 ton, produktivitas rata-rata 828 kg per hektare, melibatkan 279.040 kepala keluarga petani.

Lada adalah tanaman tropis dan sentra produksi lada saat ini di Indonesia adalah Provinsi Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Selatan.

Syakir menambahkan, inovasi teknologi yang dikembangkannya mampu menjawab isu penting terkait optimasi lahan, keterbatasan tenaga kerja, efisiensi usaha tani, peningkatan produksi, serta mencegah makin besarnya kerusakan hutan atau lingkungan dan peningkatan pendapatan kesejahteraan petani.

"Upaya ini perlu mendapat perhatian ke depan bagi Indonesia. Salah satu caranya dengan melakukan pengembangan modifikasi budidaya dengan memanfaatkan keunikan biologi dan karakteristik tanaman lada," kata Syakir.
Baca juga: Rempah Indonesia disukai masyarakat Azerbaijan
Baca juga: Mendag akan tata perniagaan rempah-rempah untuk ekspor
Baca juga: Dorong rempah Nunukan, Mentan bantu bibit cengkeh


 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018