Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi sekaligus Rektor Universitas Katolik Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko menilai perubahan asumsi nilai tukar rupiah dalam RAPBN 2019 menjadi Rp15.000 per dolar AS, lebih realistis.

"Bahwa itu nampaknya sesuatu yang harus kita terima bahwa nilai tukar rupiah kita ini sekarang nilainya ya Rp15.000 sehingga mau tidak mau harus direvisi sehingga lebih realistis," ujar Prasetyantoko di Jakarta, Rabu.

Dengan asumsi nilai tukar yang lebih realistis, lanjut Prasetyantoko, kendati implikasinya meningkatkan jumlah utang dan juga beban fiskal, namun nilai tukar tersebut lebih merepresentasikan situasi ekonomi yang terjadi.

Terkait dengan pelemahan rupiah, Prasetyantoko menuturkan selain instrumen moneter yang saat ini terus dipergunakan oleh bank sentral, penyebab depresiasi rupiah itu sendiri yaitu defisit transaksi berjalan (CAD) perlu diperkecil.

Salah satu cara untuk mengurangi tekanan terhadap CAD yaitu dengan menunda beberapa proyek infrastruktur yang memiliki konten impor tinggi.

"Kalau itu dilakukan maka impor akan menurun signifikan sehingga CAD akan membaik dan itu menimbulkan "confidence" baru agar rupiah tidak terdepresiasi lebih jauh," ujar Prasetyantoko.

Kendati demikian, dengan ditundanya proyek-proyek infrastruktur tersebut, maka stimulus ekonomi akan berkurang sehingga pertumbuhan ekonomi juga dapat tertahan. Menurutnya, itu merupakan konsekuensi yang harus siap ditanggung oleh pemerintah.

"CAD kita perbaiki tapi dengan kesadaran penuh pertumbuhaan kita maksimum 5,2 persen, ke atas itu tidak bisa. Itu yang harus kita terima," katanya.

Badan Anggaran DPR RI baru saja menyepakati usulan pemerintah mengenai postur sementara APBN 2019 dalam pembahasan lanjutan mengenai RUU APBN 2019.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pendapatan dan belanja negara meningkat masing-masing Rp10,3 triliun dan Rp10,9 triliun karena perubahan indikator asumsi nilai tukar menjadi Rp15.000 per dolar AS dari Rp14.500 per dolar AS.

Pajak penghasilan (PPh) migas naik Rp2,2 triliun serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) naik Rp8,1 triliun, yang kenaikannya terdiri dari SDA migas Rp6,2 triliun, SDA nonmigas Rp1 triliun, dan PNBP lainnya Rp0,9 triliun. Sementara, postur belanja negara meningkat Rp2,6 triliun untuk penyesuaian anggaran pendidikan dan kesehatan. Dana bagi hasil juga meningkat sebesar Rp2 triliun.

Dengan adanya perubahan tersebut, maka postur sementara APBN 2019 mencakup pendapatan negara yang meningkat menjadi Rp2.165,1 triliun dari Rp2.142,5 triliun menurut RAPBN 2019 maupun Rp2.154,8 triliun.

Baca juga: Pemerintah usulkan asumsi Rupiah 2019 Rp15.000 per dolar AS

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018