Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah dari fraksi PDI-Perjuangan Natalis Sinaga dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik selama 5 tahun karena dinilai terbukti menerima suap Rp1,5 miliar dari Bupati Lampung Tengah Mustafa.

"Menuntut, agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa Natalis Sinaga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Natalis Sinaga dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Luki Dwi Nugroho di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP

JPU KPK juga menuntut pencabutan hak politik Natalis Sinaga.

"Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tambah Luki.

Jaksa KPK menolak memberikan status saksi pelaku yang bekerja sama dengan penuntut umum (justice collaborator) yang diajukan oleh Natalius pada 10 Oktober 2018

"Atas permohonan JC terdakwa selama dalam proses persidangan baik atas nama terdakwa sendiri, Mustafa, Taufik Rahman dan Natalis Sinaga, terdakwa benar bekerja sama dan kooperatif. Terdakwa adalah pelaku utama yang mengatur permintaan uang untuk anggota DPRD Lampung Tengah dari pemerintah Lampung Tengah, dan karena terdakwa adalah pelaku utama maka kami JPU menilai bahwa permintaan terdakwa harus ditolak," jelas jaksa Dormian.

Padahal Natalis sudah mengembalikan uang Rp590 juta yang ia terima.

Suap Rp1,5 miliar yang diterima Natalis adalah bagian dari total Rp9,695 miliar yang ditujukan agar Natalis memberikan persetujuan rencana pinjaman daerah kabupaten Lampung tengah kepada PT SMI sebesar Rp300 miliar pada anggaran 2018 dan menandatangani surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.

Uang itu rencananya akan digunakan untuk keperluan pembangunan infrastruktur berupa ruas jalan dan jembatan.

Saat 31 Oktober 2017 pada rapat di kantor DPRD, sikap mayoritas fraksi di DPRD Lampung Tengah tidak setuju dilakukan pinjaman daerah kepada PT SMI kecuali fraksi PKS sehingga Mustafa bertemu dengan Natalis Sinaga di rumah dinas bupati.

Pada pertemuan tersebut Mustafa meminta agar Natalis dan Fraksi PDIP menyetujui pinjaman daerah dan mengajak dan mempengaruhi anggota DPRD dari Gerindra dan Demokrat untuk menyetujui pinjaman daerah sehingga dapat dituangkan dalam APBD Lamteng TA 2018. 

Natalis lalu meminta Mustafa agar menyediakan uang sebesar Rp5 miliar untuk unsur pimpinan DPRD, para ketua fraksi dan para anggota DPRD Kabupaten Lamteng.

Mustafa menyetujuinya dan menjanjikan akan memenuhi permintaan uang tersebut dengan mengatakan nanti Taufik selaku Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga yang akan menyerahkan uangnya. Mustafa lalu meminta Kepala Dinas PUPR Lampung Tengah Taufik Rahman untuk merealisasikan permintaan tersebut.

Namun Natalis kemudian menyampaikan adanya tambahan permintaan uang Rp3 miliar untuk Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dari Partai Demokrat, PDIP dan Partai Gerindra dan bila para Ketua DPRD tersebut tidak diberikan uang kemungkinan partai mereka tidak akan menyetujui pinjaman daerah masuk dalam APBD TA 2018. 

Natalis mengarahkan Taufik agar mengumpulkan uang dengan cara menghubungi para rekanan yang nantinya akan mengerjakan proyek TA 2018 yang dananya berasal dari pinjaman daerah antara lain Simon Susilo dan Budi Winarto alias Awi.

Simon bersedia memberikan kontribusi sebesar Rp7,5 miliar dengan imbalan 2 proyek total anggaran Rp67 miliar sedangkan Budi memilih 1 paket proyek pekerjaan senilai Rp40 miliar dengan kontribusi Rp5 miliar.

Uang untuk DPRD direalisasikan secara bertahap pada November-Desember 2017 dengan total penyerahan uang sebesar Rp8,695 miliar. 

Setelah adanya pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp8,695 miliar, pada 29 November 2017 dilakukan rapat paripurna DPRD Kabupaten Lamteng yang pada pokoknya pinjaman daerah tersebut dapat disetujui DPRD Lamteng dan dapat dituangkan dalam APBD TA 2018.

Setelah APBD Lamteng TA 2018 disahkan DPRD, pemkab Lamteng pun mengajukan permohonan secara resmi pinjaman daerah kepada PT SMI sebesar Rp300 miliar. Namun PT SMI menginformasikan bahwa ada satu persyaratan lagi yang wajib dipenuhi yaitu berupa Surat Pernyataan dari Kepala Daerah yang juga disetujui Pimpinan DPRD mengenai kesediaan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH) secara langsung apabila di kemudian hari terjadi gagal bayar atas pinjaman daerah tersebut.

Namun Natalis menyampaikan bahwa Taufik belum memenuhi janjinya untuk memberikan uang kepada pimpinan DPRD sebesar Rp2,5 miliar dan bila Taufik tidak memenuhi janjinya maka Natalis dan pimpinan DPRD lainnya tidak akan menandatangani Surat Pernyataan kesediaan pemotongan DAU atau DBH itu. 

Mustafa lalu meminta Taufik untuk mencari rekanan yang belum membayar kontribusi proyek di Dinas Bina Marga Tahun Anggaran 2018 dan didapat rekanan Miftahullah Maharano Agung alias Rano untuk memberikan kontribusi proyek TA 2018 sebesar Rp900 juta. Taufik lalu memerintahkan Supranowo untuk menggenapkan uang tersebut menjadi Rp1 miliar. 

Uang lalu diberikan pada 13 Februari 2018 kepada Rusliyanto melalui Andi Peranging-angin yang merupakan saudara ipar Rusliyanto. Keesokan harinya, 14 Februari 2018, Rusliyanto bersama Ketua fraksi PDIP Raden Zugiri menemui Julion Effendi dan meminta Julion menandatangani surat pernyataan atas perintah Natalis Sinaga.

Selanjutnya petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Rusliyanto dan Natalis Sinaga serta mengamankan uang pemberlian Mustafa melalui Taufik Rahman sebesar Rp1 miliar namun setelah dihitung jumlahnya hanya Rp996,15 juta.

Atas tuntutan tersebut, Rusliyanto akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 22 Oktober 2018.

Terkait perkara ini, Rusliyanto dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik selama 5 tahun; Bupati Lampung Tengah Mustafa sudah divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta dan subsider 3 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik selama 2 tahun sedangkan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018