Kalau Jumat bisa mencapai 10 ribu orang yang datang kemari, sedangkan Hari Raya bisa sampai 20 ribu orang..
Komunitas muslim di Guangzhou tidak sebanyak di daerah lain di China, seperti Xinjiang, Gansu, Qinghai, Ningxia, dan Xi'an.

Bahkan jumlah masjid di Ibu Kota Provinsi Guangdong yang hanya empat unit itu masih kalah jauh dengan di Beijing yang diperkirakan sebanyak 76 unit.

Guangzhou sebagai bagian utama dari Provinsi Guangdong direkayasa sedemikian rupa oleh Deng Xiaoping sebagai satu-satunya wilayah di China yang terbuka bagi asing.

Deng menginginkan pesatnya pembangunan ekonomi di Hong Kong yang saat itu masih di bawah kekuasaan Inggris juga merembet ke Guangzhou.

Posisi Guangzhou tergolong startegis karena berada di alur Sungai Mutiara yang muaranya menuju Laut China Selatan dan Samudera Pasifik.

Tidak salah jika Guangzhou sejak dulu kala menjadi kota dagang sekaligus pintu gerbang bagi para pedagang asing yang berlayar melalui jalur selatan.

Dalam peta Jalur Sutera dan Jalur Maritim Abad ke-21 (Belt and Road) yang diprakarsai Presiden Xi Jinping, Guangzhou juga menjadi bagian utamanya.   
Atas pertimbangan strategi dagang pada masa lalu itu pula, Saad bin Abi Waqqash berlabuh hingga akhir hayatnya di Guangzhou.

Para sejarawan modern masih memperdebatkan keabsahan yang bisa dipertanggungjawabkan secara historis mengenai keberadaaan sahabat sekaligus paman Nabi Muhammad SAW di kota terbesar ketiga di China itu.

Beberapa referensi menyebutkan bahwa  Saad yang dalam literatur China ditulis dengan nama Abi Wan Gesu sudah tiga kali datang ke China.

Kedatangan yang terakhir pada tahun 651 M saat menerima mandat dari Khalifah Usman bin Affan. Kedatangan Saad pada saat itu disambut hangat oleh Kaisar Gaozong dari Dinasti Tang.

Sejarah pun mencatat bahwa Saad adalah orang pertama yang menyebarkan Islam di daratan Tiongkok      

Jejak Islam

Masjid Huaisheng yang berlokasi di Jalan Guangta No 56, Distrik Yuexiu, Guangzhou, menjadi bukti sejarah syiar Islam yang dijalankan oleh Saad.

Menara setinggi 36,3 meter tidak saja menjadi pembeda Masjid Huaisheng dengan masjid-masjid lainnya di Guangzhou.

Menara bercat putih itu dulunya menjadi mercusuar yang memandu perjalanan kapal saat memasuki perairan Sungai Mutiara.

Masjid yang dibangun pada tahun 627 M itu kini telah menjadi salah satu pusat peradaban Islam di China.

Namun Masjid Huaisheng bukan satu-satunya karena dua tahun kemudian Saad membangun satu masjid lagi di Jalan Jiefang Bei No 901.

Masjid yang dikenal dengan nama Masjid Xianxian (artinya: teladan dan bijaksana) tersebut jaraknya relatif dekat dengan stasiun kereta api Guangzhou.

Bahkan hanya beberapa meter saja dari Konsulat Jenderal RI di Guangzhou yang berlokasi di Jalan Liu Hua No 120.

Konon sebelum meninggal Saad pernah berwasiat kepada para pengikutnya agar jasadnya kelak dimakamkan di kompleks Masjid Xianxian yang dibangunnya pada tahun 629 M.

Saad tidak sendiri, namun ada 40 pengikutnya yang turut menyebarkan Islam di China dimakamkan di tempat tersebut.
Para peziarah memasuki pintu gerbang makam Saad bin Abi Waqqash di Guangzhou, Selasa (16/10/2018). (M. Irfan Ilmie)


Sampai saat ini makam Saad yang berada di bangunan berbentuk oval di tengah permakaman pengikutnya yang berjarak sekitar 200 meter di sebelah utara bangunan masjid masih ramai dikunjungi peziarah.

"Sudah beberapa kali saya ziarah ke sini," kata Xian Peng saat ditemui di depan pintu gerbang makam, Selasa (16/10).

Pria yang memiliki nama lain Yusuf itu rela menempuh perjalanan sejauh 2.477 kilometer dari kampung halamannya di Qinghai menuju Guangzhou untuk mendapatkan keberkahan hidup bersama istrinya.

"Kalau naik pesawat 3,5 jam, kalau naik kereta api bisa 37 jam," ujar pria yang saat itu mengenakan kopiah putih.

Lain lagi dengan Nabeel, warga Pakistan, yang baru pertama kali menziarahi Sahabat Nabi yang wafat pada 674 M dalam usia 79 tahun itu.

"Baru pertama kali, makanya saya tidak tahu di mana masjidnya," ujarnya saat berjalan kaki dari makam menuju masjid.

Pada hari-hari biasa, makam Saad dikunjungi sekitar 100 hingga 200 orang, baik dari China maupun peziarah dari negara lain.

Bahkan pada hari-hari tertentu, serombongan warga negara Indonesia yang tinggal di Hong Kong juga rutin bertawasul di makam Saad.

Pada hari Jumat, jamaah pun meluber. Untungnya di sekitar masjid yang masih dalam satu kompleks dengan makam juga terdapat bangunan lain yang bisa menampung ribuan orang.

"Kalau Jumat bisa mencapai 10 ribu orang yang datang kemari, sedangkan Hari Raya bisa sampai 20 ribu orang," kata Funan, polisi yang berjaga di pintu belakang kompleks makam Saad.

Baca juga: Jejak sahabat Nabi di Guangzhou
 

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018