Oleh Imam Santoso

Jakarta, 19/10 (Antara) - Pesta multi-cabang olahraga disabilitas Asia di Jakarta telah usai. Semua kontingen peserta pun telah kembali ke negara mereka untuk bersiap bertemu lagi di China.

Manusia-manusia hebat itu telah unjuk gigi, menyatakan bahwa mereka setara dan juga mampu menjadi juara-juara dalam bidang olahraga. Begitu pula tentunya harapan mereka pada bidang kehidupan lainnya.

Penyandang disabilitas Asia itu juga sukses menginspirasi masyarakat tentang semangat dan energi untuk mengubah ketidakmampuan menjadi keunggulan serta memetik mimpi walau penuh keterbatasan.

Dari sisi prestasi olahraga, Indonesia juga sukses mencetak sejarah menempati peringkat lima di Asia dari total 18 cabang olahraga. Kontingen tuan rumah mengoleksi 37 medali emas, 47 medali perak, dan 51 medali perunggu Asian Para Games 2018.

Demikian pula yang terjadi di ujung tenggara Ibukota, tepatnya di GOR POPKI Cibubur Jakarta Timur. Tim anggar kursi roda menyumbang setidaknya satu medali perunggu dalam pertandingan tim putri nomor sabre.

Pencapaian itu menjadi hal luar biasa bagi tim para-games Indonesia yang baru pertama kali turun pada cabang anggar kursi roda, apalagi langsung tingkat Asia.

"Saya masih gugup. Tapi, kami sudah mengeluarkan seluruh kemampuan kami, hasil latihan kami pada sembilan hingga 10 bulan lalu," kata salah satu atlet putri anggar kursi roda Merah-Putih Survaya Dewi Ningrum selepas menghadapi pemain China.

Pelajar sekolah khusus disabilitas di kota Solo itu mengaku baru pertama kali turun sebagai atlet pada cabang anggar kursi roda. Dia belum pernah menjalani latihan cabang olahraga lain apalagi ikut kejuaraan olahraga cabang lain.

"Kami banyak menekankan latihan fisik serta pengondisian fisik selain latihan teknik. Saya main dua nomor senjata, epee dan sabre," kata Dewi.

Atlet berusia 21 tahun itu berharap masih dapat menjadi atlet anggar kursi roda mewakili kontingen Indonesia pada ASEAN Para Games 2019, Kejuaraan Dunia Anggar Kursi Roda, bahkan Paralimpiade Tokyo 2020.

"Saya sudah terlanjur senang dengan olahraga ini. Padahal, saya hanya ikut berlatih saja ketika diajak guru olahraga di sekolah," kata atlet asal Bekasi itu.

Selepas turun pada nomor tim sabre, tim epee putri Indonesia serta pada nomor perorangan Asian Para Games 2018, Dewi mengaku puas dengan penampilannya dan masih ingin melanjutkan pendidikan tinggi sembari berlatih anggar kursi-roda.

"Saya tidak bisa berlatih kalau kembali ke rumah di Bekasi. Fasilitas latihan yang lengkap hanya ada di Solo," kata Dewi yang turun pada nomor tim bersama senior-seniornya Sri Lestari, Suwarsih, dan Elih di Cibubur.

Mimpi Dewi sebagai atlet kebanggan negeri mendapatkan dukungan sangat kuat dari orang tua yang sejak awal berharap putri sulungnya menjadi pribadi mandiri.

"Dewi sejak lahir punya kelemahan pada tubuh bagian bawah. Dia tidak dapat berjalan sama sekali. Kami sudah mencoba agar dia pakai alat bantu gerak kaki KAFO (Knee Ankle Foot Orthosis) tapi tidak berhasil. Maka, kami memintanya untuk menggunakan kursi roda," kata Tohari, orang tua Dewi.
 
Atlet anggar kursi roda Survaya Dewi Ningrum mendapatkan pelukan dari sang ayah, Tohari, usai bertanding pada nomor tim epee dan tim sabre putri Asian Para Games 2018 di GOR POPKI Cibubur Jakarta Timur pada Selasa (9/10). Tim epee putri anggar kursi roda Indonesia mendapatkan medali perunggu pada pesta multi-cabang olahraga disabilitas Asia itu. (Antara/Imam Santoso)


Meskipun punya kelemahan bagi tubuh bagian bawah, Dewi sempat mengenyam pendidikan dasar hingga menangah pertama di sekolah negeri di Tambun, Bekasi.

"Dia sempat tidak bersekolah selama dua tahun selepas lulus SMP. Tapi, Dewi masih ingin melanjutkan pendidikan dan kami mendukungnya untuk bersekolah di Solo," ujar Tohari tentang pendidikan menengah atas bagi Dewi melalui Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Solo.

"Sebenarnya ada sekolah khusus anak-anak cacat di Bekasi. Tapi, mereka tidak memiliki penyaluran bakat bagi siswa-siswanya. Selain penyaluran bakat, akses dan fasilitas bagi siswa disabilitas di Solo juga terpenuhi. Itu berbeda dengan di Jakarta ataupun Bekasi," ujar Tohari.

Tohari mengaku semula tidak mengetahui putrinya telah berlatih cabang olahraga anggar kursi roda. "Pihak sekolah sempat memberikan kabar anak saya sudah berlatih di Komite Paralimpiade Nasional (NPC) di Solo," ujarnya.

Ketika Dewi bertanding mewakili Indonesia di Cibubur, Tohari beserta istri dan putranya turut memberikan semangat kepada tim anggar kursi roda Merah-Putih, terutama bagi Dewi.

"Kami berharap pemerintah terus memberikan akses dan fasilitas yang layak bagi para penyandang disabilitas. Angkutan umum, trotoar, dan akses lain nyaris tidak ada. Penyandang disabilitas seakan dilupakan, apalagi di Jakarta," kata Tohari.

Cita-cita Dewi untuk menjadi utusan Indonesia dalam kejuaraan-kejuaraan internasional seakan mendapatkan angin segar tatkala pelatih tim nasional anggar kursi roda meneropong peluang pada tingkat Asia Tenggara maupun Asia.

"Ini adalah cabang baru bagi Indonesia. Tapi, peluangnya sangat besar khususnya nomor epee putri karena tingkat Asia Tenggara itu sangat lemah pada nomor itu," kata  pelatih anggar kursi roda nasional Hendra Faradilah.

Cabang anggar kursi-roda, menurut Hendra, sangat berpeluang dipertandingkan dalam ASEAN Para Games 2019 di Manila, Filipina karena cabang itu diminati oleh tim Thailand, Malaysia, serta Indonesia.

Hendra yang juga menjadi pelatih anggar nasional pada Asian Games 2018 itu mengatakan atlet-atlet kursi roda Indonesia punya peluang untuk mengalahkan pemain-pemain China dan mendapatkan setidaknya medali perak.

"Mereka gugup saat bermain. Itu karena mereka kurang jam terbang dalam pertandingan internasional. Sebenarnya kita juga punya peluang pada nomor perorangan bukan hanya nomor beregu," katanya yang juga bangga karena tim putri berhasil merebut medali perunggu bagi kontingen tuan rumah.

Sebelas atlet anggar kursi roda Indonesia harus mengikuti kejuaraan dunia di Polandia pada Juli 2018 sebagai persyaratan turun dalam Asian Para Games 2018 di Jakarta.

"Cabang olahraga ini tidak mengenal 'wild card' bagi pemain-pemain tuan rumah. Setiap atlet yang akan bertanding harus punya nomor identitas," kata Hendra.

"Kami memang tidak mendapatkan target pada Asian Para Games sebagaimana tim cabang lain. Ini adalah cabang olahraga baru bagi NPC Indonesia. Kami memanggil atlet-atlet dari cabang lain seperti angkat besi, panahan, ataupun voli duduk," ujar Hendra.

Pelatih yang berdomisili di Solo itu menyakini potensi besar dari atlet-atlet anggar kursi roda Tanah Air untuk mendapatkan gelar juara dalam kompetisi internasional, termasuk Paralimpiade Tokyo 2020, jika pemusatan latihan nasional berjalan secara berkelanjutan.

Hendra mengungkapkan bahwa asa untuk menggali potensi atlet anggar-kursi roda cukup terbuka karena adanya perhatian yang sangat serius dari pemerintah di era Presiden Jokowi terhadap dunia olahraga, termasuk olahraga untuk kaum disabilitas.

"Pemerintah sudah memberikan kesempatan dan bonus, termasuk pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil. Itu menjadi motivasi bagi atlet. Kami juga sudah menghitung peringkat masing-masing atlet dalam daftar internasional," katanya.

Menurut dia, instruksi Presiden Jokowi dalam pemberian bonus yang tidak membeda--bedakan antara atlet biasa dan atlet disabilitas juga merupakan angin segar tersendiri yang bisa memotivasi kaum disabilitas untuk mengejar prestasi di dunia olahraga.

Hanya saja, Hendra berharap fasilitas pendukung bagi atlet-atlet anggar kursi roda untuk ditambah karena hingga saat ini masih kurang, baik yang ada di Solo maupun di Jakarta.
 
Atlet anggar kursi roda Indonesia Radilah Hendri (kanan) saling beradu jurus dengan atlet Thailand Khanthithao (kiri) dalam babak kualifikasi Foil Kategori A Individual Putra di GOR POPKI Cibubur, Jakarta, Minggu (7/10/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.



"Saya mantan atlet. Kami para pelatih juga sudah mempelajari aturan pada anggar kursi roda yang sebenarnya mirip dengan cabang anggar. Kami bahkan memodifikasi peralatan sendiri agar atlet-atlet kami tidak canggung saat bertanding dalam kejuaraan internasional," katanya.

Manakala atlet bersedia berkorban waktu dan tenaga, orang tua mereka memberikan segala dukungan kepada putra-putrinnya, serta tim pelatih sudah memberikan analisa dan peluang bagi bangsa, Indonesia tampak siap berkompetisi pada anggar kursi roda walaupun sebagai cabang baru.

Pemerintah tentu tidak tutup mata atas perjuangan dan proses latihan atlet-atlet NPC Indonesia itu, seperti terlihat pada pemberian bonus atlet-atlet peraih medali Asian Para Games 2018 dengan nilai setara dengan peraih medali Asian Games 2018.

Presiden Joko Widodo mengapresiasi dedikasi dan perjuangan para atlet Indonesia dalam ajang Asian Para Games 2018 yang berhasil meningkatkan peringkat lima besar dalam perolehan medali.

"APBN yang keluar untuk saudara-saudara lebih banyak, tapi kita syukuri Alhamdulillah karena ini untuk nama bangsa dan negara Indonesia," tegas Presiden Jokowi.
   
Jokowi tegaskan negara tidak rugi memberikan bonus uang kepada atlet berprestasi. Jumlah bonus yang diberikan kepada para atlet Asian Para Games sama dengan besaran yang diberikan kepada peraih medali dalam Asian Games 2018.

Dengan demikian, kita layak menyambut prestasi-prestasi berikutnya dari atlet-atlet cabang anggar kursi roda pada pentas dunia selepas APG di Jakarta. 

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2018