Peningkatan kesuburan tanah tentu akan berbanding lurus dengan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani
Jakarta (ANTARA News) - Kalangan akademisi mengungkapkan kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan masam atau lahan baru memerlukan teknologi yang mampu meningkatkan kesuburan tanah, sehingga mendongkrak produktivitas tanaman. 
     
Dosen Universitas Brawijaya Malang Dr Setyono Yudo Tyasmoro pada Forum Group Discussion (FGD) bertema "Pengelolaan Lahan Masam Secara Berkelanjutan" di Malang, Jumat mengatakan, untuk mengisi kebutuhan pangan, pemerintah gencar mencari lahan baru untuk dicetak menjadi sawah (ekstensifikasi), namun kebanyakan merupakan lahan masam.
 
Sementara itu, permasalahan utama pembukaan lahan pertanian adalah tingkat kesuburan yang rendah sehingga menghambat pencapaian target peningkatan produksi pangan.

Menurur dia, dalam rilisnya, untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan masam atau lahan baru, teknologi yang sangat mungkin adalah pemberian material kesuburan lahan berupa dolomit.

Kebutuhan dolomit pada lahan bukan baru yang ideal adalah empat ton/ha. "Peningkatan kesuburan tanah tentu akan berbanding lurus dengan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani," kata Setyono.
     
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Prof Dr Ir Syekhfani, MS mengatakan, peningkatan kesuburan tanah di lahan sulfat masam sangat mungkin dilakukan dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Antara lain, pertama, untuk meningkatkan pH tanah dilakukan aplikasi unsur Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).

Kedua, meningkatkan ketersediaan unsur hara P dengan aplikasi reaktif pupuk posphat. Ketiga, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dengan aplikasi bahan organik, mikoriza, hayati dan amelioran lainnya.

Kepala Balai Penelitian Tanah, Balitbang Pertanian Husnain juga mengakui potensi pengembangan lahan untuk pertanian yang belum dimanfaatkan  masih cukup besar.  

Misalnya, lahan rawa dari total luas 34,1 juta ha potensi untuk pertanian sekitar 20 juta ha. Dari luasan itu yang baru dimanfaatkan sekitar 3,68 juta ha (18 persen), sehingga masih terdapat 16,32 Juta ha (82 persen) yang belum dimanfaatkan. 
     
Menurut dia, untuk mengatasi kemasaman tanah perlu dilakukan aplikasi dolomit, sebab, pupuk dolomit tidak hanya mengandung kapur, tapi juga mengandung unsur Magnesium yang cukup tinggi. Selain itu juga perlu diaplikasikan pupuk raw posphat dan bahan organik. 
 
"Dari hasil penelitian aplikasi dari kombinasi pupuk dolomit, pupuk Phospat dan bahan organik dapat meningkatkan produksi tanaman di lahan masam kering," katanya.
     
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Syahrul Kurniawan mencontohkan, kunci keberhasilan pengelolaan lahan alih fungsi hutan menjadi kebun karet dan kelapa sawit di tanah masam adalah keseimbangan nutrisi dimana input nutrisi. Dalam hal ini pupuk disesuaikan dengan output nutrisi.

Faktor yang mempengaruhi output nutrisi antara lain penyerapan hara tanaman dan pencucian unsur hara. Aplikasi pupuk dolomit dan bahan organik dapat meningkatkan penyerapan hara tanaman dan meminimalisir pencucian hara," tuturnya.

 Menurut dia, lahan masam mempunyai prospek yang sangat tinggi untuk mendukung ketersediaan pangan, oleh karena itu pemerintah harus mulai menetapkan strategi pengelolaan lahan masam menjadi sumber lahan pangan baru dengan memperhatikan konsep keberlanjutan sumber daya alam.
      
"Kita mempunyai sumber alam yang dapat memperbaiki permasalahan tanah masam tersebut. Salah satunya dengan penambahan bahan yang kaya akan Ca dan Mg yang terdapat dalam Dolomit. Tambang terbesar dan terbaik Dolomit ada di Desa Sekapuk, Gresik, Jawa Timur," ujarnya. 

Baca juga: Fosfat alam dongkrak produksi jagung di lahan masam
Baca juga: Kementerian Pertanian optimalkan lahan kering dan lahan rawa

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018