Bogor (ANTARA News) - Gagasan pembentukan Forum Delapan Negara yang Memiliki Hutan Hujan Tropis (Forestry Eight), sebagai salah satu upaya mengatasi pemanasan global yang diusulkan oleh Indonesia, dengan inisiatif pertemuan pada 24 September 2007, bersamaan dengan penyelenggaraan sidang tahunan Majelis Umum PBB di New York, adalah langkah tepat untuk membangun kepercayaan dunia. "Ini sebuah inisiatif yang 'jitu' dari pemerintah. Waktu dan substansinya juga sangat tepat," kata Asisten Direktur Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) Bidang Pengakuan Internasional Asep S Suntana di Bogor, Selasa. Asep mengemukakan hal itu saat diwawancarai ANTARA News, sehubungan dengan gagasan dimaksud, bagaimana prospeknya, termasuk keterkaitan dengan gerakan ekolabel yang meniscayakan pengelolaan hutan secara lestari, yang didorong LEI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akhir Agustus (31/8) memimpin sidang tertutup soal "Forestry Eight", di Istana Tampaksiring, Bali, dihadiri Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menhut MS Kaban, Mensesneg Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang juga mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Emil Salim. Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal mengemukakan, Pemerintah Indonesia sedang mematangkan gagasan pembentukan Forum Delapan Negara yang Memiliki Hutan Hujan Tropis (Forestry Eight), sebagai salah satu upaya mengatasi pemanasan global. "Indonesia sebagai penggagas 'Forestry Eight' akan melakukan inisiatif pertemuan pada 24 September 2007, bersamaan dengan penyelenggaraan sidang tahunan Majelis Umum PBB di New York," katanya. Menurut dia, gagasan Indonesia membentuk "Forestry Eight" dengan mengikutsertakan Brazil, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Gabon, Kamerun, dan Kosta Rika, adalah karena selama ini belum ada gerakan diplomatik yang menghubungkan negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis. Negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis berada di antara 10 derajat lintang utara dan 10 derajat lintang selatan dari garis khatulistiwa. "Saat ini baru delapan negara yang menyatakan ikut bergabung, namun kita tetap menunggu jika ada negara yang secara fisik memiliki hujan hutan tropis untuk bergabung," katanya. Ia menjelaskan, inisiatif Presiden Yudhoyono melakukan pertemuan di New York, menjelang menjelang pertemuan atau KTT "Forestry Eight" pada Desember 2007 di Bali, bersamaan dengan penyelenggaraan pertemuan tingkat dunia tentang "Millenium Global Devepeloment Goals" dengan isu utama "Global Climate Change". Indonesia saat ini tercatat menjadi negara ketiga terbesar setelah Brazil dan China sebagai penyebab emisi dari hutan, antara lain akibat kebakaran hutan dan praktik pembalakan liar atau " illegal logging". "Forestry Eight" yang disebutkan Dino, mencakup 80 persen negara yang memiliki hutan hujan tropis. "Sejauh ini baru Malaysia yang telah menyatakan menyambut baik atas pembentukan forum tersebut," katanya. Dijelaskan, 25 persen dari seluruh emisi global berasal dari masalah-masalah kehutanan, sedangkan 75 persen berasal dari emisi yang ditimbulkan industri, pertambangan dan energi, serta limbah rumah tangga. Dino juga menjelaskan, pembentukan forum Forestry Eight ini diharapkan dapat memperjelas pengaturan masalah pemakaian energi oleh industri-industri di seluruh negara. Selama ini "Protocol Kyoto" cenderung hanya menekankan mengatasi emisi di sektor industri tanpa terlalu memerhatikan masalah-masalah di sektor kehutanan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007