Kami ingin membuktikan bahwa anak-anak desa tidak kalah dengan anak-anak kota dalam berekspresi, berani berbicara dengan suara lantang, berani tampil namun tetap mematuhi sopan santun.
Memasuki Desa Kalibening, Kecamatan Tugu Mulyo, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, pandangan mata akan disambut hamparan sawah menghijau dan beberapa petak empang dari bekas sawah yang belum diolah untuk dijadikan tempat pembibitan ikan air tawar.

Di antara hamparan sawah itulah berdiri deretan sosok bangunan kelas, berhias gambar mural warna warni dengan cat yang mulai memudar.

"Ini bangunan lama yang sudah tidak digunakan sebagai kelas tetapi kini dimanfaatkan sebagai asrama para tutor yang sudah berkeluarga namun tinggalnya jauh dari sekolah," ujar Pengelola sekaligus pemilik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terpadu Sehati, Dewi Kruniati.

Sejak tahun 2015, PAUD Terpadu Sehati sudah memiliki bangunan baru yang lebih luas berdekatan dengan bangunan lama yang dioperasikan sejak tahun 2013.

Selain memiliki beberapa ruang kelas dan tempat bermain anak, sekolah ini juga memiliki kantor, aula kecil dan pendopo untuk menampung bila ada pertemuan orang tua murid, pentas seni, kegiatan lomba hingga pengajian yang membutuhkan tempat luas.

Berdirinya sekolah baru tidak semulus yang dibayangkan, selain keterbatasan biaya, persoalan lain terkait dengan lokasi tanah milik keluarga besar Dewi Kruniati di Desa Kalibening tersebut "dikepung" oleh bangunan dan kebun milik penduduk di sekitarnya sehingga tidak ada jalan menuju sekolah tersebut.

"Awalnya anak-anak yang mau sekolah harus digendong melewati pematang sawah. Begitulah yang terjadi setiap hari pergi dan pulang, kami dan para orang tua menggendong anak-anak melalui pematang sawah," kisah Dewi.

Seiring dengan berjalannya waktu, beberapa unit ruang kelas selesai dibangun dan bersamaan dengan itu melalui pendekatan yang dilakukan orang tuanya dengan tokoh masyarakat desa, maka akhirnya diperoleh kesepakatan warga pemilik tanah di sekitar sekolah memberikan sebagian tanah sebagai hibah untuk membuka jalan menuju sekolah.



Desa tanpa PAUD

Dalam perjalanan berkeliling desa, Dewi bersama petugas dari puskesmas kerap mendapati anak-anak usia dini hanya bermain-main saja atau ikut orang tuanya ke ladang. Dewi merasa gemas sekaligus prihatin karena ia memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang perkembangan anak sejak dalam kandungan hingga usia balita.

"Sayang sekali kalau pada usia emas , 0-6 tahun, anak-anak tidak dirangsang pertumbuhan otaknya. Saya ingin anak-anak dari Kali bening kelak menjadi generasi sukses karena sejak usia dini sudah dilatih kecerdasannya," kata Dewi mengisahkan awal ketertarikannya untuk mendirikan PAUD.

Dewi mengisahkan keinginannya yang begitu kuat untuk mendirikan PAUD sering membuat dirinya tidak dapat terlelap tidur hingga akhirnya setelah melalui musyawarah dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya keinginan mulai mendapatkan dukungan.

Semangat saja belum cukup untuk mewujudkan cita-citanya. Ketika berupaya studi banding dan mencari ilmu untuk mendirikan PAUD ke sejumlah PAUD yang telah mapan, Dewi mengaku kecewa karena justru para pengelola PAUD memupuskan harapannya dengan meremehkan latar belakang Dewi yang bukan dari bidang pendidikan tetapi ilmu kesehatan.

Ada juga yang mengatakan sangat sulit mengurus izin dan mengelola PAUD serta berbagai masukan yang melemahkan semangatnya.

Dewi tidak tinggal diam, tekadnya yang begitu bulat telah membuatnya nekad terbang dari Musi Rawas ke Jakarta untuk menemui pengelola PAUD yang direkomendasikan temannya.

"Saya ke Jakarta modal nekad dan keyakinan bahwa akan diberi kemudahan Allah maka saya temui pengelola PAUD tersebut dan ternyata gayung bersambut dengan tangan terbuka saya dibimbing selama beberapa pekan untuk mempelajari proses pendirian PAUD berikut metode-metodenya," katanya.

Kembali ke desanya dengan bekal pengetahuan yang sudah didapatkan pada tahun 2013 akhirnya Dewi mendirikan PAUD Terpadu Sehati yang merupakan kepanjangan dari "Sepenuh hati".

Dewi, dengan dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Musi rawas, teman-teman puskesmas tempat dia bekerja dan tentunya keluarga besarnya, mulai melaksanakan kegiatan PAUD di atas lahan yang dikontrak dari warga desanya.

Dia dan keluarga lagi-lagi harus bekerja keras meyakinkan warga sekitar dan penduduk desa-desa tetangga untuk mau menitipkan anak-anaknya di sekolahnya.

"Tidak mudah dan butuh kesabaran untuk meyakinkan warga desa untuk mau memasukkan anaknya ke PAUD, belum lagi di desa lain sudah memiliki PAUD yang sudah berjalan sehingga kebanyakan orang tua masih ragu menitipkan anaknya ke sekolah kami."

Tahun 2013, tahun pertama pendirian PAUD Sehati. Tim dari sekolah menyebarkan formulir pendaftaran berikut foto-foto ruang kelas, lokasi paud dan sebagainya kepada masyarakat di sekitar desa, desa tetangga dan mendatangi langsung orang tua yang memiliki anak usia dini.

Menjelang datangnya tahun ajaran baru, Dewi sudah berharap cemas menunggu fomulir pendaftaran yang akan dikembalikan oleh calon orang tua murid, namun sungguh mengecewakan karena yang kembali hanya empat formulir sehingga membuat dirinya hampir menyerah.

Beruntung suami dan keluarga besarnya menguatkan untuk tetap menerima murid seadanya karena mereka yakin dengan berjalannya waktu akan ada tambahan jumlah murid.

Bertepatan dengan hari pertama masuk sekolah, Dewi bersama para tutor menyambut anak-anak di ujung pematang sawah karena kala itu belum ada jalan aspal menuju sekolah.

Tidak lama kemudian satu per satu murid diantar oleh orang tua mendatangi sekolah dan jumlahnya bukan hanya empat tetapi beberapa anak baru masuk mendaftar pada hari pertama hingga jumlah totalnya mencapai 17 murid yang dibimbing dua guru hingga akhir tahun ajaran 2013/2014 berakhir.

 
Anak-anak Pendidikan Anak Usia Dini "Sehati" Desa Kali Bening, Kecamatan Tugumulyo, Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan (27/9) sedang mendengarkan tutor mendongengkan cerita rakyat. (Foto : Antara/Zita Meirina)



Kelas Parenting

Sejak awal Dewi menyadari kalau mendirikan PAUD harus memiliki keunggulan dibandingkan yang lain sehingga bila anak dan orang tua senang akan menjadi salah satu cara promosi gratis kepada orang tua lainnya.

"Sejak awal berdiri kami berusaha memberikan tempat belajar yang menyenangkan dengan sarana dan prasarana edukatif yang berbeda dengan PAUD di sekitar. Kami ingin membuktikan bahwa anak-anak desa tidak kalah dengan anak-anak kota dalam berekspresi, berani berbicara dengan suara lantang, berani tampil namun tetap mematuhi sopan santun" katanya.

Pengelola sekolah melibatkan orang tua dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelas "parenting". Dengan harapan, ilmu yang diperoleh anak-anak di sekolah tidak berhenti sampai di pagar sekolah tetapi berlanjut hingga ke rumah dan diterapkan dalam keseharian murid, ujar Dewi yang mengaku jumlah murid di tahun kedua meningkat menjadi 35 anak.

Pengalaman menjalani kelas parenting, menimbulkan semangat para orang tua murid karena selain menjadi ajang bertegur sapa sekaligus kesempatan untuk menambah ilmu karena orang tua tidak hanya dibekali pengetahuan tentang perkembangan anak tetapi pengetahuan tambahan lainnya, seperti menyiapkan menu dan makanan sehat untuk bekal anak.

Sekolah secara tegas mewajibkan anak-anak untuk membawa bekal dan tidak diperbolehkan jajan baik selama berada di lingkungan sekolah maupun saat sedang mengikuti kegiatan sekolah yang diselenggarakan di luar sekolah, seperti tamasya sekolah, kunjungan ke taman hiburan dan sebagainya.

Sikap tegas sekolah terkait pembiasaan anak untuk membawa bekal dari rumah dalam setiap kegiatan dibarengi dengan larangan penjual jajanan keliling untuk mangkal di sekitar sekolah bahkan ditetapkan hingga radius tertentu.

"Kami hanya mengimbau kepada para pedagang untuk tidak berjualan di sekitar sekolah, kalau ada yang bandel kami beritahu hingga akhirnya mereka tidak pernah datang lagi karena didukung oleh anak-anak dan orang tua yang juga patuh untuk tidak jajan."

Tahun 2015 memasuki tahun ketiga penyelenggaraan PAUD, gedung sekolah pindah ke bangunan baru yang merupakan lahan yang telah dimiliki sendiri bersamaan dengan itu jumlah murid semakin meningkat menjadi 50 anak dan enam orang tutor.

"Tahun 2016 kami mulai menerapkan pendidikan karakter dalam metode pembelajaran dengan memperkenalkan sembilan pilar pendidikan karakter yang mengenalkan pembiasaan pembiasan yang baik dan bias dilakukan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari," kata Dewi yang aktif mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Himpaudi.

Wejangan bapaknya, H.Sugeng Subagiyanto ketika masih hidup, selalu melekat dalam ingatannya, bahwa menjalani hidup dan bekerja harus mampu menjadi anak saleh, menyebarkan ilmu yang bermanfaat dan menjalankan amal ibadah.

Sejak awal membuka PAUD, Dewi bersama pengurus yayasan sepakat untuk menyisihkan bangku gratis bagi anak dari keluarga tidak mampu tanpa batasan namun dengan tetap mengedepankan kejujuran.

Sikap sosial yang ditunjukkan sekolah dibalas dengan keikhlasan para alumni orang tua murid yang menyumbangkan berbagai fasilitas, baik tunai maupun nontunai dari tahun ke tahun.

Dewi mengaku masih belum akan berhenti untuk melakukan inovasi pembelajaran di PAUD semata-mata untuk menyiapkan generasi emas yang berkualitas di kemudian hari.

PAUD Terpadu Sehati sudah ditetapkan sebagai PAUD Desa. Keberadaan PAUD desa menjadi salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap desa di Kabupaten Musi Rawas sesuai dengan instruksi Bupati Musi Rawas Hendra Gunawan untuk menjadikan kabupatennya keluar dari julukan sebagai kabupaten tertinggal.*

Baca juga: DKI beri pelatihan "parenting" PAUD Kepulauan Seribu

Baca juga: DKI beri pelatihan "parenting" PAUD Kepulauan Seribu



 

 

Pewarta: Zita Meirina
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018