Minyak Brent merosot 3,39 dolar AS atau 4,3 persen menjadi 76,44 dolar AS per barel
New York (ANTARA News) - Harga minyak jatuh sekitar lima persen ke posisi terendah dua bulan pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena aksi jual di pasar ekuitas global menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan.

Harga minyak juga merosot setelah Arab Saudi mengatakan dapat memasok lebih banyak minyak mentah dengan cepat jika diperlukan, sehingga mengurangi kekhawatiran jelang pemberlakuan sanksi-sanksi AS terhadap Iran.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember merosot 3,39 dolar AS atau 4,3 persen menjadi menetap pada 76,44 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah terjun 5,0 persen menjadi 75,88 dolar AS, tingkat terendah sejak 7 September.

Sementara itu, dikutip dari Reuters, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember mengakhiri sesi di 66,43 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, turun 2,93 dolar AS, setelah sempat jatuh 5,2 persen menjadi 65,74 dolar AS, tingkat terendah sejak 20 Agustus.

Jika minyak mentah AS turun di bawah 65 dolar AS per barel, angka psikologis penting, itu dapat memicu penjualan teknis (technical selling) lebih lanjut, kata para pedagang.

Kedua kontrak mencatat persentase penurunan terbesar sejak Juli. Dalam perdagangan pasca-penyelesaian (post-settlement), harga-harga memperpanjang kerugian karena data dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan peningkatan besar dalam persediaan minyak mentah AS.

"Tingkat keparahan jatuhnya cukup mencolok, tetapi di perdagangan dunia saat ini kita memiliki hari-hari semacam ini sedikit lebih sering. Sekarang kita harus menunggu dan melihat apakah ini terus berputar di luar kendali," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar untuk Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

Minyak mengikuti aksi jual awal di Wall Street, karena kekhawatiran atas pertumbuhan laba perusahaan-perusahaan dan kekhawatiran tentang anggaran Italia, telah mendorong para investor berebut keluar dari pasar saham akhir-akhir ini.

Indeks MSCI, ukuran saham-saham di seluruh dunia pada satu titik merosot lebih dari dua persen dan mencapai titik terendahnya sejak September 2017.

"Kekhawatiran tentang apa yang terjadi di pasar saham dan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi telah merembet ke pasar minyak," kata McGillian, menambahkan bahwa investor akan mengawasi dengan seksama untuk melihat apakah peningkatan produksi Arab Saudi terwujud dengan cepat.

Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih mengatakan pada sebuah konferensi di Riyadh bahwa pasar minyak berada di "tempat yang baik", dan dia berharap produsen-produsen minyak akan menandatangani kesepakatan pada Desember untuk memperluas kerja sama guna memantau dan menstabilkan pasar.

"Kami akan memutuskan apakah ada gangguan dari pasokan, terutama dengan sanksi-sanksi Iran yang kian mendekat," kata Falih. "Kemudian kita akan melanjutkan dengan pola pikir yang kita miliki sekarang, yaitu memenuhi setiap permintaan yang terjadi untuk memastikan para pelanggan puas."

Falih mengatakan dia tidak akan mengesampingkan kemungkinan bahwa Arab Saudi akan memproduksi antara 1 juta hingga 2 juta barel per hari (bph) lebih besar dari tingkat saat ini di waktu mendatang.

Sanksi-sanksi AS terhadap minyak Iran dimulai pada 4 November dan Washington mengatakan ingin menghentikan semua ekspor bahan bakar Teheran, tetapi produsen minyak lainnya memproduksi lebih banyak untuk mengisi kesenjangan pasokan.

Pasar minyak telah khawatir bahwa Arab Saudi mungkin akan mengurangi pasokan minyak mentah sebagai pembalasan atas potensi sanksi-sanksi pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Falih mengatakan pada Senin (22/10) tidak ada niat melakukan hal itu.

Analis energi Economist Intelligence Unit, Peter Kiernan mengatakan akan merugikan diri sendiri Arab Saudi untuk memangkas pasokan minyak, karena akan berisiko kehilangan pangsa pasar ke eksportir lain sementara kehilangan reputasinya sebagai pemain stabil di pasar.

Analis UBS memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak melambat menjadi 1,2 juta barel per hari pada 2019, pada harga minyak yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, sedikit di atas rata-rata jangka panjang, menambahkan bahwa permintaan diperkirakan akan datar di negara-negara OECD, dengan China dan India terus mendorong pertumbuhan.

Sementara itu, produksi minyak Rusia saat ini 150.000 barel per hari lebih tinggi dari tingkat Oktober 2016, garis dasar untuk kesepakatan produksi minyak global, kantor berita TASS mengutip pernyataan Menteri Energi Alexander Novak.

Impor minyak mentah Korea Selatan dari Iran jatuh ke nol pada September, data dari perusahaan Korea National Oil Corp yang dikelola negara menunjukkan.

Namun, produksi minyak mentah AS telah naik hampir sepertiga sejak pertengahan 2016, dan peningkatan produksi ini dapat membantu mengimbangi hilangnya ekspor dari Iran.

Persediaan minyak mentah AS diperkirakan telah meningkat untuk pekan kelima berturut-turut minggu lalu, menurut jajak pendapat Reuters menjelang data mingguan dari Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu pagi waktu setempat.

Data dari API menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 9,9 juta barel pekan lalu menjadi 418,4 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi analis untuk peningkatan 3,7 juta barel.

Baca juga: Harga minyak naik tipis meskipun Arab Saudi janji tingkatkan produksi

 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018