Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Kepala Polresta Pekanbaru, Komisaris Besar Polisi Susanto, menyatakan, bandar narkoba merancang modus baru pengiriman barang haram itu. Kemasan abon sebagai penyamaran pengiriman narkoba dirancang sedemikian rupa shingga tidak  terdeteksi saat melewati mesin sinar X di bandara maupun pelabuhan.

"Bagian dalam kemasan dilapisi lapisan alumunium cukup tebal. Ini diduga untuk mengantisipasi agar tidak terdeteksi sinar X," kata Susanto, di Pekanbaru, Kamis.

Pengungkapan kasus itu pengembangan dari penangkapan seorang calon penumpang pesawat di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II, Pekanbaru, pada Selasa lalu (23/10). Total barang bukti narkoba yang disita dalam kasus narkoba kemasan abon adalah sekitar 8,8 kilogram sabu dan 18.070 butir ekstasi.

Kemasan abon itu didesain menarik yakni berwarna biru dan ada gambar ikannya. Kapasitasnya berkisar 4-5 ons. Di bagian muka kemasan juga dituliskan label produksi dan tulisan 100 persen buatan Indonesia.

Ada dua tersangka dalam kasus tersebut yakni berinsial Mk dan Ms. Keduanya adalah warga Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Tersangka Mk adalah lelaki yang tertangkap petugas pengamanan dalam Bandara SSK II dengan barang bukti sekitar 40 gram sabu, yang disembunyikan di dalam pembalut di selangkangannya. Tersangka ditangkap saat melewati pintu pemeriksaan kedua sebelum ruang tunggu bandara.

Susanto mengatakan, Polresta Pekanbaru dibantu Direktorat Narkoba Polda Riau mengembangkan kasus ini untuk menangkap MS di hotel di Pekanbaru. Dalam penangkapan itu, polisi menemukan narkoba di bungkusan abon ikan yang diduga siap dikirim, kemasan abon yang masih kosong, alat pengepres kemasan, dan laptop.

"Jadi keduanya datang dari Surabaya ke Pekanbaru membawa kemasan abon kosong dan alat pengemas saja. Kemudian menjemput barang untuk dikemas dan dikirim. Untuk pengiriman ini apabila berhasil, mereka dijanjikan dapat bayaran Rp400 juta oleh bandarnya," kata Susanto.

Menurut dia, kemasan abon yang ditemukan ada yang tertulis berasal dari Medan, Lampung, Palembang, namun semuanya sebenarnya dibuat di Surabaya.

Tapi merk abon ini semuanya tidak ada di jual di pasar. Itu sengaja dibuat bandar untuk pengiriman narkoba," kata Susanto.

Hanya saja, Susanto mengatakan jaringan tersebut sangat rapi sehingga sulit untuk menangkap bandarnya. Polda Riau kini terus berkoordinasi dengan kepolisian di provinsi lain untuk mengungkap jaringan tersebut.

"Pengungkapan terputus karena mereka ada aturan metode tertentu. Ketika dua jam tidak ada kabar dari dua kurir ini, maka bandarnya bisa tahu pasti sudah ketangkap dan semuanya terputus," ujarnya.
 

Pewarta: Febrianto B Anggoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018