Untuk menarik masyarakat menggunakan transportasi umum adalah dengan menurunkan tarif
Jakarta (ANTARA News) - Hasil riset Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan mencatat penerapan kebijakan pelat nomor kendaraan ganjil-genap mampu mengalihkan 24 persen angkutan pribadi ke angkutan umum.

"Terdapat 24 persen angkutan pribadi beralih ke angkutan umum. Dari 24 persen itu ke angkutan massal 38 persen, 20 persen ke bus umum dan 18 persen menggunakan KRL," kata Kepala Balitbang Kemenhub Soegihardjo dalam konferensi pers "Evaluasi Penerapan Kebijakan Ganjil-Genap di Wilayah Jabodetabek" di Jakarta, Kamis.

Namun, lanjut dia, sebagian lainnya beralih ke taksi daring dan konvensinal.

"Yang beralih ke taksi atau ojek online ada 39 persen, taksi reguler 7,5 persen dan memilih naik motor sembilan persen," katanya.

Meskipun berhasil mengalihkan masyarakat ke angkutan umum, menurut dia, masih banyak yang tetap menggunakan kendaraan pribadi, yakni 53 persen.

Sugihardjo merinci, masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi tersebut sebanyak 37 persen menggunakan jalur alternatif dan 16 persen memiliki dua mobil bernomor ganjil dan genap.

Untuk itu, ia menyimpulkan bahwa apabila diterapkan secara permanen, maka kemungkinan besar masyarakat akan membeli mobil baru ataupun bekas baik ganjil maupun genap sebanyak 30 persen.

Dalam kesempatan yang sama, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai untuk tetap menarik masyarakat menggunakan transportasi umum adalah dengan menurunkan tarif.

Ia mencontohkan di China, tarif KRL hanya dua yuan, kemudian bus satu yuan.

"Untuk koridor tertentu digratiskan, bahkan KRL sampai 10.000 kilometer, kalau di sini baru 1.200 kilometer," katanya.

Baca juga: Hasil penelitian Kemenhub, ganjil-genap tidak cocok diterapkan permanen
 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018