Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengajak seluruh pihak untuk membahas mengenai RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, supaya tidak menjadi diskriminatif mengingat pendidikan keagamaan di Indonesia tidak hanya Islam.

Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, di Jakarta, Kamis, mengatakan, perlu ada kajian secara mendalam sebelum membahas lebih jauh terkait RUU itu.

"Pemerintah perlu melibatkan 'stakeholder' yang lebih luas, karena yang kami ketahui Kementerian Agama itu lebih banyak dan berkonsentrasi kepada pesantren dan pendidikan keagamaan Islam saja, padahal di dalamnya lebih luas dari itu," kata Trisno usai menemui Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di Jakarta, Kamis.

Muhammadiyah menilai perlu untuk dilakukan kajian secara menyeluruh yang melibatkan pihak-pihak dari setiap agama resmi di Indonesia. Trisno mengatakan secara prinsip Muhammadiyah memahami maksud dimunculkannya pembahasan RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

Namun, dia mengingatkan bahwa pendidikan keagamaan di Indonesia tentu menyangkut lima agama lain yang diakui Pemerintah, seperti pendidikan agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

"Yang tampak sekarang ini, seolah-olah RUU ini hanya membahas pesantren dan pendidikan agama Islam. Itu kan (seharusnya) lebih luas. Ini yang kami lihat harus dikaji sebaik-baiknya. Sampai saat ini kami masih melihat bahwa ini lebih tepat satu sistem," jelasnya.

Sebelumnya, DPR melalui rapat paripurna pada Selasa (16/10) menyetujui ada RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usulan inisiatif dari DPR. Pembahasan draf RUU itu, menurut DPR, telah mendapat masukan dari sejumlah pimpinan pondok pesantren, pimpinan lembaha diniah serta akademisi.

Namun usulan RUU tersebut mendapat kritik dari berbagai pihak, salah satunya Muhammadiyah, yang memandang perlu untuk memisahkan antara "pesantren" dan "pendidikan keagamaan". Pendidikan keagamaan di Indonesia tidak hanya Islam, melainkan ada beberapa sekolah agama seperti seminari dan sekolah teologi.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018