Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan aksi pembakaran bendera oleh Banser NU dengan alasan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada saat peringatan Hari Santri Nasional di Limbangan, Garut, Jawa Barat, bukti bahwa budaya politik di negara ini belum matang.
   
"Tidak usah terlalu dipandang serius. Itu kan bagian dari budaya politik kita yang belum matang," kata Jimly di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis, sebagaimana dikutip dari siaran pers.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, perdebatan soal bendera yang dibakar itu terkait ormas tertentu atau tidak juga tidak tepat.

"Bukan itu masalahnya, ini kan punya makna simbolik. Sama saja kayak misalnya palu arit, apakah otomatis sama dengan PKI? Ya sudah, zaman kayak begini masih tersinggung dengan palu arit. Jadi, ini soal kedewasaan politik kita yang belum matang," katanya.

Menurut dia HTI sudah dibubarkan, organisasinya sudah dinyatakan terlarang, tapi orangnya tidak boleh dipersekusi sebagaimana dulu dialami bekas anggota PKI. Bekas anggota HTI juga tidak boleh dikriminalisasi.

"Itu bukan budaya kita, harus dihentikan kebiasaan seperti itu," kata Jimly.

Ia lantas mencontohkan simbol palu arit yang tetap terpasang di gedung tertinggi di Universitas Moskow, Rusia.Ia pun sempat menanyakan hal itu kepada rektor dan dijawab bahwa itu warisan sejarah.

Partai Komunis di Rusia, kata Jimly juga sudah tidak laku, pemilihnya kebanyak usia 70 tahun ke atas. Namun, partai itu tidak dilarang dan benderanya juga tidak dianggap sebagai aib.

"Di Amerika, Partai Komunis ada, tapi tidak laku. Untuk sampai ke tingkat begitu masih susah kita ini, kita kan masih sumbu pendek," katanya.

Jimly juga menegaskan tidak boleh ada lagi ormas yang mengambil alih fungsi negara. Ia mengatakan dulu FPI melakukan hal seperti itu, sekarang Banser. 

"Jadi, ini kekonyolan, kiri-kanan sama-sama konyol. Jadi, dua-duanya perlu dididik. Saya rasa, sudahlah, tidak perlu menggembar-gemborkan, mari kita bimbing ke arah yang lebih baik, tidak usah saling salah menyalahkan. Maklumi saja," katanya.

Menurut Jimly, PBNU harus ikut mengambil tanggung jawab membimbing organisasinya agar kejadian serupa tak terulang.

"Dan HTI, you sudah bubar. Kalau mau berpendapat pribadi, ya, monggo silakan, kalau berpendapat misalnya bahwa khilafah itu benar," kata Jimly.


 

Pewarta: Susylo Asmalyah
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018