Roppongi, Tokyo (ANTARA News) - Para juri dalam sesi kompetisi Festival Film Tokyo 2018 (Tokyo International Film Festival/TIFF) enggan membaca sinopsis sebelum menyaksikan pemutaran 16 film yang dilombakan, dengan harapan mendapat kejutan dari film-film festival itu.

Pimpinan juri kompetisi, Brillante Ma Mendoza asal Filipina, mengatakan salah satu kesenangan dalam menyaksikan film adalah menemukan kejutan dalam jalan ceritanya, sehingga ia ogah membaca sinopsis.

"Kesenangan menonton film tanpa mengetahui apa yang diharapkan bagaikan keajaiban," kata Mendoza kepada wartawan di Toho Cinemas Roppongi, Tokyo, Jumat (26/10).

"Saya pikir penting untuk tidak terlalu mengikuti buku panduan 'cara membuat film yang bagus', tetapi lihatlah bagaimana film itu dapat menggerakkan dan cara mereka menggunakan bahasa sinematik," ucap dia.

Produser asal Hollywood, Bryan Burk, yang menjadi juri kompetisi juga memastikan tidak akan membaca sinopsis 16 film yang dilombakan.

Baca juga: Nicholas Saputra cerita pengalaman pertama syuting di Myanmar

Beberapa film kompetisi di TIFF di antaranya "Amanda" (Prancis), "Another World" (Jepang), "The Poet" (China), "Cold Sweat" (Iran), "Siren Call" (Turki), "Three Husband" (Hong Kong) serta "White Crow" (Inggris).

"Saya sengaja tidak membaca sinopsis. Saya rasa kami akan melihat beberapa film hebat," kata Burk.

Baca juga: "A Star Is Born" buka pesta pemutaran 200 film TIFF 2018

Aktris Iran, Taraneh Alidoosti, meyakini bahwa 16 film yang lolos merupakan karya-karya terbaik. Ia bahkan tidak mau mengetahui asal negara film tersebut untuk menjaga objektifitas.

"Ini adalah TIFF, jadi saya yakin semua filmnya bagus. Saya akan mencoba melupakan nama dan negara asal mereka, dan melihat hanya melalui sepasang mata saya," kata Alidoosti.

Dua juri lainnya adalah produser asal Hong Kong, Stanley Kwan, dan artis Jepang Kaho Minami, yang juga berpandangan sama, tidak mau mengetahui sedikit pun tentang film sebelum pemutaran.

"Saya tidak ingin tahu apa-apa tentang 16 film ini sebelum saya tonton. Jika film itu bisa menggerakkan saya, itulah yang bagus," kata Stanley Kwan.

Baca juga: Film Indonesia butuh perspektif perempuan

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018