Malang (ANTARA News) - Perkembangan teknologi dalam kurun waktu satu abad terakhir telah jauh melampaui perkiraan masyarakat pada umumnya.

Tak terkecuali perkembangan teknologi menggunakan robot untuk memudahkan kehidupan manusia.

Dalam proses pengembangan teknologi robot, para ilmuwan dituntut untuk terus bisa berinovasi, namun tetap berlandaskan kepentingan umat manusia.

Di negara berkembang seperti Indonesia, peningkatan ekonomi dan pendapatan masyarakat telah mendorong adanya perubahan kebutuhan hidup bukan hanya pada yang mendasar seperti makan dan pakaian. Salah satu kebutuhan manusia melampaui kebutuhan dasarnya adalah untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Namun, peningkatan mobilitas oleh manusia dewasa ini membawa ikutan antara lain kemacetan lalu lintas akibat volume kendaraan yang melebihi kapasitas jalan, atau terganggunya arus kendaraan akibat adanya kecelakaan, maupun adanya gangguan cuaca buruk.

Dengan berbekal informasi yang diterima sebelum orang melakukan perjalanan ke suatu tempat, tentunya akan membantu mengurangi hambatan perjalanan termasuk dalam mengambil keputusan untuk pemilihan rute yang yang akan dilalui.

Memasuki era industri 4.0 untuk sektor transportasi dijabarkan sebagai "Intelligent Traveler Information System" atau Sistem Informasi Perjalanan "Pintar" (ITIS) yang diharapkan mampu memudahkan perjalan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya.

Salah seorang peneliti dari Politeknik Kota Malang Aditya Kurniawan, melihat adanya kebutuhan manusia untuk mendapatkan informasi tambahan yang terbaru dalam melakukan perjalanan darat. Pilihannya jatuh pada robot yang bisa mengumpulkan informasi perjalanan.

Berbekal pendidikan terakhir di Universitas Newcastle Inggris, Aditya mengembangkan robot bernama Prototype Mobile Robot Data Collector (MRDC). Robot itu, akan mengumpulkan informasi perjalanan dengan berbekal 11 sensor yang terpasang.

"Ada sebanyak 11 sensor yang ada di robot itu. Sensor tersebut akan mencatat banyak data yang bisa dimanfaatkan untuk perjalanan para pengguna," kata Aditya kepada Antara, pekan ini.

Salah satu sensor yang terpasang adalah sensor yang dipergunakan untuk mendeteksi gerakan atau biasa disebut "Kinect" dalam dunia robotik. Kinect tersebut diproduksi oleh Microsoft untuk XBOX 360 dan juga dipergunakan dalam komputer.

Sensor tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan penginderaan dengan jangkauan yang luas karena memiliki penggerak vertikal. Selain itu, juga memiliki kamera RGB, sensor kedalaman, dan mikrofon, sehingga membuat sensor tersebut cukup lengkap untuk dipergunakan pada sebuah robot.

Robot tersebut, saat ini masih dalam tahap pengembangan. Pada 2018, prototipe robot tersebut akan mensimulasikan pengiriman data melalui jaringan telekomunikasi di dalam laboratorium. Sementara pada tahun selanjutnya, akan dilakukan uji coba pengiriman data ke server melalui jaringan telekomunikasi 4G yang tersedia di Indonesia.

Kelak, Robot tersebut akan diuji coba di jalan bebas hambatan dan akan bergerak pada jalur khusus yang dipersiapkan di tengah ruas jalan tersebut. Robot yang otonom itu akan mengambil data lalu lintas secara langsung dan dikirimkan melalui jaringan telekomunikasi nirkabel kepada database pusat.

Data data yang diambil oleh robot itu, akan diproses dan diberikan kepada pengguna melalui aplikasi berbasis android. Pemrosesan data tersebut menggunakan algoritma pemrosesan gambar yang memanfaatkan teknik deteksi tepi yang terlokalisasi.

Berbeda dengan Google Maps yang hanya menyajikan data tingkat kemacetan berdasarkan analisa data secara anonim para pengguna telepon pintar berbasis Android. Google mengambil data secara masif yang berisikan posisi Global Positioning System (GPS) pengguna.

Google melihat pergerakan secara kolektif dan menyimpulkan titik-titik mana yang mengalami kemacetan atau tidak, dengan asumsi semakin banyak GPS yang bergerak lambat di sebuah jalan, maka akan diasumsikan di wilayah tersebut mengalami kemcetan.

Khusus untuk data lalu lintas, apa yang akan disajikan MRDC berdasarkan perhitungan menggunakan algoritma perbandingan jumlah pixel yang merepresentasikan kendaraan, dengan pixel yang merepresentasikan jalan raya.

Perbedaannya dengan Google Maps dan aplikasi sejenis, seperti Waze, adalah sistem MRDC tersebut mengumpulkan data secara visual, sehingga dapat mengklasifikasi jenis kendaraan dan jumlah kendaraan yang lewat di jalan tersebut.

Selain itu, MRDC juga dilengkapi dengan fitur tambahan seperti pengukuran kecepatan angin, cuaca, temperatur, kelembaban, intensitas cahaya penerangan jalan, ultra violet, tingkat polusi di jalan, dan lainnya.

Khusus di Indonesia, permasalahan kemacetan merupakan masalah klasik yang menuntut penyelesaian dengan memberikan solusi jangka panjang. Selain diperlukan sistem sarana transportasi massal yang terukur, juga diperlukan pendataan terkait volume kendaraan yang melintas di jalan raya.

Data yang valid soal berapa banyak kendaraan yang melintas di jalan raya, diperlukan para pengambil kebijakan supaya dapat mengambil keputusan yang tepat. Di Indonesia, validitas data masih merupakan hal yang cukup bermasalah. Banyak data yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.



Pemutakhiran Data

Pengembangan robot pengumpul informasi perjalanan MRDC tersebut nantinya diharapkan mampu menjadi penyuplai data untuk para pengambil kebijakan khususnya untuk mengatasi kemacetan, dan perlunya efisiensi dalam menghadapi era industri 4.0 serta tantangan di masa mendatang.

"Pemerintah sangat membutuhkan data untuk mengambil kebijakan. Robot ini bisa mendata kendaraan secara kuantitatif selama 24 jam," kata Aditya.

Algoritma yang diterapkan pada MRDC tersebut bisa mengenali dimensi kendaraan sehingga bisa membedakan jenis-jenis kendaraan yang melintas. Dengan pembedaan jenis kendaraan tersebut, pemerintah akan lebih mudah dalam mengambil keputusan untuk menetapkan kebijakan.

Saat ini, perhitungan kendaraan yang ada masih menggunakan sistem manual. Dengan pengembangan yang dilakukan Politeknik Kota Malang tersebut, nantinya bisa menjadikan sistem perhitungan kendaraan yang dibutuhkan Dinas Perhubungan, pihak Kepolisian akan lebih mudah.

"Di Indonesia untuk pengembangan robot yang aplikatif dan bermanfaat bagi orang banyak itu masih belum banyak, kecuali pada sektor industri," kata Aditya.



Mobil tanpa pengemudi

Dalam pengembangan jangka panjang, keinginan dari para peneliti MRDC adalah, menggandengkan teknologi yang ada dalam robot tersebut dengan kendaraan pribadi. Di masa depan, bukan hal yang tidak mungkin, nantinya sebuah mobil bisa berjalan tanpa pengemudi, dan hanya diisi penumpang.

Menurut Aditya, kondisi tersebut di masa depan bukanlah hal yang tidak mungkin. Pengembangan MRDC untuk jangka panjang, juga akan mengakomodir kondisi tersebut dimana data yang diperoleh robot MRDC akan langsung tersambung dengan kendaraan pribadi seperti mobil.

Data yang dikumpulkan dari MRDC tersebut, dalam rencana jangka panjangnya akan langsung dikirimkan pada kendaraan. Kendaraan tersebut nantinya akan merespon dengan melakukan penyesuaian instrumen kendaraan seperti penutupan kaca jendela, peningkatan atau penurunan suhu di dalam mobil.

Salah satu contohnya adalah, saat kendaraan tersebut melintas suatu wilayah yang mengalami tingkat polusi udara cukup tinggi dengan kaca jendela terbuka, maka secara otomatis kaca tersebut akan menutup dan memberikan informasi kepada pengendara bahwa kualitas udara di luar mobil kurang baik.

Dunia teknologi memberikan masa depan yang tanpa batas, namun, tetap mengedepankan kepentingan umat manusia. Penelitian berbasis robotik sudah dimulai di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia sendiri tidak sedikit peneliti yang memiliki keahlian yang luar biasa.

Namun, penelitian yang dilakukan para peneliti tersebut akan sangat tidak berguna apabila tidak ada dukungan dari pemerintah. Dukungan tersebut bukan hanya sebatas pembiayaan penelitian, namun juga bagaimana menerapkan hasil penelitian itu dalam kehidupan masyarakat secara langsung, khususnya di Indonesia.*

Baca juga: Sejumlah pemimpin teknologi peringatkan bahaya senjata robotik


 

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018