Pontianak (ANTARA News) - Republik Kongo menjadikan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai referensi restorasi gambut.

"Kita sangat bersyukur karena Kalbar menjadi baromoter serta menjadi daerah referensi untuk restorassi lahan gambut bagi negara lain. Hal ini tentu membuktikan Kalbar menjadi perhatian dunia," kata Gubernur Kalbar, Sutarmidji di Pontianak, Senin.

Saat menyambut kedatangan Menteri Pariwisata dan Lingkungan Hidup Republik Kongo yang diwakili oleh Arlette Soudan-Nonault, di Kalbar, ia menyebutkan bahwa Kalbar memiliki 1,7 juta hektare lahan gambut.

Pada kesempatan itu juga, dia sempat bertanya kepada Arlette terkait makanan utama di Republik Kongo dan mendapatkan jawabannya bahwa makanan utamanya merupakan sejenis umbi-umbian.

Terkait hal itu, di Kalbar, sebagian lahan gambut ditanam talas yang mana bisa tumbuhan ini bisa ditanam di negara Republik Kongo.

"Tadi saya sempat bertanya makanan utama di sana (Republik Kongo), beliau katakan sejenis umbi-umbian. Nah di Pontianak ini ada satu tanaman umbi-umbian atau talas yang ditanam masyarakat sekitar lahan gambut di kedalaman enam meter yang mana bisa menghasilkan 20 sampai 25 ton per hektare, berharap tanaman talas bisa ditanam di negara Republik Kongo," jelasnya.

Tak hanya itu saja, Sutarmidji menambahkan tanaman Aloe vera (lidah buaya) di Indonesia sangat tumbuh baik di lahan gambut dan bisa dimanfaatkan untuk lahan gambut di negara sana.

"Tanaman Aloe Vera sangat tumbuh dengan baik terutama dekat dengan garis Khatulistiwa yang bisa tumbuh berkisar 2 hingga 3 kilogram, ini bisa dimanfaatkan warga negara Republik Kongo untuk memanfaatkan lahan gambut disana," katanya.

Dihadapan para perwakilan Republik Kongo, Sutarmidji sependapat yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Jokowi beberapa waktu yang lalu terkait penanganan lahan gambut itu harus dengan sekat kanal.

"Di Pontianak ada satu kawasan terutama di kecamatan Pontianak Utara disana banyak sekat kanal dan hampir tidak terjadi kebakaran di lahan gambut. Padahal disana lahan gambutnya bisa mencapai 11 hingga 12 meter per kawasan untuk lahan pertanian," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan Republik Kongo sangat patut bersyukur, karena air bakunya di sana di atas permukaan. Karena air baku tidak terinklusi dengan air gambut dan dapat dikonsumsi, sedangkan di Kalbar sendiri air bakunya di bawah permukaan.

"Saya juga sarankan Republik Kongo bisa menanam tumbuhan anggrek di lahan gambut agar bisa meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat di sana dengan memanfaatkan ekowisata," jelasnya.

Di tempat yang sama, Arlette Soudan-Nonault mengatakan restorasi gambut di Kongo itu dilakukan untuk melindungi hak masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam di area gambut, memelihara tata cara tradisional mereka dan mengimplementasikan prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa) dalam aktivitas bersama masyarakat lokal.

Dengan adanya restorasi gambut tersebut, akan membantu mereka dalam memanfaatkan lahan gambut secara berkelanjutan dan mengembangkan metode yang tidak merusak lahan. Mereka juga menegaskan komitmen untuk melawan perubahan iklim dan mempromosikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan sebagai prioritas utama.

"Jadi dengan adanya perubahan iklim di tempat kami (Republik Kongo), dua negara mengumumkan persetujuan kolaborasi lintas batas negara demi melestarikan masa depan gambut alami yang berharga ini dan manfaat ekosistemnya, dengan keterlibatan komunitas dan para pemangku kepentingan setempat," katanya.

Mereka juga berkomitmen mengembangkan dan mempromosikan model penggunaan lahan yang mendukung pengelolaan gambut berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi komunitas lokal di lanskap Lac Tl/Lac Tumba dan juga berupaya mentransformasikan pertumbuhan ekonomi.

Pihaknya juga akan memastikan pengembangan yang inklusif dan berkelanjutan dengan tujuan menghapuskan kemiskinan yang ekstrem dan memperbaiki kehidupan populasi lokal dengan memanfaatkan peluang teknologi, teknis, finansial dan manusia juga peluang yang diberikan oleh ekonomi hijau dan ekonomi biru.

"Pertemuan ini merupakan sangat penting bagi negara kami (Republik Kongo). Jadi kami juga melakukan perjanjian tripartit antara Indonesia, Republik Demokratik Kongo dan Republik Kongo untuk penanganan lahan gambut dan reservasinya," katanya.*


Baca juga: Pakar Jerman: Indonesia ungguli restorasi gambut Eropa

Baca juga: BRG klaim gambut terintervensi minim titik panas


 

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018