Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Jambi non-aktif Zumi Zola mengakui pemberian uang ke anggota DPRD Jambi sebagai uang "ketok palu" APBD 2017 dan 2018 sepengetahuan dirinya.

"(Pemberian) atas sepengetahuan saya. Untuk APBD 2017 saya mengetahui karena didatangi Kusnindar (anggota DPRD Jambi), beliau sampaikan 'Pak Gub, ada 8 orang DPRD yang belum terima 100 persen. Saat itu saya koordinasi dengan Pak Apif, saya katakan uang tidak ada ini, minta bantuan dari teman-teman kontraktor secara bertahap," kata Zumi Zola dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Zumi Zola Zulkifli didakwa menerima gratifikasi Rp40,477 miliar ditambah 177,3 ribu dolar AS (sekira Rp2,594 miliar) serta 100 ribu dolar Singapura (sekira Rp1,067 miliar) sehingga totalnya mencapai Rp44,138 miliar dan mobil Alphard serta menyuap anggota DPRD Jambi senilai Rp16,49 miliar.

Apif adalah bendahara tim sukses pemilihan Gubernur Jambi sekaligus sebagai asisten pribadi Zumi Zola yang salah satu tugasnya adalah mencari dana untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan Zumi serta keluarganya diantaranya meminta agar Apif menyelesaikan utang Zumi selama kampanye gubernur dan memperhatikan adik Zumi yaitu Zumi Laza yang akan dicalonkan sebagai Wali Kota Jambi.

"Tapi saya tidak tahu berapa yang akhirnya terkumpul di Apif," tambah Zumi.

Zumi mengaku meminta Apif bicara dengan anggta DPD dan Apif melaporkan bahwa anggota DPRD Jambi tetap meminta uang ketok palu.

"Saya kaget dan emosi uang dari mana? Setiap anggota minta Rp200 juta dan pimpinan minta lebih, ditambah ketua fraksi juga minta dalam jumlah besar. Saya sampaikan ke Apif mereka bisa kontak dewan, karena kondisinya tidak ada uang," tambah Zumi.

"Kenapa Anda mau? Kan bisa pakai APBD lama?" tanya hakim.

"Iya salah saya yang mulia," ungkap Zumi.

Zumi pun sempat menceritakan itu ke orang tuanya Zulkifli Nurdin yang juga mantan Gubernur Jambi.

"Mereka (anggota DPRD) minta proyek karena selama ini susah ketemu saya. Lalu orang tua saya mengatakan itu harus ditolak mentah-mentah. Katanya permintaan itu jangan dipenuhi," tambah Zumi.

Meski Apif berupaya melakukan negosiasi dengan anggota DPRD namun hal itu tidak berhasil sehingga Zumi mengaku banyak dikecam oleh anggota DPRD. Belum lagi Zumi mendapat permintaan dari tim sukses (timses) untuk mendapatkan proyek padahal proyek-proyek di Jambi sudah ditetapkan pelaksananya.

"Saya banyak dihujat, didemo, tidak tau terima kasih. Saya anggap itu risiko saya. Sampai saya buat pernyataan saya menjadi gubernur bukan karena tim sukses, kemudian datang permintaan dari DPR makin pusing saya, kalau mau dapat uang dari mana pun saya tidak tahu dari mana, dari kontraktor pun saya membatasi," jelas Zumi.

Belakangan Zumi baru mengetahui bahwa sejumlah kontraktor yang memberikan uang adalah kontraktor yang sudah memiliki proyek pada masa gubernur sebelumnya. 

"Saya dapat laporan dari Apif memang kadisnya saat itu masih pemerintahan terdahulu. Saya takut menjawab karena takut disandera. Setelah Dody (Irawan) diganti, saya cek betul tidak dari kadis lama seperti itu atau ini ada permainan. Ternyata betul sudah ada nama-namanya diambil untuk pemerintah sebelumnya. Jadi saya pikir mau apalagi," tambah Zumi.

Dalam dakwaan disebutkan Apif menemui pimpinan DPRD dan menyepakati besaran uang ketok palu masing-masing anggota DPRD sejumlah Rp200 juta yang diserahkan secara bertahap sedangkan besaran untuk pimpinan yaitu Cornelis Buston sejumlah Rp1 miliar, Abdulrahman Ismail Syahbandar sejumlah Rp600 miliar, Chumaidi Zaidi sejumlah Rp650 juta serta Zeerman Manap sehingga seluruhnya mencapai Rp15,4 miliar.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018