Kuta, Bali  (ANTARA News) - Para peneliti dan akademisi yang tergabung dalam Masyarakat Riset Material (MRS) mendorong pengembangan inovasi teknologi dan material untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan aspek ramah lingkungan.

"Kami berdiskusi untuk teknologi masa depan yakni industri 4.0," kata Presiden MRS Indonesia Prof Evvy Kartini ditemui dalam Konferensi Internasional Asia ke-19 Perhimpunan MRS Internasional di Kuta, Bali, Rabu.

Menurut peneliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) itu salah satu inovasi ramah lingkungan yang berpotensi besar dikembangkan di Indonesia yakni kendaraan elektrik dengan energi baru terbarukan berupa energi matahari.

Material yang digunakan, kata dia, menggunakan baterai litium yang diteliti dengan karakterisasi atau pengukuran menggunakan teknologi nuklir.

Kendaraan elektrik itu memanfaatkan daya dari energi matahari yang tersimpan di dalam "solar rod" dan dapat diisi ketika kendaraan sedang berjalan.

"Beberapa negara yang memiliki itu baru tahun ini di China dan kenapa tidak di Indonesia?  Indonesia juga bisa memulai riset itu dan bisa jadi `pioneer` di antara negara Asia lainnya," ucapnya.

Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot S Wisnubroto mengatakan pihaknya sudah mengembangkan beberapa teknologi baru berbasis aplikasi nuklir, salah satunya "smart magnet" yang bisa diaplikasikan untuk TNI Angkatan Laut.

Dengan teknologi magnet pintar itu, kapal TNI AL tidak bisa terdeteksi radar dan saat ini teknologi itu siap diproduksi secara massal.

Sementara itu Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sri Adiningsih yang membuka konferensi itu mengharapkan forum tersebut dapat menghasilkan rencana kerja dan aksi konkrit untuk membantu merealisasikan pembangunan berkesinambungan yang ramah lingkungan.

Pemerintah, kata dia, sudah memiliki komitmen mengurangi gas emisi kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030 sesuai dengan Kesepakatan Paris.

Implementasinya, lanjut dia, juga didukung oleh dunia usaha dengan adanya audit kepedulian terhadap lingkungan seperti pemanfaatan energi baru terbarukan, pengurangan plastik dan inovasi ramah lingkungan lainnya.

"Saya berharap bagaimana `green` teknologi itu bisa dihasilkan dari seminar ini yang bisa menjadi komitmen masyarakat material sains agar mendukung pembagunan berkelanjutan dan ikut mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi kerusakan lingkungan," katanya.

Indonesia menjadi tuan rumah konferensi internasional ke-19 yang dihadiri 200 partisipan dan 40 pembicara dari 20 negara yang berlangsung selama sehari. Para pembicara itu merupakan para ahli dari berbagai bidang di antaranya energi, kesehatan, lingkungan dan aplikasi nuklir. 

Baca juga: Industri kendaraan ramah lingkungan China berkembang cepat
Baca juga: Nyepi tanpa radio-televisi wujud industri ramah lingkungan


 

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018