Pekanbaru (ANTARA News) - Kumpulan ahli gempa yang tergabung dalam Pusat Studi Gempa Bumi Nasional mengusulkan agar di daerah bencana di Kota Palu dan sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tengah dibangun museum likuifaksi, gempa bumi dan tsunami.

"Palu ini bisa jadikan sebagai museum kebencanaan geologi karena di situ sangat lengkap fenomenanya. Ada jalur gempa, tsunami, dan likuifaksi. Kita usulkan di wilayah jalur gempa yang utamanya itu dihijaukan dan dijadikan museum," kata pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Danny Hilman Natawidjaja, pada diskusi tentang gempa bumi Palu-Donggala di Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-47 Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), di Pekanbaru, Riau, Kamis.

Ia mengatakan pembuatan museum di daerah bencana bukan hal baru bagi Indonesia karena di Provinsi Aceh ada museum tsunami.

Museum di Sulteng diharapkan bisa jadi pengingat dan pembangkit kearifan lokal tentang mitigasi bencana yang sudah dilupakan.

"Apalagi, bencana di Sulteng sangat fenomenal di dunia. Kalau dari proses terjadinya gempa, tsunami dan likuifaksi (Sulteng) kemungkinan saat ini adalah satu-satunya yang terjadi di dunia, komplet dan spektakuler fenomenanya," kata Danny.

Bencana gempa bumi bermagnitudo 7,4 SR memicu tsunami dan likuifaksi telah meluluhlantakkan Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala. Sedikitnya ada 2.000 korban jiwa, dan memaksa puluhan ribu warga mengungsi.

Hingga kini total korban yang berhasil dievakuasi oleh Tim Basarnas sebenyak 957 orang, terdiri dari 86 selamat dan 871 meninggal dunia.

Ia mengatakan lokasi museum harus disesuaikan dengan rencana pemerintah di area sesar Palu Koro aktif yang akan dihijaukan karena sangat rawan.

Modelnya, ia mencontohkan, museum utama  didirikan di Palu dan kemudian ada titik-titik objek lainnya seperti di Petobo dan Baraloa.

"Adanya kapal yang terdampar di antara rumah warga akibat tsunami, jadi itu bisa saja dipertahankan sebagai bagian museum. Kita sekarang berkejaran dengan waktu karena pemerintah di sana juga sedang membersihkan lokasi," katanya.

Asisten Deputi Infrastruktur Pertambangan dan Energi Kemenko Kemaritiman, Yohannes Yudi Prabangkara, menyatakan rencana museum bencana di Sulteng akan sangat bermanfaat untuk pengajaran ke masyarakat agar menyadari pentingnya kearifan lokal tentang kewaspadaan bencana geologi yang sudah dilupakan.

"Kalau bangunan fisik seperti (museum) Aceh yang selalu dilihat akan mengingatkan kembali, barangkali bisa tertanam di dalam pikiran kita untuk menyelaraskan kehidupan kita dengan kondisi alam yang ada," ujar Yohannes.

Namun semua itu harus dibarengi dengan peningkatan teknologi mitigasi bencana dan agar semua pihak bersedia menjaganya, ujarnya.

"`Buoy` banyak dipasang BPPT di tengah laut untuk peringatan dini potensi tsunami. Tapi karena belum masuk ke budaya kita, ada yang kurang paham, lalu mereka merusak `buoy` itu. Dipotong, diangkut dan buat mainan di pantai. Mereka tak tahu pentingnya alat itu untuk menyelamatkan hidup mereka," katanya.

Ketua IAGI, Sukmandaru Prihatmoko, menambahkan hasil pembahasan selama tiga hari pertemuan ilmiah tahunan IAGI akan berupa rekomendasi yang dibukukan supaya bisa diimplementasikan oleh pemerintah.

Pertemuan yang dihadiri oleh 650 peserta anggota IAGI itu membahas 230 makalah penelitian.

Ia juga mengatakan bahwa IAGI terus mendorong agar Pemerintah Indonesia memasukkan edukasi tentang mitigasi bencana ke dalam kurikulum pendidikan nasional, sebagai upaya meningkatkan kesadaraan masyarakat tentang bencana.


Baca juga: DMI bangun 100 masjid semipermanen pascagempa Palu
Baca juga: Kunjungi Sigi, Menteri Rini pastikan 550 hunian sementara telah dibangun BUMN


 

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018