Pasar sekarang akan melihat ke produsen OPEC dan non-OPEC untuk mengendalikan produksi
New York (ANTARA News) - Harga minyak merosot pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB) melanjutkan penurunan baru-baru ini setelah produksi minyak mentah AS melonjak capai rekor lain dan persediaan domestik naik lebih besar dari yang diperkirakan.

Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan persediaan minyak mentah domestik naik 5,8 juta barel pada pekan terakhir, lebih dari dua kali lipat ekspektasi para analis.

Produksi minyak mentah mencapai 11,6 juta barel per hari, rekor mingguan, meskipun angka mingguan dapat berubah-ubah. Data bulanan terbaru untuk Agustus menunjukkan produksi secara keseluruhan mencapai lebih dari 11,3 juta barel per hari.

Minyak mentah AS berjangka, West Texas Intermediate (WTI), turun 54 sen AS menjadi menetap di 61,67 dolar AS per barel, hampir 20 persen di bawah penutupan puncak 76,41 dolar AS per barel pada awal Oktober.

"Pasar belum membuktikan bahwa itu dapat menahan reli, sehingga suasana jangka pendek masih sangat negatif," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group di Chicago seperti dikutip Reuters.

Minyak mentah Brent, patokan global, menetap turun enam sen AS menjadi 72,07 dolar AS per barel, bangkit dari terendah sesi pasca laporan EIA, karena dukungan dari laporan sebelumnya bahwa Rusia dan Arab Saudi sedang membahas apakah akan memangkas produksi minyak mentah tahun depan.

Sementara ekspor minyak Iran diperkirakan akan jatuh setelah sanksi-sanksi AS mulai berlaku pada Senin (5/11), laporan dari OPEC dan peramal lainnya telah mengindikasikan pasar minyak global dapat mengalami surplus pada 2019 karena melambatnya permintaan.

Juga, Amerika Serikat memberikan keringanan sanksi-sanksi Iran kepada delapan negara yang mengimpor minyak mentah negara itu.

Baca juga: Presiden Iran: Sanksi "kejam" AS tak akan hentikan ekspor minyak Iran

"Pasar sekarang akan melihat ke produsen OPEC dan non-OPEC untuk mengendalikan produksi, karena AS telah memberikan delapan negara keringanan dari sanksi, yang pada dasarnya menambah pasokan," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.

Rusia dan Arab Saudi, produsen utama dalam aliansi pimpinan OPEC, memulai pembicaraan bilateral tentang kembali ke pemotongan produksi tahun depan,  kantor berita TASS Rusia melaporkan, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.

Pada Juni, kelompok produsen memutuskan untuk mengendurkan pembatasan produksi yang telah berlangsung sejak 2017, menyusul tekanan dari Presiden AS Donald Trump.

Analis mengatakan negara-negara itu mungkin lebih bersedia untuk memangkas produksi sekarang setelah pemilihan paruh waktu AS berakhir. Trump, yang partai Republik-nya berjuang untuk mempertahankan kendali kongres, telah mengeluhkan harga bensin yang lebih tinggi.

"OPEC merasakan tekanan Trump tetapi produsen-produsen mengambil tindakan dengan pemikiran bahwa mereka hanya perlu melewati pemilu AS," kata Joe McMonigle, analis di Hedgeye di Washington, dalam catatan Rabu. "Kami berharap untuk mulai mendengar komentar publik dari para menteri OPEC akhir pekan ini tentang penarikan kembali produksi."

Sebuah komite para menteri yang terdiri dari beberapa anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya akan bertemu pada Minggu (11/11) di Abu Dhabi untuk membahas prospek untuk 2019.

Baca juga: Dolar bangkit menguat setelah pemilu sela AS
 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018