Jakarta (ANTARA News) - Saat ini 30 persen iklan obat bebas yang ditayangkan di berbagai media tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pedoman periklanan obat bebas dan suplemen makanan. "Kita selalu memantau. Saat ini 30 persen yang tidak sesuai ketentuan, paling banyak iklan obat tradisional," kata Drs. Bambang Dwiatmoko, M Biomed, Kepala Subdit Surveilan Keamanan Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta, Senin. Berbicara dalam Pelatihan Dasar Jurnalistik Kesehatan, ia menjelaskan, kepada pelaku pelanggaran, BPOM hanya bisa memberikan teguran dan peringatan karena tidak memiliki dasar hukum untuk mengenakan sanksi. Ketentuan mengenai pedoman periklanan obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan minuman dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994, katanya, tidak memuat aturan pengenaan sanksi. "Dasar hukumnya tidak ada, jadi kami tidak bisa memberikan sanksi. Paling hanya teguran, peringatan pertama, peringatan kedua dan peringatan ketiga. Dan supaya peringatan itu diindahkan Kepala Badan membuat kebijakan untuk mempersulit pengurusan ijin para pelaku pelanggaran," katanya. Padahal, menurut Armen Muchtar dari Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, informasi kesehatan yang salah bisa merugikan konsumen. Informasi kesehatan komersial yang salah atau tidak tepat, katanya, dapat membuat konsumen terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan yang benar, mengakibatkan kemubaziran dan dapat mengancam jiwa konsumen. Armen mencontohkan, pada awal 19960-an di seluruh dunia terjadi kelahiran anak cacat phocomelia dari ibu yang sewaktu hamil muda mengonsumsi obat muntah thalidomide. Obat tersebut tidak mencantumkan kontraindikasi pada ibu hamil. Guna mencegah dampak buruk promosi obat, kata dia, harus dilakukan pemantapan sistem pelayanan yang melindungi konsumen, pemberlakuan aturan tentang ijin penyiaran iklan kesehatan dan pengenaan denda bagi pelanggar aturan promosi obat. Terkait dengan hal itu, Bambang menjelaskan, guna memastikan pengenaan sanksi bagi pelaku pelanggaran penayangan iklan obat dan suplemen makanan sejak tiga tahun yang lalu pihaknya telah membuat dan mengajukan draf revisi aturan mengenai pedoman periklanan obat bebas dan suplemen makanan. "Kita sudah membuat draf revisi yang memuat aturan pengenaan sanksi seperti pencabutan ijin edar produk. Masih menunggu ditandatangani supaya bisa diberlakukan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007