kalau mereka terbukti melanggar Pasal 280 Ayat (3) UU Pemilu, terancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta
Semarang (ANTARA News) - Calon anggota legislatif maupun pasangan calon presiden/wakil presiden beserta tim suksesnya perlu menjaga netralitas aparatur sipil negara dengan tidak melibatkan mereka selama masa kampanye yang akan berakhir 13 April 2019.

Siapa saja yang dimaksud aparatur sipil negara (ASN) itu? Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menerangkan bahwa "aparatur sipil negara" adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Netralitas mereka pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 merupakan keharusan. Jika tidak, bakal berujung pada sanksi administrasi dan pidana. Hal ini tidak perlu terjadi, apalagi mereka menjadi tulang punggung keluarga.

Oleh karena itu, ASN harus taat dan patuh serta mengindahkan netralitasnya sebagai bentuk implementasi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan UU No.7/2017 tentang Pemilu, kata Ketua Harian DPD I Partai Golkar Jateng H.M. Iqbal Wibisono.

Agar ASN tidak menjadi bagian dari masalah dan tidak dianggap pelanggar undang-undang, menurut Iqbal, semestinya Pemerintah atau organisasi yang mewadahi PNS, seperti Korpri dan PGRI, harus memberikan sosialisasi secara intensif tentang netralitas ASN kepada aparaturnya.

ASN sebagai abdi negara dan abdi masyarakat harus menjaga netralitas. Mereka tidak diperbolehkan terlibat langsung dalam politik praktis atau dukung-mendukung calon anggota legislatif maupun kontestan Pemilu Presiden 2019.

Jika mereka tetap menjaga kenetralan, kemungkinan kecil terjadi dugaan pelanggaran ketidaknetralan ASN dalam Pemilu 2019 di Jawa Tengah, sebagaimana rilis yang disampaikan anggota Bawaslu Provinsi Jateng Muhammad Rofiuddin kepada Antara, Senin (12/11).

Menurut Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Provinsi Jateng itu, sejak masa kampanye 23 September 2018 hingga sekarang sudah ada delapan kasus dugaan pelanggaran ketidaknetralan ASN di beberapa kabupaten/kota di daerah ini.

Dari dugaan pelanggaran itu, empat kasus di antaranya dinyatakan sudah terbukti adanya pelanggaran UU ASN, sedangkan empat kasus lainnya masih dalam penanganan. Selain soal netralitas ASN, ada juga lima kasus dugaan penggunaan fasilitas pemerintah untuk kegiatan politik.




Rekomendasi Bawaslu

Untuk empat kasus ketidaknetralan ASN yang terbukti, Bawaslu merekomendasikan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) agar ASN bersangkutan diberi sanksi. Dari empat yang sudah direkomendasikan, KASN baru mengeluarkan sanksi untuk seorang ASN di Kabupaten Brebes.

Empat kasus ketidaknetralan ASN yang masih dalam penanganan, kini sedang diusut dugaan pelanggaran pidana pemilu yang ditangani oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) di masing-masing kabupaten/kota.

Kasus ketidaknetralan ASN yang dinyatakan sudah terbukti itu, kata Rofiuddin, terjadi dalam berbagai peristiwa. Misalnya di Brebes, ada seorang ASN guru mem-"posting", "caption", dan pembagian kiriman di lini masa akun media sosial yang kontennya mengarah ke dukungan politik praktis tertentu.

Kasus di Klaten, seorang ASN terlibat dalam acara deklarasi pemenangan salah satu calon anggota legislatif. ASN tersebut sudah diperiksa Bawaslu Kabupaten Klaten. ASN itu mengakui secara terbuka mendukung salah satu pasangan calon presiden/wakil presiden.

Selanjutnya, di Sukoharjo, ada ASN yang terlibat dalam acara kegiatan kampanye yang diadakan salah satu partai politik. Berikutnya, di Boyolali, seorang ASN mengajak untuk memilih calon anggota legislatif tertentu dalam acara pertemuan rutin Ikatan Guru TK (IGTK) kecamatan.

Sementara itu, dugaan pelanggaran ASN yang masih dalam pengusutan, antara lain, dua kasus ASN di Purworejo. Ada dugaan seorang pejabat melakukan tindakan menguntungkan politik tertentu dengan cara membuat grup WhatsApp, fasiitasi tempat pertemuan, dan mengadakan rapat untuk mendukung salah satu calon anggota DPR RI.

Seorang ASN di Kota Salatiga diduga terlibat dalam pembuatan dan pemasangan iklan untuk salah satu calon anggota DPR RI.

Kasus lain yang hingga sekarang masih ditangani Bawaslu terkait dengan dugaan tindak menguntungkan seorang pejabat negara dengan cara ada alat peraga kampanye (APK) dipasangi fotonya karena anaknya ikut mencaleg. Kejadian ini terjadi di Wonosobo.

Salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netralitas. Setiap pegawai ASN tidak boleh berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun. Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik, kata Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Provinsi Jateng Rofiuddin.




Larang Buat Keputusan

Rofiuddin mengingatkan para pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa Kampanye.

Mereka juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Larangan itu meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Selain kasus ketidaknetralan ASN, jajaran Bawaslu di Jateng menemukan pula dugaan pelanggaran di Purworejo, Sukoharjo, Kabupaten Magelang, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Demak.

Di Purworejo, ditemukan kasus dugaan pelanggaran kampanye pemilu pada kegiatan reses anggota legislatif. Kegiatan reses yang harusnya untuk menyerap aspirasi, kata Rofiuddin, malah untuk kampanye.

Di Sukoharjo, ditemukan adanya mobil dinas pelat merah untuk menjemput seorang caleg dan mobil tersebut diparkir di lokasi kampanye.

Temuan di Kabupaten Magelang, kasus dugaan pelanggaran penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik yang dilakukan oleh seorang caleg. Dugaan pelanggaran serupa juga terjadi di Kota Pekalongan dan Demak.

Bawaslu Provinsi Jateng tak henti-hentinya mengingatkan ASN agar selalu menjaga sikap netral dalam Pemilu 2019. Sesuai amanat UU Pemilu dan UU ASN, para abdi negara itu tidak boleh terlibat dalam politik praktis.

Jika ASN nekat tidak netral, bisa dikenai sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Misalnya, kalau mereka terbukti melanggar Pasal 280 Ayat (3) UU Pemilu, terancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.*


Baca juga: ASN diingatkan menjaga independensi dalam pemilu

Baca juga: Dua pegawai Pemkot Pariaman kena sanksi karena tak netral dalam pilkada




 



 

Pewarta: Kliwon
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018