Jakarta (ANTARA News) - Dewasa ini kerap digelar acara pemberian penghargaan kepada perusahaan-perusahaan yang dinilai telah menjalankan program CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan yang terbaik.

Namun tidak ada yang menyangka untuk menjalankan program ini bukanlah perkara mudah, setidaknya bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini menjadi pelanggan meraih penghargaan.

Masih ada anggapan bagi sejumlah perusahaan untuk menjalankan program CSR itu menjadi beban. Sehingga perusahaan-perusahaan yang selama ini terpilih meraih penghargaan atas program CSR yang dijalankan dianggap sebagai perusahaan dengan kinerja keuangan terbaik.

Namun yang menjadi pertanyaan saat ini apakah benar ada korelasi antara perusahaan dengan kinerja keuangan yang meningkat dengan kualitas program CSR yang dijalankan. Bagaimana halnya dengan perusahaan kecil atau bahkan kalau perusahaan itu kerap tidak pernah meraih laba apakah tidak perlu menjalankan program CSR.

Praktisi di bidang bisnis yang juga menjabat sebagai CEO sejumlah perusahaan, Mas Achmad Daniri, saat menjadi juri penghargaan CSR pernah berpesan program CSR dinilai berhasil kalau terciptanya share value yang artinya program tersebut harus dapat memberikan ragam manfaat bagi komunitas yang dituju.

Memang awalnya belum ada tolok ukur baku untuk menentukan keberhasilan program CSR. Meskipun saat ini untuk menentukan keberhasilan program CSR dapat mengacu kepada ISO 26000 yang di dalamnya terdapat poin-poin keterlibatan perusahaan di lingkungan tempatnya berdomisili.

Tolok ukur ini yang seringkali dipakai lembaga-lembaga yang kredibel yang sering dipergunakan untuk menilai program CSR perusahaan seperti Komite Nasional Kebijakan Governance/ KNKG, Masyarakat CSR Indonesia, SGL Management, Asia Business Research Center, Mitra Bhadra Consulting, Yayasan PAKEM, PPM Manajemen, Alvara, Indonesia CSR Society, Dwika Consulting, Sinergi Daya Prima, dan Solusi Kinerja Bisnis.

Di dalam ISO 26000 terdapat aplikasi SR (Social Responsibility) Indeks. Berdasarkan indeks ini maka setiap perusahaan dapat mengukur tingkat adopsi program CSR yang dijalankan apakah sudah sesuai dengan ketentuan ISO 26000.

Terdapat 253 pertanyaan yang dipersyaratkan atau menjadi ketentuan dalam SR Indeks. Skor maksimal SR Index yang dapat diraih adalah 759. Dengan mengukur SR Indeksnya, maka perusahaan peserta dapat mengukur Indeksnya serta meningkatkannya dari waktu ke waktu.




Ragam program

Meskipun program CSR sudah sering dijalankan diberbagai perusahaan akan tetapi masih banyak perusahaan yang belum menjalankannya sebagai program yang berkala dan berkesinambungan, bahkan ada yang menganggapnya sebagai program bagi-bagi hadiah saja.

Padahal kegiatan CSR ini dapat disinergikan dengan program pemerintah khususnya program pemberdayaan sosial dan pengentasan kemiskinan.

Banyak persoalan sosial kemasyarakatan yang dapat dibantu penyelesaiannya melalui program-program CSR. Pemerintah akan dengan senang hati, untuk berdialog, berdiskusi, dan merumuskan sinergi dan kolaborasi CSR, untuk membantu pembangunan bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.

Perusahaan dapat ikut membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup di masyarakat, maka sebaiknya pendekatan CSR dilakukan dengan menggunakan pendekatan CSV (Creating Shared Value).

Program CSR tidak hanya dilakukan dalam bentuk memberi bantuan ketika ada permasalahan sosial, namun kehadiran CSR perusahaan lebih berperan sebagai solusi atas permasalahan sosial tersebut. Jadi, perusahaan menjadi solusi atas penyelesaian masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup, melalui pendekatan bisnis, bukan sekadar memberikan bantuan sosial atau sumbangan, jelas dia.

Kalau mengacu pada hasil pengisian aplikasi SR Index, sektor tambang, energi, dan perbankan, memiliki SR Index tertinggi, dibanding sektor lainnya.

Kemudian dari aspek tata kelola CSR data menunjukkan angkanya masih relatif rendah. Masih sedikit perusahaan yang sudah melakukan due diligence terkait pemetaan sosial. Perumusan tanggung jawab sosialnya belum banyak dilakukan secara baik.

Sebagian perusahaan sudah melakukan perecanaan CSR dengan baik. Kebanyakan perusahaan sudah melakukan pengukuran indikator output (jumlah), tetapi belum banyak yang mengukur indikator dampaknya ke masyarakat.

Indikator manfaat untuk internal perusahaan juga banyak yang tidak diukur, karena banyak perusahaan yang belum memiliki KPI dan indikator dampak ke internal perusahaan. Gambaran ini menunjukkan perusahaan masih perlu mengenali peluang dan tantangan lingkungan sosial, ekonomi di lingkungan bisnis perusahaan, kemudian diselaraskan dengan strategi bisnis untuk membangun keunggulan perusahaan.



Implementasi berbeda

Meskipun alat ukur untuk menentukan keberhasilan program CSR sudah ada dan sudah lazim dipergunakan untuk memberikan penilaian apakah perusahaan sudah menjalankannya dengan baik. Namun implementasinya di lapangan ternyata berbeda-beda sesuai dengan kepentingan perusahaan di lingkungan sekitarnya.

Seperti dijalankan Prudential Indonesia yang berpendapat keberhasilan program CSR itu sangat ditentukan terhadap kesinambungan program tersebut dijalankan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Program dinilai tidak akan berhasil apabila hanya dijalankan saat itu tanpa masyarakat aktif terlibat dan menjalankannya.

Saat ini memang sudah ada pergeseran dari kegiatan CSR di lapangan. Banyak perusahaan yang lebih memilih untuk menyertakan masyarakat agar program itu dapat terus bergulir. Dengan demikian selain program CSR saat ini juga muncul program baru yang disebut sebagai investasi sosial (social investment). Dengan demikian perusahaan tidak sekedar investasi dibidang komersial tetapi juga dibidang sosial (masyarakat dan lingkungannya).

Program CSR atau SI bisa berjalan dan tepat pada sasaran sangat erat kaitannya dengan seberapa aktif perusahaan melakukan pendekatan tidak saja kepada masyarakat, tetapi juga kepada pemerintah pusat, atau kepada pemerintah daerah.

Kerja sama dengan pemerintah sangatlah penting sebagai gambaran untuk menjalankan program di daerah teringgal, berarti harus bersinergi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Teringgal, dan Transmigrasi minimal agar program yang dijalankan dapat tepat sasaran sesuai dengan data desa yang masuk dalam program 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal).

Kemudian agar program itu dapat berjalan tentunya perusahaan tidak mungkin untuk masuk begitu saja dalam lingkungan masyarakat. Koordinasi dengan pemerintah daerah minimal sampai tingkat desa/ lurah mutlak dilaksanakan, serta yang lebih penting lagi menggandengn tokoh masyarakat untuk dijadikan agen perubahan.

Program awal yang harus dilaksanakan tentunya identifikasi masalah yang ada di desa tersebut. Infrastruktur apa saja yang dibutuhkan di desa/ kelurahan tersebut agar dapat keluar dari 3T. Pembangunan infrastruktur itu tentunya kembali melibatkan masyarakat tujuannya agar mereka merasa untuk memiliki dan tentunya ke depan akan memelihara dan menjalankannya.

Serta yang paling penting program pemberdayaan masyarakat. Tentunya dalam tahap awal adalah mengidentifikasi kualifikasi masyarakat yang dimilikinya. Kalau masyarakat setempat terbiasa untuk bertanam kopi, maka harus diihat kendalanya apakah perlu dukungan pemasaran, pemanfaatan teknologi, serta aspek lainnya.

Pendidikan menjadi kunci agar program CSR itu dapat berangsung terus di suatu daerah. Melalui pendidikan maka masyarakat yang ditunjuk sebagai agen perubahan dapat mulai membangun desa/ kelurahan dengan bekal pelatihan yang sudah diterimanya, dengan demikian program tersebut akan terus berlanjut dan peran serta perusahaan dirasakan.

Sebagai gambaran apabila di desa tersebut minim fasilitas kesehatan maka disamping dibangunkan Puskesmas juga harus dipikirkan tenaga kesehatan yang ada di dalamnya. Minimal mampu memberikan rujukan untuk ke rumah sakit terdekat apabila memang ada kasus-kasus yang sulit untuk ditangani.

Dengan demikian setelah aktivitas perusahaan tersebut telah berakhir di lingkungan tersebut bukan berarti program CSR itu berhenti. Namun dilanjutkan oleh masyarakat yang ada di lingkungan tersebut sehingga desa/ kelurahan itu berhasil terlepas dari predikat 3T.*


Baca juga: Cirebon Power kembangkan Rumah Terasi dukung UMKM

Baca juga: Astra targetkan 300 desa sejahtera pada 2018




 



 

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018