Kementerian Perdagangan menilai sangat penting untuk ikut serta dalam pameran yang yang diikuti lebih dari 130 negara peserta pameran yang mendatangkan lebih dari 150 ribu pengunjung, karena di situ akan banyak diketahui potensi produk dan jasa Indon

Jakarta, (ANTARA News) - Indonesia baru saja mengakhiri keikutsertaan pameran dagang importir terbesar di dunia "The 1st China International Import Expo" (CIIE) di Shanghai, China, pada 5-10 November 2018.

Sebanyak 32 perusahaan Indonesia menampilkan berbagai produk dan jasa seperti produk makanan dan minuman, produk kesehatan, sarang  burung, minyak sawit dan turunannya, biodiesel, mebel, kertas, biji plastik daur ulang, potensi investasi dan pariwisata, serta jasa tur dan perjalanan.

Kementerian Perdagangan menilai sangat penting untuk ikut serta dalam pameran yang yang diikuti lebih dari 130 negara peserta pameran yang mendatangkan lebih dari 150 ribu pengunjung, karena di situ akan banyak diketahui potensi produk dan jasa Indonesia.

Timbul pertanyaan untuk apa Indonesia ikut pameran CIIE tersebut padahal selama ini China sudah menjadi tujuan ekspor utama nonmigas Indonesia mengungguli ekspor nonmigas ke Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara di Eropa.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor nonmigas Indonesia ke China terus naik dari 13,26 miliar dolar AS pada 2015 menjadi 15,12 miliar dolar AS pada 2016, dan pada 2017 naik menjadi 21,35 miliar dolar AS.

Sementara impor nonmigas Indonesia dari China juga cenderung meningkat, yaitu dari 29,22 miliar dolar AS pada 2015 menjadi 30,69 miliar dolar AS pada 2016, dan pada 2017 menjadi 25,05 miliar dolar AS.

Jika dilihat dari neraca perdagangan maka Indonesia dalam tiga tahun terakhir (2015-2017) selalu mengalami defisit yaitu 15,96 miliar dolar AS pada 2015, 15,57 miliar dolar AS pada 2016, dan 14,16 miliar dolar AS pada 2017.

Dalam sembilan bulan pertama 2018 (Januari-September) ekspor nonmigas Indonesia ke China sebesar 18,52 miliar dolar AS, naik dibanding periode sama tahun sebelumnya 14,60 miliar dolar AS.

Demikian juga impor nonmigas, juga naik menjadi 32,48 miliar dari AS dari 25,05 miliar dolar AS. sehingga dalam sembilan bulan pertama 2018 Indonesia defisit 13,96 miliar dolar AS.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan saat ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke China, setelah Presiden China Xi Jinping berjanji mereformasi ekonomi negaranya.

Keinginan Mendag Enggar itu disampaikan setelah dirinya mendengar Presiden Xi Jinping sampaikan ingin betul-betul mereformasi ekonomi, menyederhanakan perizinan dagang serta jaminan investasi. Presiden Xi Jinping mengatakan itu saat membuka CIIE 2018.

Mendag mengatakan, keseriusan China membuka produk impor juga disampaikan Presiden Xi yang akan lebih memperhatikan masalah hak kekayaan intelektual, yang selama ini sering dipermasalahkan sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Bagi Indonesia, adanya CIIE harus benar-benar dimanfaatkan agar China dan negara-negara lain tahu mengenai potensi produk Indonesia yang siap masuk pasar ekspor.

Indonesia tidak bisa tidak harus terlibat dan harus memanfaatkan kesempatan tersebut apalagi Indonesia sudah siap melakukan ekspor ke China dan negara lain.

Karena kalau Indonesia tidak terlibat mana tahu China dan negara lain potensi produk Indonesia. Oleh sebab itu keikutsertaan Indonesia di CIIE sangat penting dan strategis.

Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Innonesia harus membuka diri di sektor perdagangan dan membuka pasar baru, maka keikutsertaan Indonesia di CIIE sudah sejalan dengan pernyataan Xi Jinping yang juga semakin membuka diri terhadap produk impor, termasuk dari Indonesia.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Arlinda mengatakan, Indonesia akan terus mencari celah sekecil apapun mempromosikan berbagai produk ekspor dengan ikut pameran dagang internasional yang tersebar di sejumlah negara.

"Kita tidak akan berhenti promosi di satu negara tapi akan terus mencari peluang agar produk Indonesia kian dikenal yang pada akhirnya menambah devisa nonmigas," kata  Arlinda.

Kementerian Perdagangan saat mengajak atau menyelenggarakan pameran dagang berupaya untuk mencari negara yang potensial namun selama ini belum tergarap optimal.

Indonesia belum lama ini ikut pameran dagang di Selandia Baru dan Bangladesh, yang ternyata pengusaha di kedua negara itu positif melakukan transaksi dagang.

Di Selandia Baru misalnya, sekalipun negara maju tapi selama ini belum terlalu tersentuh untuk promosi ke situ, dan beberapa waktu lalu saat ikut pameran bisa meraih transaksi 9 juta dolar AS.

Demikian juga di Bangladesh, sejumlah produk Indonesia yang dipromosikan mebdapat kontrak dagang 279,19 juta dolar AS untuk jenis bus, gerbong kereta, dan rempah-rempah.

Terkait keikutsertaan dalam CIIE 2018 yang baru pertama kali diadakan, Arlinda menilai merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara itu.

Pemerintah China telah menyatakan bahwa akan membuka diri terhadap produk impor dan investasi dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

kementerian Perdagangan menilai , pameran ini merupakan kesempatan sangat bagus bagi untuk mempromosikan potensi dagang, investasi dan pariwisata kepada pengusaha China.
 
Paviliun Indonesia dalam"The 1st China International Import Expo" (CIIE) di Shanghai, China, pada 5-10 November 2018. (ANTARA/Ahmad Wijaya)

Sarang burung diminati

Dalam keikutsertaan CIIE selama enam hari itu, salah satu komoditas Indonesia yang dilirik pengusaha China adalah sarang burung walet  mengingat sejumlah persyaratan mutu dan kesehatan sudah diakui sehingga aman dikonsunsi.

Dalam Forum Ekspor, yang merupakan agenda ikutan CIIE, pengusaha sarang burung Indonesia dan China berhasil menandatangani kontrak bisnis 20 ton senilai 44 juta dolar AS, untuk penjualan November 2018-November 2019.

Ketua Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) Boedi  Mranata mengatakan     tidak mudah pasok sarang burung ke China, karena tahun 2010-2011 sarang burung Indonesia pernah dilarang masuk akibat saat itu Indonesia pernah diserang flu burung.

Industri sarang burung Indonesia awalnya adalah bisnis rumahan yang saat itu belum terlalu memerhatikan higienis dan belum bisa diekspor langsung ke China, tapi masih melalui negara ketiga.

Namun dengan semakin tingginya permintaan sarang burung ke China, maka Kementerian Perdagangan menganggap perlu adanya aturan yang jelas, khususnya dari sisi kualitas.

Bukan hanya Kementerian Perdagangan saja, tapi Badan Karantina juga dilibatkan ikut mendorong kesehatan dan kebersihan produk itu siap ekspor.

Saat ini jumlah perusahaan sarang burung di Indonesia yang memiliki hak untuk ekspor ada 21 perusahaan dengan produksi setiap tahun 1.105  ton. Pihak asosiasi terus mendorong jumlah eksportir bisa bertambah sehingga bisa memenuhi permintaan ekspor.

Untuk menjaga kualitas tetap terjaga  dan nama baik sarang burung Indonesia, maka perusahaan perorangan dilarang ekspor karena tidak miliki nomor registrasi serta dikhawatirkan belum bisa memenuhi syarat kebersihan.

Kementerian Perdagangan tentunya berharap keikusertaan dalam CIIE serta diperolehnya sejumlah transaksi bisnis, membuat pengusaha China bisa lebih banyak lagi impor produk Indonesia yang pada akhirnya bisa memperkecil defisit neraca perdagangan yang selama ini dialami Indonesia.

Baca juga: Mendag: Ini kesempatan Indonesia tingkatkan ekspor ke China
Baca juga: Paviliun Indonesia di China tarik pengunjung dengan kopi

 

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018