Pemerintah dan perusahaan listrik perlu menyadari ancaman ini
Jakarta (ANTARA News) - Institute for Essential Service Reform (IESR) menyatakan bahwa pada satu dekade mendatang atau 2028 harga listrik dari pembangkit surya dan tenaga baterai lebih murah dari listrik jaringan (grid). 

"Harga listrik solar pv dan baterai akan jadi murah, ini akan meningkatkan risiko aset PLN dan IPP.  Pemerintah dan perusahaan listrik perlu menyadari ancaman ini, " kata Direktur IESR Fabby Tumiwa di Jakarta,  Kamis. 

Dalam diskusi perkembangan energi listrik tersebut ia menjelaskan perlu adanya transformasi bisnis yang baru, sebab arah kebijakan energi dan kelistrikan Indonesia masih bertolak belakang dengan tren global. 

Perubahan yang terjadi di sektor energi dalam bentuk dekarbonisasi, digitalisasi, dan desentralisasi pembangkit. Selain itu permasalah pergeseran dari konsumen yang banyak juga menjadi produsen. 

Semakin murahnya harga energi baru terbarukan sebaiknya diwaspadai oleh para pemangku kepentingan untuk segera berinovasi dalam pengembangan bisnisnya. 

Hal itu berdasarkan dari semakin kuatnya tekanan dari dunia internasional mengenai pengembangan energi baru terbarukan guna menurunkan emisi gas rumah kaca. 

Sementara itu,  sebelumnya, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) berharap para investor dari negara-negara Uni Eropa dapat menjadi partner dalam mengembangkan sektor EBTKE, yang saat ini masih terus digencarkan di Indonesia dalam rangka memenuhi target yang ada di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Harris yang mewakili Dirjen EBTKE dalam kegiatan tahunan Green Energy Technology (GET) oleh European Union Business Avenue in South East Asia (EUBA), mengatakan bahwa kini penggunaan teknologi bersih sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia.

"Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca 29 persen pada 2030. Dengan bantuan investasi luar negeri, pemerintah optimis dapat mengurangi emisi hingga 41 persen," kata Harris. 

Hal itu, jelas dia, sejalan dengan semangat peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), yang selain dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern akan energi, juga merupakan upaya pengurangan karbon emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil.

Oleh karena itu, pemerintah katanya sangat mengharapkan investasi untuk pengembangan sektor EBT di Indonesia, yang menitikberatkan pada aspek-aspek kesejahteraan sosial, penciptaan iklim bisnis yang kondusif, serta faktor-faktor pertumbuhan ekonomi.

"Pengembangan EBT difokuskan kepada ketahanan energi, peningkatan rasio elektrifikasi, penyebaran yang merata, dan harus dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, untuk mempermudah pengembangan EBT di Indonesia, pemerintah telah melaksanakan reformasi birokrasi, terutama kepada proses dan pelayanan investasi seperti simplifikasi perizinan, menyusun pengaturan perizinan secara daring, serta pelaksanaan good governance.

Baca juga: Perkuat hubungan diplomatik, Indonesia-Jepang berkolaborasi kembangkan ebt

Baca juga: Ditjen EBTKE dorong Pemda dan korporasi jadi pelopor konservasi energi

 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018