Yang terpenting harganya harus disepakati dengan harga eceran tertinggi (HET),
Palu  (ANTARA News) - Pepatah yang berbunyi "sudah jatuh tertimpa tangga" atau seseorang yang mengalami kesusahan di atas kemalangan yang lain, kali ini terasa cocok dan benar-benar dialami oleh masyarakat di Kota Palu dan sekitarnya.

Mereka baru mengalami bencana hebat berupa gempa bumi, likuifaksi dan tsunami yang memporakporandakan kota dan wilayah Palu, Donggala dan Sigi pada 28 September 2018, namun justru ketika sekarang mereka bergerak bangkit dari keusahan, harus menemukan hambatan lain.

Salah satu kebutuhan bahan bangunan yang amat diperlukan untuk  membangun kota  yakni semen,  menghilang dari pasaran.

Sampai hari ini, semen sangat sulit diperoleh, kalaupun ada harganya melangit, mengikuti hukum ekonomi ketika persediaan terbatas dan permintaan melonjak, maka dengan sendirinya harga pun bergerak naik.

Harga semen sekarang terbilang mahal yakni mencapai Rp80.000/sak, padahal sebelumnya rata-rata Rp65.000/sak, namun masyarakat tetap mau atau terpaksa membelinya karena memang sangatlah membutuhkannya untuk membangun dan memperbaiki rumah mereka yang rusak diterjang gempa bumi berkekuatan 7,4 SR dan tsunami.

Sukardi, seorang warga di bilangan jalan Garuda, Palu Timur mengatakan, tetap membeli semen walau harga naik. Sayangnya, semen sulit ditemukan.

Kelangkaan semen terjadi karena tingginya permintaan dari pembeli, sementara ketersediaan terbatas dan juga ada dugaan bahwa stok semen dikuasai distributor dan pengecernya.

Pasokan terlambat

Informasi yang berkembang di masyarakat menyebutkan bahwa, pasokan semen dari pabrik menuju ke Kota Palu terlambat tiba. Selain itu dermaga Pantoloan tempat kapal-kapal pengangkut barang biasa berlabuh, masih rusak akibat kejadian bencana yang lalu.

Persoalan semakin rumit karena biaya operasional di pelabuhan juga naik, termasuk ongkos sewa buruh juga naik sebagai dampak dari bencana alam.

Mengingat bahwa bahan bangunan cukup strategis dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka pemerintah seharusnya turun tangan untuk mengatasi agar krisis dan gejolak harga semen di pasaran secepatnya berakhir.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulteng, Zainudin Hak mengatakan krisis semen yang menyebabkan harga melambung disebabkan oleh pasokan dari pabrik yang terlambat datang.

Keterlambatan pasokan semen dari pabrik ke Kota Palu dikarenakan pelabuhan peti kemas di Pantoloan yang berjarak sekitar 23 km arah utara Ibu Kota Provinsi Sulteng itu mengalami kerusakan diterjang gempabumi dan tsunami lalu, sehingga kapal belum bisa menemukan tempat berlabuh.

Sejak beberapa pekan ini, kapal yang mengangkut semen ke Palu belum juga merapat, sementara permintaan masyarakat terhadap berbagai jenis bahan bangunan, terutama tiga jenis bahan bangunan yakni semen, seng dan tripleks meningkat tajam.

Masyarakat saat ini sudah mulai membangun kembali hunian mereka, sekalipun bangunan darurat sebagai tempat tinggal sementara sambil menunggu hunian tetap yang akan disediakan khusus untuk warga di beberapa wilayah yang terkena gempa dan likuifaksi.

Mencari Solusi

Untuk mendapatkan solusi mengatasi krisis dan gejolak harga semen di pasaran yang telah meresahkan masyarakat dalam beberapa hari ini, maka Pemprov Sulteng mengundang semua instansi terkait serta distributor dan pengecer duduk bersama dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan Jumat pukul 14.00 Wita.

Rapat tersebut akan berlangsung di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulteng dan sangat diharapkan semua pihak yang diundang dapat menghadirinya.

Zainuddin menjelaskan maksud utama dari rakor semata-mata untuk mencarikan solusi terbaik mengatasi krisis dan gejolak harga bahan bangunan, terutama semen di pasaran setempat yang beberapa pekan ini menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat dan juga pemberitaan media cetak, eletronik dan jejaring sosial.

Pertemuan akan membicarakan soal kelancaran pasokan dan diustribusi semen mulai dari tingkat pabrik, distributor hingga sampai kepada pengecer dan konsumen.

Melalui pertemuan tersebut selain diharapkan dapat menemukan akar masalah kelangkaan dan lonjakan harga semen, juga diharapkan dapat menemukan jalan untuk mengurai kesulitan tersebut.

"Yang terpenting harganya harus disepakati dengan harga eceran tertinggi (HET), lalu akan mudah untuk mengontrol harga," kata dia.

Berdasarkan kesepatan tersebut akan mudah dilakukan pengendalian harga hingga penindakan hukum apabila terjadi pelanggaran misalnya penimbunan dan menaikkan harga secara sepihak.

Kebijakan tersebut merupakan tindakan yang dapat membantu warga untuk lebih memusatkan perhatian pada pembangunan kembali rumah-rumah mereka yang rusak atau lenyap dalam bencana.


Baca juga: Kementarian PUPR akan bangun Rumah Instan di Sulteng
 Baca juga: Pabrik semen pertama bakal dibangun di Sulteng

Pewarta: Anas Masa
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018