Ini baru separuh jalan, baru bisa lihat 'full impact' tahun depan
Solo, Jateng (ANTARA News) - Deputi Gubenur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan kewajiban penggunaan biodiesel 20 persen (B20), yang sudah dicanangkan pemerintah, bisa mengurangi defisit neraca transaksi berjalan sebesar 0,1-0,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). 

"Penggunaan B20 setidaknya bisa mengurangi 0,1-0,2 persen CAD terhadap PDB," katanya dalam pelatihan wartawan ekonomi di Solo, Sabtu.

Dody menyakini kebijakan ini bisa berdampak positif kepada pengurangan impor minyak dan gas terutama solar yang selama ini menjadi salah satu penyebab tingginya defisit neraca perdagangan.

Meski demikian, lanjutnya, pelaksanaan program ini baru dapat terpantau separuh jalan karena efektif berlaku sejak awal September 2018 atau berjalan sekitar 2,5 bulan.

"Dalam hitungan kita, bisa berdampak positif, tapi ini baru separuh jalan, baru bisa lihat full impact tahun depan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta adanya pengawasan yang lebih ketat dari pelaksanaan program B20 agar pengurangan impor minyak dan gas dapat berjalan lebih efektif.

Sri Mulyani mengutarakan hal tersebut karena sejak kewajiban penggunaan B20 di berbagai industri berlaku belum terlihat adanya pengurangan impor solar secara signifikan.

"Kita melihat pelaksanaan B20 ini dari 1 September-13 November, belum menunjukkan adanya penurunan impor solar, baik dari sisi volume dan sisi devisa BUMN kita sendiri," katanya.

Data Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu memperlihatkan impor solar dalam periode 1 September-13 November 2018 justru meningkat hingga 1,28 juta kilo liter atau tumbuh 13,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Importir terbesar solar antara lain PT Pertamina yang melakukan impor 680 ribu kiloliter atau tumbuh 60,72 persen serta PT Exxonmobil Lubricants Indonesia sebanyak 60 ribu kiloliter atau tumbuh 62,18 persen.

Kepala Ekonom Bahana TCW Invesment Management Budi Hikmat mengatakan upaya memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan dengan mengurangi impor minyak dan gas masih sulit dilakukan karena jumlah penjualan kendaraan bermotor meningkat setiap tahun.

Menurut dia, upaya tersebut dapat menghasilkan hasil yang optimal apabila disertai pembenahan di sektor transportasi publik untuk menekan jumlah kendaraan bermotor di jalan raya.

Tidak hanya di sektor perdagangan, karena kebijakan untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan, harus disertai dengan pembenahan pada neraca jasa melalui berbagai upaya untuk menggairahkan sektor pariwisata.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingginya impor dari sektor minyak dan gas menjadi penyebab utama terjadinya defisit neraca perdagangan pada Oktober 2018 mencapai 1,82 miliar dolar AS.

Defisit 1,82 miliar dolar AS itu berasal dari defisit minyak dan gas 1,4 miliar dolar AS dan defisit nonmigas 393 juta dolar AS.

Baca juga: Sri Mulyani minta pengawasan ketat terkait implementasi B20
Baca juga: BI yakin defisit transaksi berjalan bisa ditekan di bawah tiga persen
 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018