Melalui Kebijakan Satu Peta, Pemerintah Indonesia menegaskan komitmen untuk menggunakan informasi geospasial sebagai acuan data dalam menyusun rencana pembangunan nasional
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menekankan pentingnya informasi geospasial bagi perencanaan pembangunan di Indonesia.
   
Pentingnya informasi geospasial ditunjukkan pemerintah melalui Kebijakan Satu Peta (KSP) untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional dan juga dalam pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
   
"Melalui Kebijakan Satu Peta, Pemerintah Indonesia menegaskan komitmen untuk menggunakan informasi geospasial sebagai acuan data dalam menyusun rencana pembangunan nasional. Informasi geospasial berprinsip satu referensi, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional dan menjadi acuan data yang pasti untuk pencapaian SDGs," ujar Bambang dalam forum United Nations World Geospatial Information Congress (UNWGIC) di Deqing, Tiongkok, Senin, sebagaimana keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta.
     
Menurut Bambang, efektivitas informasi geospasial sangat penting untuk menghindari potensi dampak negatif jika data di suatu wilayah tidak lengkap dan tidak standar.

Selain terjadi tumpang tindih dan perebutan lahan, data yang tidak akurat juga berpotensi membentuk data-data yang seharusnya tidak diperlukan. 
     
Idealnya, seluruh kementerian/lembaga dan pemda terhubung Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) yang berfungsi untuk menghindari duplikasi.

JIGN dikelola masing-masing wali data, menyediakan adanya akses yang cepat terhadap informasi, interoperabilitas, serta efisiensi kegiatan dan anggaran. 
   
"Informasi geospasial yang menampilkan peta akurat dan dapat dipertanggungjawabkan sangat berguna untuk menyusun Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR daerah. Pasalnya, peta yang tidak akurat dapat menyebabkan tumpang tindih kepemilikan dan penguasaan lahan, sehingga berpotensi memicu timbulnya konflik sosial," ujar Bambang.
   
Untuk menghindari dampak tersebut, perencanaan pembangunan Indonesia menggunakan pendekatan THIS atau tematik, holistik, integratif, dan spasial.

Mengacu pada metode tersebut, tematik diidentifikasi berdasarkan isu strategis. Holistik diartikan bahwa kegiatan perencanaan pembangunan dilakukan dengan komprehensif yang relevan dengan tematik tertentu. Integratif dalam arti adanya sinkronisasi keseluruhan kegiatan perencanaan dalam mencapai tujuan pembangunan. Sedangkan, spasial dimaksudkan sebagai rencana pembangunan berbasis lokasi.

"Berbagai peta yang merupakan instrumen informasi spasial sering tidak sinkron antar masing-masing kementerian/lembaga sehingga menimbulkan masalah untuk proses berbagi data dan pembanding pencapaian SDGs. Oleh karena itu, diperlukan Kebijakan Satu Peta yang berfungsi sebagai satu peta referensi dalam merencanakan pembangunan," kata Bambang.
   
Informasi geospasial hasil Kebijakan Satu Peta tentunya juga akan disebarkan untuk mendukung keterbukaan data dan asas kebermanfaatan data sehingga informasi tersebut bertambah nilai gunanya. Keterbukaan data direalisasikan melalui sebuah geoportal nasional yang mengintegrasikan informasi geospasial sehingga dapat dimanfaatkan tidak hanya oleh instansi pemerintah, tetapi juga digunakan oleh dunia usaha dan khalayak umum. 
   
Ke depan, Kebijakan Satu Peta akan lebih ditingkatkan lagi pelaksanaannya. Kebijakan Satu Peta tidak hanya akan berhenti pada skala 1:50.000, namun perlu dilanjutkan pada skala lebih detail lagi. Saat ini, kompilasi data peta tematik telah diselaraskan, sedangkan tahap integrasi data telah dilakukan di tujuh wilayah, yakni Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Timur, Jawa, Maluku, dan Papua. Beberapa jenis peta tematik tidak bisa diproduksi karena karakteristik wilayah tertentu. Contohnya, peta transmigrasi tentunya tidak bisa dihasilkan di Pulau Jawa.

   
Bambang menuturkan, Kebijakan Satu Peta sangat signifikan dalam meningkatkan koordinasi para pemangku kepentingan pembangunan, baik dalam rangka monitoring dan evaluasi perencanaan pembangunan, maupun dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia. 
     
"Kami percaya, implementasi Kebijakan Satu Peta akan memberi kontribusi berarti dalam menciptakan ekonomi inklusif, lingkungan yang layak huni, dan keadilan sosial yang lebih baik. 
   
Ia juga berharap Pemerintah Indonesia melalui Badan Informasi Geospasial (BIG) dapat memberikan kontribusi besar dan lebih bersuara dalam forum informasi geospasial internasional. Penemuan dan inovasi dalam teknologi geospasial tidak hanya bermanfaat bagi kepentingan nasional, tetapi juga bagi perwujudan dunia yang lebih baik.
   
Dalam tataran global, Bambang mengungkapkan tiga poin penting terkait informasi geospasial. Pertama, kerja sama global dalam perwujudan pembangunan ekonomi inklusif. Kedua, kerja sama untuk menjaga situs ekologi dunia. Ketiga, kerja sama untuk mengembangkan sumber teknologi geospasial yang mudah terjangkau. 
     
UNWGIC adalah forum informasi geospasial global yang diadakan untuk pertama kalinya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah dipersiapkan selama delapan tahun, UNWGIC bertujuan untuk mendorong partisipasi multipihak dan multi-industri dalam membahas "best practices", meningkatkan komunikasi, dan mengembangkan pengetahuan tentang informasi geospasial untuk mengatasi tantangan dari tingkat regional hingga global. 
     
Menteri PPN/Kepala Bappenas menghadiri UNGWIC dalam rangka memenuhi undangan United Nations Global Geospatial Information Management (UN-GGIM) yang merupakan sebuah badan atau komisi para ahli di bidang informasi geospasial dibawah koordinasi Divisi Statistik, Departemen Sosial dan Ekonomi PBB atau UN-Department of Economic and Social Affairs/UN-DESA.

Baca juga: Presiden: laksanakan kebijakan satu peta dengan cermat

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018