Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo, dalam salah satu upayanya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, juga telah menetapkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai salah satu agenda nasional bangsa.

Hal tersebut juga didukung oleh berbagai kalangan di dalam negeri, namun dalam rangka meraihnya, ada berbagai hal yang perlu dibenahi, antara lain adalah mutu sumber daya manusia (SDM) domestik.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam menekankan pentingnya aspek pengembangan sumber daya manusia dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang kerap digaungkan pemerintah.

Untuk itu, ujar dia, Indonesia sudah selayaknya bekerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat transfer kemampuan.

Menurut Ridwan, dalam era Revolusi Industri 4.0 diperlukan pembaharuan pola kerjasama dengan berbagai pihak, terutama dalam hal inovasi.

Untuk itu, perguruan tinggi dituntut melakukan penyesuaian terhadap berbagai kebutuhan dalam menghadapi era tersebut, terutama para dosennya.

Ia mengingatkan pentingnya untuk menyosialisasikan dan memberikan pemahaman terhadap perkembangan teknologi khususnya terkait dengan dunia  daring (online).

Terkait sosialisasi dan sinergi dengan pihak eksternal, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam KTT ASEAN di Singapura, Senin (12/11), juga telah memaparkan revolusi industri 4.0 dalam ASEAN Economic Community Council (AECC) ke-17 yang berlangsung di Suntec Convention Centre, Singapura.

Pada pertemuan tersebut Mendag mengatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 membawa perubahan besar, karena kecepatan serta dampaknya pada berbagai sistem. Dengan demikian, masyarakat ASEAN harus menyesuaikan dengan perkembangan agar tidak tertinggal.

Sebelumnya, dalam Regional Conference on Industrial Development (RCID) di Bali, Kamis (8/11), pemerintah Indonesia juga telah menggandeng negara Asia Pasifik untuk melakukan akselerasi Industri 4.0.

Pada pertemuan tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa transformasi terhadap industri 4.0 akan membawa suatu negara ke model bisnis baru pada industri manufaktur yang dapat memberi daya saing dan nilai tambah yang lebih tinggi.

Airlangga menjelaskan bahwa untuk mengubah menjadi negara yang kompetitif di era Revolusi Industri 4.0, diperlukan integrasi konektivitas, teknologi, informasi dan komunikasi. Upaya ini mampu mengarahkan proses industri yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.



Fokus SDM

Pemerintah RI, dalam berbagai kesempatan melalui ucapan penjabatnya, juga telah menegaskan bahwa Indonesia memfokuskan pembangunan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan vokasi sebagai salah satu bagian dari kebijakan pemerataan ekonomi dan menyambut industri 4.0.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Perekonomian Rudy Salahuddin dalam acara bincang-bincang di Manado, Sabtu (27/10), mengingatkan bahwa Industri 4.0 membutuhkan SDM yang unggul dan andal sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri.

Untuk itu, ujar Rudy Salahduddin, pendidikan dan pelatihan vokasi penting untuk dilaksanakan.

Salah satu langkah konkret yang dilakukan oleh pemerintah ialah dengan disusunnya Peta Jalan (Roadmap) Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 2017-2025.

Dalam peta jalan tersebut terdapat empat fokus kebijakan. Pertama yaitu dengan mendorong pemenuhan tenaga kerja untuk enam sektor prioritas.

Keenam sektor tersebut adalah adalah agribisnis, pariwisata, e-commerce, manufaktur, layanan kesehatan, dan ekspor tenaga kerja.

Fokus berikutnya yaitu dengan mendorong pemenuhan tenaga kerja untuk program prioritas pemerintah seperti program infrastruktur yang terdiri dari proyek strategis nasional dan proyek nonstrategis nasional, program pemerataan, dan program pengembangan kawasan.

Sedangkan yang ketiga adalah dengan fokus pada lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi. Misalnya, sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk menyiapkan pendidikan tenaga kerja level dua operator Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Fokus yang terakhir adalah perbaikan fundamental pendidikan dan pelatihan vokasi yang terdiri dari memperbaiki lembaga pendidikan, meningkatkan standar kompetensi, meningkatkan kualitas pemagangan, meningkatkan sarana dan prasarana, meningkatkan pendanaan, dan meningkatkan koordinasi.

Rudy menegaskan bahwa perbaikan fundamental mutlak diperlukan dalam pendidikan dan pelatihan vokasi sebab perbaikan tersebut di mulai dari lembaga pendidikan hingga meningkatkan koordinasi.

Karena itu, wajar bila pendidikan vokasi atau kejuruan diminta mempersiapkan diri menyongsong pergeseran industri 3.0 menuju Revolusi Industri 4.0 dengan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.

Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Keuangan dan Struktur Industri, Soerjono, mengingatkan sistem pendidikan vokasi di tengah persaingan global, dapat berfungsi sebagai terobosan dari pendidikan formal.



Berbenah kurikulum

Sementara itu, Direktur Bina Produktivitas Ditjen Pelatihan dan Produktivitas Kemenaker M Zuhri Bahri mengatakan bahwa saat ini pendidikan vokasi tengah berbenah untuk menjadi salah satu tonggak yang menghasilkan SDM berkualitas sebagaimana terjadi di negara maju seperti Jerman.

Sedangkan Anggota Komisi X DPR Esti Wijayati menyatakan kurikulum di Nusantara harus dipersiapkan dengan baik agar dapat benar-benar menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang telah dicanangkan pemerintah.

Esti Wijayanti dalam rapat kerja dengan Menristekdikti Mohamad Nasir di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (24/10), menginginkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk melakukan langkah-langkah yang tepat dan komprehensif dalam menyikapi Revolusi Industri 4.0.

Ia mempertanyakan itu karena sebanyak 88 persen dari pengangguran terbuka saat ini adalah sarjana, perlu ada langkah yang benar untuk memperhatikan hal tersebut.

Hal itu, ujar dia, agar dunia pendidikan ke depannya mampu menciptakan lulusan yang bisa bersaing di era Revolusi Industri 4.0 saat ini.

Untuk itu, ia juga menginginkan agar Kemenristekdikti juga mampu memberikan pemerataan pendidikan yang berkualitas, termasuk ke daerah perbatasan atau daerah tertinggal.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat Musrenbang Regional Jawa dan Bali yang berlangsung di Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (17/10) mendorong adanya perubahan kurikulum pendidikan sebagai modal menghadapi Revolusi Industri 4.0.

Menurut Ganjar Pranowo, peningkatan kapasitas SDM saat ini menjadi poin penting bagi Indonesia, karena itu peningkatan SDM sektor pendidikan melalui kurikulumnya harus melakukan akselerasi dengan zaman secara cepat.

Karena itu, Ganjar mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengambil keputusan politis terkait langkah pendidikan tersebut, antara lain dengan mengubah kurikulum dengan cepat dan memberi insentif.

Tidak hanya dalam kurikulum formal, dari segi inovasi bisnis, lembaga seperti Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga mendorong berbagai perusahaan rintisan sektor ekonomi kreatif untuk siap menghadapi Revolusi Industri 4.0.

Wakil Kepala Bekraf Ricky Pesik dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (19/10), menyatakan, dalam mempersiapkan hal tersebut, pihaknya meluncurkan program BE-X, yaitu program akselerasi perusahaan rintisan yang fokus terhadap pembentukan tim pendiri yang siap berteknopreneur, khususnya dalam menghadapi Industri 4.0.

Dengan berbagai lini telah memiliki strategi guna mencapai cita-cita Industri 4.0, maka diperlukan langkah yang tepat dan sinergi yang baik untuk benar-benar dapat merealisasikannya.*


Baca juga: Hindari investasi ganda untuk ciptakan pekerja terampil

Baca juga: Pekerja terampil dibutuhkan hadapi Revolusi Industri 4.0



   




 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018