Jakarta (ANTARA News) - Bupati Kepulauan Sula periode 2004-2010 Ahmad Hidayat Mus dan Ketua DPRD Kepulauan Sula periode 2009-2014 Zainal Mus didakwa melakukan perbuatan korupsi pengadaan lahan bandara Bobong, Maluku Utara sehingga merugikan keuangan negara sejumlah Rp3,448 miliar.
   
"Terdakwa selaku bupati kepulauan Sula 2005-2010 bersama-sama dengan Zainal Mus selaku ketua DPRD Sula 2009-2014, Hidayat Nahumarurry kepala Bank Pembangunan Daerah Maluku cabang Sanana, Majestisa selaku bendahara Sekretarian pemda kepulauan Sula, Ema Sabar selaku kepala bagian umum Sekda kepulauan Sula merugikan keuangan negara sejumlah Rp3,448 miliar," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
   
Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus sendiri mendapat Rp2,394 miliar dari jumlah tersebut sedangkan pihak lain diperkaya Rp1,053 miliar.
   
Awalnya pada 2009, dilakukan pengadaan tanah untuk membangun bandara Bobong di kecamatan Bobong, kabupaten kepulauan Sula senilai Rp5,51 miliar. Ahmad Hidayat lalu menentukan harga tanah pemukiman masyarakat yang berada dekat lokasi bandara dihargai Rp8.500 per meter persegi dan yang agak jauh dihargai Rp4.260 per meter persegi.
 
Setelah dilakukan pengukuran tanah dan proses administrasi pembebasan lahan, panitia pengadaan mengajukan berkas permintaan dana untuk diterbikan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). 
 
Namun pada 7 Agustus 2009, Ahmad Hidayat Mus meminta kepada Hidayat Nahumarury untuk membantu pencairan dana Rp1,5 miliar yang dibagi dua yaitu Rp850 juta diambil tunai dan Rp650 juta ditransfer ke rekening Mandiri. 
   
Hidayat Nahumrury lalu meminta kepala seksi pelayanan nasabah Ona Lauconsina berkoordinasi dengan Ema Sabar dan Majestisa terkait SP2D sejumlah RP1,5 miliar permintan terdakwa.
 
Pada 10 Agustus 2009, Majestisa pergi ke rumah Zainal Mus dan meminta untuk menandatangani kuitansi tanda terima sejumlah Rp1,5 miliar atas biaya pelepasan hak tanah di Bobong, Taliabu.
   
Pada 4 September 2009, Arman Sangadji, Ema Sabar dan Majestisa memproses SP2D atas pembebasan lahan bandara Bobong tahap 2 senilai Rp1,948 miliar.
   
Dari total pencairan Rp3,448 miliar tersebut sebanyak Rp1,053 miliar ditarik tunai oleh Ema Sabar dan diberikan ke sejumlah pihak antara lain Kapolres Kepulauan Sula (Rp75 juta), Kabag Kesra Pemkab Sula Rugaya Soelman (Rp210 juta), anggota DPRD Sula Sudin Lacupa (Rp50 juta), Kajari kepulauan Sula (Rp35 juta), jaksa Sihombong (Rp7,5 juta), camat Bobong Misba Wamnebo (Rp5 juta), Kades Bobong Muhdin Soamole (Rp5 juta) dan pihak-pihak lain.
   
Atas perbuatannya, Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus didakwa pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
   
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
   
Terhadap putusan itu, kedua terdakwa tidak mengajukan keberatan (eksepsi) sehingga sidang dilanjutkan pekan depan.

Baca juga: KPK jadwalkan ulang pemanggilan Ahmad Hidayat Mus
Baca juga: KPK periksa cagub Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus


 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018