Dengan digitaliasasi, biaya yang dikeluarkan lebih rendah, enggak ada lagi face to face
Jakarta (ANTARA News) - Memasuki era industri 4.0, digitalisasi adalah keniscayaan yang harus hadir setiap lini, termasuk industri pelabuhan guna mendongkrak peningkatan produktivitas dan daya saing berskala internasional.

Salah satu pelabuhan yang telah memulai sistem digital adalah PT Pelindo II atau Indonesia Port Corporation (IPC) sejak 2016, mulai dari sisi laut, terminal dan kegiatan pendukung lainnya.

Tidak tanggung-tanggung, IPC menganggarkan Rp1 triliun untuk pembiayaan hingga 2020 guna mewujudkan digital airport.

Upaya digitalisasi ini penting, terutama di Pelabuhan Tanjung Priok sebagai salah satu wilayah operasi IPC yang menyumbang 70 persen kegiatan ekspor impor di Indonesia.

Karena itu, kelancaran arus barang pelabuhan di Jakarta Utara itu, termasuk proses bongkar muat menjadi hal yang substansial karena dampaknya langsung ke sektor riil.

Bicara mengenai arus barang dan bongkar muat tentu tidak bisa dipisahkan dari waktu inap atau dwelling time yang terus ditekan.

Transformasi digital yang dilakukan IPC untuk mempercepat dwelling time adalah dengan menciptakan Integrated Container Freight Station (CFS Center), modernisasi infrastruktur dan suprastruktur pelabuhan serta optimalisasi penggunaan teknologi informasi yang dilaksanakan dalam bentuk implementasi VTS (Vessel Traffic System), MOS (Marine Operating System), Inaportnet, NPK dan PK TOS, Auto Tally dan Auto Gate serta E-Service.

Optimalisasi penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan jasa kepelabuhanan selain bertujuan untuk memudahkan pengguna jasa dalam bertransaksi, juga untuk mendukung pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) terhadap transparansi biaya pelayanan jasa. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, perseroan telah mengimplementasikan sistem operasi terminal non-peti kemas (NPK TOS) di pelabuhan-pelabuhan yang dikelolanya, contohnya Pelabuhan Banten sudah sepenuhnya mengimplementasikan program tersebut secara elektronik (fully electronic).

Direktur Operasional dan Sistem Informasi Pelindo II Prasetyadi menuturkan terdapat penghematan biaya operasi 10 hingga lima persen dengan adanya digitaliasasi.

“Kita peningkatan bottom line profit karena ada adanya efisiensi. Dengan digitaliasasi, biaya yang dikeluarkan lebih rendah, enggak ada lagi face to face,” katanya.

Dia menyebutkan dengan adanya digitalisasi, maka dwelling time bisa ditekan dari sebelumnya 3,5 hari, saat ini menjadi 2,8 hari.

Selain itu, IPC juga membuat program auto tally yang dimaksudkan untuk menghitung jumlah kontainer yang keluar masuk pelabuhan.

Selama ini, proses tersebut masih menggunakan cara manual, sekarang memakai remote system.

“Jadi bersifat elektronik, ini hal baru di Indonesia dan ini pertama kali,” kata Prasetyadi.

Selain itu, 12 cabang pelabuhan juga telah menerapkan transaksi elektronik (electronic payment) atau cashless sejak September 2017.

Implementasi Penuh

Transformasi digital pada pelabuhan di Indonesia dapat diterapkan sepenuhnya pada tahun ini di mana IPC sudah menyiapkan enam pilar e-channel untuk mendukung transformasi digital pada pelabuhan.

Adapun enam pilar tersebut terdiri dari e-Registration, e-Booking, e-Tracking, e-Payment, e-Billing dan e-Care.

Melalui enam pilar ini diyakini akan mempermudah dari sisi pelayanan pelabuhan serta efisiensi waktu, serta mendorong kemajuan pelabuhan di Indonesia.

Digitalisasi pelabuhan akan dikembangkan juga di terminal NPCT2 dan NPCT3 di mana IPC akan membuat seluruh proses bongkar muat di pelabuhan tanpa tenaga manusia (manpower) secara langsung.

Seluruh proses di lapangan akan dilakukan menggunakan otomasi sistem, tenaga manusia yang dibutuhkan akan bekerja melalui menara kendali (control tower). 

Dari sisi komersil dan pengembangan usaha, IPC menginisiasi Program Customer Relationship Management (CRM) untuk meningkatkan layanan pada pelanggan.

Sementara itu, dalam sisi teknik dan manajemen risiko, IPC akan meluncurkan sistem pelaporan digital alat atau Equipment Reporting and Monitoring System (ERMS) yang berfungsi untuk memantau alat-alat bongkar muat secara terintegrasi dan memberikan laporan komprehensif, cepat, tepat dan akurat sehingga dapat menanggulangi risiko lebih dini.

Adapun, peningkatan pada sisi operasi dan sistem informasi, yaitu pola operasi sistem full automation atau otomasi penuh dan semi automation dalam proses operasi Container Terminal (CT) 2.

Sistem ini diproyeksikan akan memangkas tenaga manusia yang bekerja di lapangan dan mengurangi kesalahan yang terjadi saat proses bongkar muat di lapangan.

Pada pola operasi berbasis otomasi penuh, proses pemasukan dan pengeluaran peti kemas menggunakan stacking crane otomatis.

Proses bongkar dan muat di dermaga dilayani dengan menggunakan guided vehicle otomatis, tanpa dikemudikan operator dan terdapat tempat untuk truk eksternal menunggu sehingga tidak menimbulkan kemacetan di dalam terminal.

Sedangkan pada pola operasi berbasis semi otomasi, pada proses pemasukan dan pengeluaran peti kemas dilakukan dengan menggunakan stacking crane otomatis, namun proses bongkar dan muat di dermaga dilayani dengan menggunakan truk internal.

Untuk memperkuat sisi pelayanan keuangan internal dan eksternal Perusahaan, mulai 2017 IPC mengimplementasikan standardisasi nota melalui e-Invoice, sistem e-Billing, sistemisasi database aset, sistem penganggaran investasi (project costing), dan pengembangan produk perbankan.

Dalam upaya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan aset terbesar perusahaan, yakni sumber daya manusia (SDM), IPC juga mengimplementasikan Career Path Platform yang mengatur jenjang karir setiap karyawan secara jelas, sehingga setiap SDM yang ada di dalam perusahaan mendapat kesempatan untuk belajar dan berkembang bersama.

Patut Diapresiasi

Digitalisasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas layanan pelabuhan serta efisiensi sumber daya di dalam pelabuhan yang turut berkontribusi pada biaya logistik.

Bank Dunia merilis Logistic Performance Index (LPI) 2018, yakni Indonesia berada di posisi ke-46 dengan skor 3,15 atau naik dari posisi sebelumnya dalam LPI 2017 di peringkat ke-63 dengan skor 2,98.

“Capaian tersebut merupakan hal yang signifikan mengingat masih banyaknya kendala-kendala yang dihadapi Indonesia terutama menyoal biaya logistik yang terbilang masih tinggi,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus Purnomo.

Adapun, LPI didasarkan pada enam aspek yaitu, efisiensi customs dan border management clearance (bea cukai), kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, kemudahan pengaturan pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas jasa logistik, kemampuan melakukan tracking dan tracing dan frekuensi pengiriman tepat waktu.

Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (Insa) Carmelita Hartoto mengapresiasi terobosan-terobosan yang dilakukan oleh IPC dalam mewujudkan efisiensi dan efiektivitas kegiatan di pelabuhan.

“Di Priok sudah mulai kelihatan, kita apresiasi karena memang baru dan bertahap, kita tunggu mereka terus memperbaiki sistem-sistem itu,” katanya.

Sementara itu, Pakar Kelautan dan Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Saut Gurning menuturkan digitalisasi jasa pelabuhan menjadikan jasa kepelabuhanan lebih transparan, terbuka, cepat, shareabale, accomodable dan murah.

“Biasanya digitalisasi berbagai jasa pelabuhan secara umum dikaitkan kuat dengan konsep pelabuhan cerdas, smart-port,” katanya.

Dengan adanya digitalisasi pelabuhan IPC, diharapkan bisa memperlancar kegiatan di pelabuhan, termasuk untuk kegiatan Tol Laut yang menjadi program prioritas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Baca juga: Pelindo II optimalkan digitalisasi pelabuhan

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018