...Perpecahan membuat kita lemah, sehingga mudah dikalahkan...
Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR, Zulkifli Hasan, mengingatkan umat Islam untuk bersatu dan tidak terpecah-belah sehingga mudah dikalahkan.

"Perpecahan  membuat kita lemah, sehingga mudah dikalahkan. Sejarah telah memberikan pelajaran, penjajah Belanda bisa memadamkan aksi perlawanan para pejuang karena kita mau dipecah-belah,” kata dia, dalam siaran pers yang diterima, di Jakarta, Minggu.

Pernyataan itu dia sampaikan di hadapan santri Pondok Pesantren Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya, Jawa Barat, saat memberikan sambutan pada acara Qini Nasional ke-139 di pondok pesantren itu sekaligus untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.  Acara itu berlangsung di masjid Al Fattah, Komplek Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya, Sabtu malam.

Qini Nasional merupakan tarekat tiga kali setahun dan masing-masing digelar pada perayaan Maulid, bulan Rajab, dan Zulhijjah. Acara itu digelar untuk menyambung silaturahim antara mursyid atau guru, dengan murid agar mereka dapat terus mendapatkan bimbingan Islam.

Dalam kesempatan itu, dia juga berpesan kepada para santri dan generasi muda untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena hanya dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia.

"Saat ini SDM kita tertinggal jauh, dibanding negara lain dan hanya berada pada urutan ke 62 di dunia. Butuh perjuangan keras agar bisa mensejajarkan diri dengan bangsa lain. Karena itu banyaklah belajar dan membaca buku,” kata Hasan.

Dia kembali menegaskan, santri dan ulama selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perjuangan bangsa Indonesia.

Baca juga: Ketua MPR desak polisi segera bertindak kasus pembakar bendera tauhid
 

Pada 1905, Sarikat Islam berdiri lebih awal sebelum lahirnya Budi Utomo. Selanjutnya disusul Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta organisasi Islam lainnya.

Sebelum lahirnya Pancasila pada 18 Agustus 1945, Piagam Jakarta sudah disahkan terlebih dahulu pada 22 Juni 1945. Namun, karena sejumlah tokoh dari Indonesia Timur keberatan dengan piagam itu, para ulama menerima Pancasila pada 18 Agustus semata-mata agar proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat dipertahankan.

Pelaksanaan Qini Nasional pertama kali dilaksanakan pada 1978. Qini Nasional pada perayaan Maulid tahun ini merupakan acara Qini Nasional yang ke 139. Acara itu dihadiri Mursyid Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya, Syekh Muhammad Fathurahman.

Pewarta: Katriana
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018