Jakarta (ANTARA News) - Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) bekerja sama dengan Yayasan Abhikkanta dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sambas pada Selasa menyelenggarakan pemberkahan nikah massal secara agama Buddha yang langsung dicatatkan oleh petugas pencatatan perkawinan.  

Siaran pers IKI menyebutkan, kegiatan di Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas Kalimantan Barat itu diikuti oleh 73 pasang suami-istri keluarga Buddhis.

Acara yang dibuka secara langsung oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat berlangsung di gedung serbaguna Vihara Dharma Buddha Bhavana Jalan Gusti Hamzah, Sambas.

Turut hadir pada acara tersebut pengurus IKI Jakarta Prasetyadji dan Eddy Setiawan, Pembina masyarakat (Pembimas) Buddha Kanwil Kemenag Prov. Kalbar Naryoto, Kepala Kantor Kementerian Agama Sambas, Sipni.

IKI menyebutkan, pelaksanaan pemberkatan perkawinan dan pencatatan perkawinan secara agama Buddha telah dilaksanakan beberapa kali oleh IKI dan Abhikkanta, di antaranya di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah sebanyak empat angkatan. 

Kegiatan di Kabupaten Sambas tersebut merupakan kegiatan yang ke-5 dan rencananya akan dilaksanakan secara kontinyu di beberapa kabupaten dan kota se-provinsi Kalimantan Barat. 

Pemberkatan perkawinan massal secara agama Buddha berawal dari keprihatinan salah satu Pembimas Buddha saat mengadakan pembinaan keluarga Hitta Sukaya dari kampung ke kampung hingga ke perbatasan antar negara.

Pembimas Buddha mendapati mayoritas umat Buddha khususnya generasi tua belum memiliki akta perkawinan. 

Berangkat dari kenyataan tersebut, timbul gagasan pemberkatan perkawinan massal tersebut dengan beberapa orang.

"Saat itu saya terkejut, ketika ada pembinaan Guru Sekolah Minggu Buddha yang dilaksanakan di Hotel Borneo Pontianak, malam-malam saya dan dan kawan-kawan dipanggil untuk diskusi tentang hal tersebut. Saat itu kami masih bingung namun pembimas tetap memberikan motivasi agar hal ini terlaksana demi memperjuangkan hak-hak umat kita," kata Saryono, nara sumber kegiatan pemberkatan nikah massal tersebut.

Dia menjelaskan para relawan kemudian berusaha mengumpulkan berkas-berkas untuk pemberkatan massal tersebut namun mengalami banyak kendala.

"Kendala yang dihadapi relawan di antaranya adalah banyaknya ketidakcocokan antara data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Kartu Keluarga (KK), adanya kesalahan nama orang tua yang ada di KK dan marga, adanya double record, dan minimnya sosialisasi tentang administrasi kependudukan," kata Saryono.

Menurut Saryono, dalam agama Buddha ada istilah keluarga Hitta Sukaya, yang artinya keluarga bahagia dan sejahtera.

"Untuk mendapatkan kebahagiaan dalam keluarga harus dimulai dari hal yang terkecil, misalnya dari data kependudukan terutama pencatatan perkawinan. Bila dalam keluarga taat dan tertib administrasi negara termasuk administrasi pencatatan perkawinan maka hal tersebut dapat menjadi pendukung kebahagiaan dalam keluarga," katanya.

Dia memberi contoh, anak yang lahir dalam keluarga yang tidak melakukan pencatatan perkawinan di catatan sipil akan diakui sebagai anak ibu saja dan tidak berhak mendapat hak waris secara hukum.  

Sementara itu aktivis dari IKI, Prasetyadji, mengatakan pihaknya telah memfasilitasi lebih dari 450 ribu dokumen kependudukan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, termasuk masyarakat adat seperti Baduy dan Samin.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018