Sebuah berita menggembirakan tapi sekaligus menyedihkan atau bahkan memalukan akhirnya muncul pada hari Selasa, 27 November 2018 dari gedung wakil rakyat dan bersumber dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) Zulkifli Hasan.

Zulkifli Hasan yang juga merupakan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengungkapkan bahwa kader senior partainya Taufik Kurniawan telah diputuskan untuk dicopot dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR dan sekaligus wakil rakyat gara-gara diduga terlibat dalam kasus korupsi atau gratifikasi melibatkan sebuah pemerintah daerah di Provinsi Jawa Tengah.

Zulkifli mengungkapkan bahwa pengumuman nama pengganti Taufik Kurniawan akan disampaikan pada Senin, 1 Desember mendatang. Akan tetapi ia masih belum bersedia memberikan gambaran bakal calon pengganti Taufik Kurniawan tersebut.

Berita baguskah atau kabar menyedihkankah itu?

Biar bagaimanapun juga rakyat Indonesia harus berani atau mau angkat topi terhadap keputusan PAN karena Taufik adalah tokoh senior dari partai yang didirikan Amien Rais tersebut. Apalagi selama ini, praktis wakil rakyat tersebut tidak pernah disebut- sebut atau digosipkan terlibat dalam kasus-kasus yang memalukan baik lembaga perwakilan rakyat maupun partai yang menaunginya.

Nama Taufik tiba-tiba muncul ke permukaan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melibatkan nama Taufik dalam sebuah kasus korupsi yang lagi-lagi bernilai miliaran rupiah bersama sebuah pemda. Karena kasus ini masih dalam tahap awal sekali bagi masyarakat maka tentu azas praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi yakni seseorang harus tetap dianggap tak bersalah sampai adanya keputusan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jadi, artinya Taufik masih belum bisa dianggap tak bersalah secara hukum.

Akan tetapi pengumuman KPK itu juga tentu ada dasar yang kuat. KPK boleh dibilang tak mungkin berbuat bodoh dengan mengumumkan nama Taufik tersebut dalam keterlibatan sebuah kasus korupsi. Para penyidik lembaga antirasuah itu pasti sudah mempunyai berbagai data atau informasi tentang dugaan tingkat keterlibatan Taufik dalam kasus korupsi ini.

Karena itu, tentu KPK sudah memiliki data tentang keikutsertaan Taufik dalam kasus kejahatan tersebut sehingga berani menetapkan dia sebagai salah satu pihak dalam kasus korupsi.

Akan tetapi rakyat pasti tahu bahwa Taufik bukanlah orang pertama di lembaga perwakilan rakyat yang diduga terlibat dan bahkan sudah terbukti menjadi terpidana kasus kejahatan yang amat merugikan negara dalam kasus "makan uang rakyat".

Masyarakat tentu akan teringat pada Setya Novanto yang pernah menjadi Ketua DPR kemudian terjungkal dari kursi empuknya gara-gara terlibat kasus korupsi proyek pembuatan KTP Elektronik bernilai triliunan rupiah. Setya harus masuk penjara 15 tahun dan mengembalikan uang negara miliaran rupiah.

Selain itu, ada juga kasus Idrus Marham yang juga anjlok dari kursi empuk menteri sosial karena disangkakan terlibat kasus korupsi pembangunan PLTU Riau I. Idrus Marham adalah mantan sekjen DPP Partai Golkar yang bisa disebut sebagai "tangan kanan" atau orang kepercayaan Setya Novanto. Idrus juga lama menjadi wakil rakyat di DPR.

Kemudian selama beberapa bulan terakhir ini rakyat mulai mengenal nama Eni Saragih yang juga merupakan wakil rakyat yang lagi-lagi terlibat dalam kasus dugaan korupsi juga miliaran rupiah. Belum lagi pada masa lalu, ada nama-nama wakil rakyat seperti Angelina Sondakh, Mohammad Nazaruddin yang semuanya terlibat dalam kasus "duit haram".



Pemilu Legislatif

Tanpa terasa pada 17 April 2019 akan berlangsung pemilihan umum yang mencakup anggota DPD RI, DPR RI dan juga DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Belasan ribu calon legislator sudah terdaftar dan kini menggantungkan diri pada niat baik rakyat untuk mencoblos gambar muka mereka dalam lembaran kertas suara.

Akan tetapi pertanyaan bagi mereka adalah apakah kalau sudah terpilih menjadi anggota DPD, DPR dan DPRD kelak mereka akan sanggup menjadi wakil rakyat yang amanah yakni mau menjalankan harapan atau bahkan perintah rakyat agar mengabdi semaksimal mungkin kepada rakyat?

Masyarakat tentu berhak menuntut agar para wakil rakyat itu benar-benar mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bukannya kepada partai politik yang mencalonkannya, kepada "gengnya" atau bahkan keluarganya.

Contoh kasus Eni Saragih, Setya Novanto, Idrus Marham, Mohammad Nazaruddin hingga Angelina Sondakh serta oknum- oknum wakil rakyat lainnya secara jelas menunjukkan bahwa masih begitu banyak wakil rakyat yang cuma "mengabdi" kepada uang dan bukannya kepada rakyat yang mengangkatnya.

Kasus Taufik Kurniawan secara jelas menunjukkan semakin susah untuk mencari tokoh wakil rakyat yang benar- benar siap bekerja mengabdi kepada puluhan ribu bahkan ratusan ribu pemilihnya yang dengan sukarela mencoblos gambar mereka.

Memang harus diakui bahwa untuk menjadi wakil rakyat dibutuhkan atau "diperlukan" uang yang tidak sedikit guna melakukan "pendekatan" ke berbagai pihak mulai dari ketua partai di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten dan kota. Karena itu, setelah menjadi wakil rakyat maka yang harus mereka lakukan adalah mencari uang "balik modal" sehingga setelah lima tahun atau bahkan 10 tahun sudah memiliki tabungan memadai atau "balik modal".

Pertanyaan bagi rakyat adalah masih akan terjadikah kasus Taufik Kurniawan dan yang lainnya?

Yang paling bisa menjawab adalah para ketua dan pimpinan partai politik, dalam arti apakah mereka sudah benar-benar ketat atau tidak dalam memilih atau menyeleksi semua calon wakil rakyat?

Jika pemilihan calon wakil rakyat lebih dititikberatkan pada sistem "konco" maka hampir bisa dipastikan lembaga DPD, DPR hingga DPRD pada masa bakti 2019-2024 hanya akan dikuasai oleh calon pengemplang uang rakyat yang tiap detik harus siap ditangkap oleh para penyidik KPK.

Akan tetapi kalau sebaliknya yang dipilih atau dicalonkan adalah benar-benar orang yang 100 persen mencurahkan pikiran dan waktunya demi rakyat maka masyarakat mempunyai hak untuk merasa tenang karena ada orang-orang yang benar- benar bisa dipercaya sebagai legislator.

Pemilihan anggota legislatif pada 17 April 2019 akan diikuti oleh belasan partai politik yang seharusnya sudah benar-benar siap mengabdi kepada rakyat di NKRI.

Karena itu, sekitar 191 juta calon pemilih tentu ingin tidak ada lagi kasus Taufik Kurniawan, Eni Saragih, Setya Novanto, Idrus Marham, Angelina Sondakh dan lain-lain supaya tidak ada desakan atau tuntutan tidak diperlukannya lagi pileg yang hanya akan melahirkan calon-calon koruptor.*


Baca juga: KPU temukan mantan koruptor mendaftar caleg di Bengkalis

Baca juga: Mantan koruptor resmi dilarang jadi caleg Pemilu 2019



 



 

Pewarta: Arnaz F. Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018