Bagi masyarakat adat Bayan, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, memercayai agama Islam sudah ada sejak lama yang dibuktikan dengan adanya "Datu Slam" yang dalam bahasa Indonesianya adalah Raja Islam.

Kemudian keislamannya itu semakin disempurnakan melalui kedatangan Syekh Abdul Razak di bumi Bayan pada abad ke-17. Makam Syekh Abdul Razak dimakamkan di kompleks Masjid Kuno Bayan Beleq.

Selain itu, terdapat juga makam tokoh-tokoh yang menyebarkan Islam, seperti Titi Mas Puluh, Sesait, Karem Saleh dan Pawelangan di dalam bangunan yang berdindingkan anyaman bambu serta beratapkan bilahan bambu yang disusun rapi.

Mereka juga memercayai bahwa turunnya Islam di Tanah Bayan itu berdasarkan wahyu sehingga wali yang ada berasal dari sana kemudian menyebarkan ke seantero Tanah Air.

Kepercayaannya bahwa wali berasal dari Tanah Bayan yang tentunya kembali lagi ke Tanah Bayan. "Itu cerita dari leluhur kami," kata tokoh pemuda adat masyarakat adat Bayan di Batu Grantung, Raden Kertamaji.

Raden Kertamaji menambahkan Syekh Abdul Razak mejabat sebagai penghulu masyarakat Adat Bayan. "Sejarah orang Bayan itu ada di dalam lontar yang disimpan di Kampung Adat Bayan Timur yang menjadi tempat akhirat," kata sesepuh Desa Batu Grantung, Raden Nyakrawasih.

Sedikit bercerita, Raden Kertamaji menyebutkan konsepsi Wetu Telu yang selalu dikaitkan terhadap masyarakat Adat Bayan itu, adalah tidak benar.

Islam di Bayan sempurna, yakni Wetu Lima seperti penganut Islam lainnya menjalankan salat lima waktu, bukannya tiga waktu. "Wetu telu yang benar adalah tumbuh, bertelur dan lahir, itu makna manusia selama ini bersama tumbuh-tumbuhan di sekitar kita dan binatang," katanya.

Mungkin bisa dikatakan wetu telu itu sebagai filosofi atau tuntunan hidup masyarakat Adat Bayan, sedangkan dalam beribadah agama Islam tetap menjalankan shalat lima waktu.

Babad Lombok dibukukan dalam "Lombok, Penaklukan, Penjajahan dan Keterbelakangan 1870-1940" karangan Alfons van Der Kraan, dosen jurusan Sejarah Ekonomi Universitas Murdoch di Perth, Australia.

Di buku itu disebutkan bahwa Susuhunan Ratu Giri (Sunan Giri) di Gresik, Jawa Timur, memerintahkan supaya keyakinan yang baru itu (Islam) dibawa ke pulau-pulau itu. Dilembu Mangku Rat dikirim dengan sebuah pasukan bersenjata ke Banjarmasin, Datu Bandan dikirim ke Makassar, Tidore, Seram, dan Galea.

Dan seorang putra Susuhunan sendiri, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen berlayar pertama-tama ke Lombok, dimana dengan kekerasan ia mengubah keyakinan rakyat untuk memeluk agama Islam. Setelah melaksanakan tugas itu, ia melanjutkan pelayaran ke Sumbawa dan Bima.

Akan tetapi, selama kepergian Prapen, terutama karena para wanita masih terus menganut keyakinan penyembah berhala, sebagian besar rakyat Lombok kembali ke penyembahan berhala itu. Setelah kemenangan-kemenangan di Sumbawa dan Bima, Prapen kembali dan dibantu oleh Raden dari Sumuliya dan Raden dari Salut (Sasak).

Ia (Sunan Prapen) menyusun gerakan baru yang pada waktu ini berhasil. Sebagian penduduk lari ke pegunungan, sebagian lagi tunduk dan beralih keyakinan dan masuk Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukan.

Kemudian Prapen meninggalkan Raden dari Sumuliya dan Raden Salut untuk bertanggung jawab mempertahankan Islam di daerah itu dan berpindah ke Bali, dimana ia mulai perundingan-perundingan (yang tidak berhasil) dengan Dewa Agung dari Klungkung.

Maka sesuai babad Lombok, bisa dikatakan penyebar agama Islam di Bayan, yakni Sunan Prapen yang merupakan putra dari Sunan Giri pada abad ke-16 atau setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1478.

Islam Masuk

Blog http://maspanjipatria.blogspot.com atau Kedatuan Sasak Lombok, menguatkan bahwa masuknya Islam di Lombok khususnya tidak terlepas dari peran Sunan Prapen (1548-1602) dan salah seorang Murid Syeikh Siti Jenar bernama Kebo Kanigoro yang dikenal dengan nama Sunan Pengging datang ke Lombok.

Pada 1510 Kebo Kanigoro yang lahir tahun 1472 menurut babad Tanah Jawi, datang ke Lombok dan menikah dengan putri dari Kerajaan Purwadadi Lombok bernama Dewi Kencana Sari dan dia dikenal dengan nama Sunan Pengging.

Sunan Pengging menyebarkan agama Islam di daerah Purwa, Pujut dan pindah ke Bayan tahun 1517 dan di Bayan Sunan Pengging dikenal dengan nama Pangeran Mangkubumi.

Sunan Pengging menanamkan tentang prinsip dasar diterima dari gurunya Syeikh Siti Jenar Wetu Telu ketika masih di Jawa

Dalam blog itu juga menyebutkan agama Islam menjadi agama negara di Kedatuan Bayan pada tahun 1515 M dan pertama memeluk agama Islam dari kalangan keluarga Datu Bayan adalah Titi Mas Supakel.

Jika mengacu kepada kepercayaan masyarakat Adat Bayan itu, bahwa yang menyempurnakan keislaman mereka adalah Syekh Abdul Razak setelah sebelumnya ada kedatuan Islam atau kerajaan Islam di Bayan dengan pimpinan Datu Slam itu.

Apakah mungkin Syekh Abdul Razak itu merupakan Kebo Kanigoro atau Sunan Pengging yang pindah ke Bayan sesuai tulisan dalam Blog http://maspanjipatria.blogspot.com.

Sedangkan dalam Babad Lombok menyebutkan bahwa Sunan Prapen meninggalkan Raden dari Sumuliya dan Raden Salut untuk bertanggung jawab mempertahankan Islam di Lombok.

Atau apakah Syekh Abdul Razak itu merupakan Raden dari Sumuliya? Menarik untuk dibahas dan dikaji siapa sebenarnya Syekh Abdul Razak yang dipercaya oleh masyarakat adat Bayan sebagai seorang wali penyebar Islam.

Baca juga: Peneliti paparkan tiga teori masuknya Islam ke Nusantara
Baca juga: Dubes RI dan UI teliti masuknya Islam ke Nusantara dari Azerbaijan


 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018