Jakarta (Antara) - Masyarakat Indonesia belum semuanya memiliki data rekam gigi sehingga menjadi kendala untuk melakukan identifikasi pada kejadian korban bencana massal.

"Mungkin memang sudah ada yang memiliki data rekam gigi, tapi tidak semua punya. Memang ini keterbatasan di Indonesia jadi data ante mortem itu agak susah didapat," kata staf medis Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK UI/RSCM dr Mohammad Ardhian Syaifuddin SpF di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut berbeda dengan di luar negeri terutama negara maju yang mengharuskan masyarakatnya memiliki data rekam gigi.

Saat terjadi bencana alam massal atau kecelakaan transportasi, dokter forensik melakukan identifikasi korban, salah satunya dengan bukti primer yaitu gigi.

Gigi menjadi bukti penting karena tahan terhadap api atau tidak mudah terbakar dan gigi juga tidak ikut membusuk.

Karena itu dibutuhkan data gigi semasa hidup yang bisa didapat dari dokter gigi apabila semasa hidupnya pernah mendapatkan perawatan gigi.

"Apabila memang ada, akan sangat memudahkan karena tim DVI kemungkinan akan mendapatkan rekam medik, foto radiologi atau rontgen panoramikm gigi, rahang dan atau kepala, cetakan gigi, gigi palsu atau gigi yang sudah dicabut," katanya.

Dalam bencana massal seperti kecelakaan transportasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang membawa 189 orang, salah satu upaya mengidentifikasi korban lewat rekam gigi selain DNA dan sidik jari.*


Baca juga: Bidokkes kumpulkan 42 data ante mortem

Baca juga: Petugas data keluarga korban di pos ante mortem


 

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018