Jakarta (ANTARA News) - Pegiat antikekerasan terhadap perempuan Anindya Restuviani dari Hollaback Jakarta mengatakan saat ini belum ada payung hukum untuk korban pelecehan di ruang publik.

"Selama ini kalau ada kasus pelecehan akan menggunakan KUHP yang masih mendiskualifikasi pengalaman korban. Untuk itu kita harus mendorong DPR mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," kata dia di Jakarta, Kamis.

Untuk mendorong hal tersebut maka dibuatlah survei "Pelecehan Seksual di Ruang Publik" di change.org.

Survei tersebut menargetkan 25 ribu orang dari berbagai usia dan wilayah di Indonesia untuk menjadi responden. Hingga 27 November partisipan survei tersebut telah melampaui target yaitunsekitar 50 ribu orang.

Hasil sementara menunjukkan 45 persen dari responden pernah mengalami pelecehan di ruang publik.

"Hal ini menunjukkan tidak adanya ruang aman bagi perempuan di ruang publik, namun sayangnya belum ada hukum yang mengatur hal tersebut," kata dia.

Survei akan ditutup dua minggu ke depan, hasil dari survei tersebut akan digunakan sebagai advokasi mempercepat pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual telah dikerjakan oleh koalisi masyarkat sipil sejak 2014, sejak 2017 RUU tersebut telah masuk ke dalam prolegnas di DPR dan menjadi RUU inisiatif DPR.

Namun sayangnya hingga kini, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual belum juga disahkan.

Baca juga: Lala Karmela ajak korban pelecehan seksual berani bicara
Baca juga: Jadi korban pelecehan seksual tapi takut melawan? Coba cara ini
Baca juga: DPR didesak sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual


 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018