Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Partai Nasional Demokrat (NasDem) meminta kampanye bertema korupsi disertai gagasan pembanding terkait tingkat tindak pidana korupsi di Indonesia.

Pernyataan Ketua DPP NasDem Willy Aditya itu menanggapi ucapan capres Prabowo Subianto mengenai korupsi di Indonesia sudah seperti kanker stadium empat.

"Sebaiknya Prabowo berhenti cara berkampanye ngawur," kata Willy di Jakarta Sabtu.

Willy menyatakan Prabowo harus membedakan sistem pemerintahan di negara otoriter seperti era zaman orde baru dengan zaman demokrasi saat ini.

Willy menyampaikan, kekuasaan pada era orde baru sangat tertutup dan absolut di tangan penguasa, sedangkan era demokrasi kekuasaan tersebar, bahkan pemerintah Indonesia menjalankan otonomi daerah.

Diungkapkan Willy, aparat keamanan bekerja sesuai kebutuhan penguasa ketika era zaman orde baru, kemudian terjadi reformasi yang menata ulang pemerintahan termasuk muncul pembentukkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai "ujung tombak" pemberantasan korupsi bersama Kejaksaan dan Polri.

"Di zaman orde baru jika ada orang yang berani kritik karena korupsi maka bisa-bisa orang tersebut akan dibungkam. Berbeda dengan sekarang yang semua harus transparan," ungkap Willy.

Ketua DPP Divisi Humas NasDem itu menjelaskan pemberantasan korupsi yang terjadi saat ini di Indonesia disebabkan keterbukaan dan pemisahan kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif, serta yudikatif.

"Dan perlu kita ingat Gerindra itu paling banyak mengajukan caleg mantan koruptor," ucap Willy.

Berdasarkan data yang dirilis Transparansi Internasional pada 1999, Willy mengungkapkan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia terendah di kawasan Asia, namun saat ini Indonesia hanya berada dibawah Singapura, Malaysia, dan Brunei.

Pilpres 2019 diikuti dua pasangan calon presiden, yaitu nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Baca juga: Polisi: Dahnil kembalikan dana Rp2 miliar ke Kemenpora

Baca juga: Gerindra: Pernyataan Prabowo ingatkan masalah korupsi Indonesia

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018