Alunan suara tambua bertalu-talu mengisi udara di halaman Istano Basa Pagaruyuang pagi itu, dentuman gendang khas Minangkabau tersebut semakin semarak ketika ditingkah oleh tasa.

Ratusan pasang mata dari tetamu yang sedari pagi telah hadir di halaman istano yang merupakan salah satu objek wisata budaya di Tanah Datar, Sumatera Barat itu mulai fokus ke arah pintu gerbang.

Biasanya, gerbang Istano Basa Pagaruyuang hanya dilalui oleh para wisatawan yang datang untuk menyaksikan replika istana Kerajaan Pagaruyuang tersebut, akan tetapi pagi itu berbeda, suasana khas Minangkabau yang diwakili oleh kemegahan Istano Basa Pagaruyuang serta jejeran marawa dengan warna kuning, merah dan hitam yang mencolok menjadi semakin beragam dengan kedatangan puluhan perwakilan kerajaan se-nusantara dengan pakaian khas masing-masing.

Pagi itu, Rabu 28 November adalah hari kedua bagi para raja dari puluhan kerajaan se-nusantara hadir di Bumi Minang untuk hadir berkumpul di istana tersebut. Selain untuk menghadiri pembukaan Festival Pesona Budaya Minangkabau (FPBM) 2018, mereka juga hadir untuk agenda khusus, yaitu Festival Keraton Nusantara (FKN).

Kerajaan Pagaruyuang Darul Qarar dipercaya sebagai tuan rumah dalam pelaksanaan FKN ke XII tahun 2018, yang di dalamnya terdapat puluhan kerajaan dari seluruh wilayah di Indonesia.

Di halaman Istano Basa Pagaruyuang yang sempat terbakar beberapa kali tersebut, para raja beserta permaisuri dari berbagai kerajaan disuguhkan berbagai kesenian serta atraksi budaya khas Minangkabau.

Setelah menikmati suguhan atraksi budaya, para raja itu juga disuguhkan aneka makanan yang disajikan sesuai dengan tradisi yang ada.

Bentangan jamba atau sajian makanan sudah mengisi sebagian besar ruang utama ketika raja-raja tersebut memasuki Istano Pagaruyuang.

Apabila biasanya tradisi makan bajamba dilakukan oleh masyarakat Minang dan identik dengan pakaian khas Minangkabau, maka pada hari tersebut di hadapan bentangan jamba itu duduk ratusan orang dengan beragam pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.



Pelestarian Budaya Leluhur

Kehadiran para raja tersebut di Tanah Datar  dalam rangka menghadiri festival keraton yang merupakan wadah silaturahmi bagi kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara.

FKN tahun 2018 adalah pelaksaaan festival untuk kali ke XII dengan Kerajaan Pagaruyuang sebagai tuan rumah, setelah pada festival sebelumnya dilaksanakan di Kasepuhan Cirebon.

Sekjen Forum Komunikasi dan Informasi Keraton Nusantara (FKIKN), Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandan Sari mengatakan kegiatan FKN untuk kali pertama diadakan pada tahun 1995.

Ia menyebutkan, pada tahun tersebut FKN digelar di Surakarta dan baru diikuti oleh sebanyak 15 kerajaan se-Indonesia.

Wandan Sari yang juga merupakan Puteri Keraton Kasunanan Surakarta tersebut mengatakan, penyelenggaraan festival keraton merupakan bentuk nyata dari penerus dan pewaris keraton, istana dan masyarakat adat dalam menjaga dan melestarikan budaya leluhur.

"Keikutsertaan ini tentu dengan misi agar kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia tetap lestari dan terjaga," kata putera mahkota yang datang ke Tanah Datar dengan rombongan berjumlah lebih kurang 20 orang tersebut.



Keragaman Bumi Minang

Sesaat setelah menikmati hidangan khas Minangkabau di Istano Basa pagaruyuang, Pangeran Raja Luqman Zulkaedin menuturkan, sesampainya di Minangkabau ia melihat banyak perbedaan antara adat di Minang dengan daerahnya.

Putra mahkota yang didampingi permaisurinya itu menyebutkan, perbedaan yang ada merupakan keberagaman yang harus dijaga sebagai bentuk kebhinekaan.

Di Minangkabau, ia menemukan bentuk pemerintahan nagari, yang mana sistem tersebut hanya ada di daerah tersebut dan menjadi identitas dari masyarakat dan budaya Minangkabau.

"Di sini ada sistem pemerintahan nagari, dan di Indonesia hal ini hanya ada di Minangkabau," ujarnya.

Selain Pangeran Raja Luqman Zulkaedin, Pemangku Kesultanan Bulungan, Kalimantan Utara, Datuk Eddy Purnama juga mendapatkan kesan tersendiri tentang Minangkabau.

Sambutan hangat dari pihak Kerajaan Pagaruyuang serta keramahan masyarakatnya akan menjadi cerita tersendiri bagi ia beserta rombongan ketika kembali ke Kalimantan nantinya.

Sementara itu, Madi Kabua Kadatuan Luwu Sulawesi Selatan, Andi Saifuddin Kaddiraja Oppu Tosattia Raja menyebutkan pelaksanaan FKN di Bumi Minang kali ini cukup menarik dan meriah, karena juga dibarengi dengan pelaksanaan Festival Pesona Budaya Minangkabau.

Ia menuturkan, pelaksanaan kegiatan kali ini akan menjadi tolak ukur baginya beserta pihak kadatuan dalam pelaksanaan FKN tahun 2019.

"Tahun depan yang akan menjadi tuan Rumah FKN adalah Kadatuan Luwu, oleh karenanya dalam kegiatan kali ini kami tidak hadir dalam jumlah yang banyak, karena ada berbagai hal yang harus dipersiapkan untuk hal tersebut" katanya.

Pelaksanaan festival keraton kali ini setidaknya dihadiri oleh sebanyak 60 kerajaan yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia serta dari luar negeri.

Sutan Muhammad Yusuf Tuanku Mudo Rajo Disambah sebagai Tuanku Mudo Istano Silinduang Bulan Kerajaan Pagaruyuang Darul Qarar menyebutkan, selain dari FKIKN, juga ada undangan dari Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN).

Lebih lanjut Sutan Muhammad Yusuf menjabarkan, para raja tersebut berasal hampir dari seluruh daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku serta Nusa Tenggara.

Beberapa raja dari Sumatera di antaranya berasal dari Langkat, Deli Serdang, Pelalawan, raja-raja di Minangkabau, Palembang dan lain-lain.

Sementara itu dari Jawa adalah para raja dari Kesepuhan Cirebon dan Kasunanan Surakarta. Dari Kalimantan salah satunya adalah dari Kesultanan Bulungan Kalimantan Utara dan dari Sulawesi salah satunya adalah dari Kadatuan Luwu Sulawesi Selatan.

"Selain dari Indonesia, dalam agenda ini juga hadir perwakilan raja dari luar negeri, yaitu dari Malaysia dan Brunei Darussalam," ujarnya.

Menurut Sutan Muhammad Yusuf, dalam kegiatan yang dimulai sejak 27 hingga 30 November tersebut, setiap raja dan permaisuri akan diiringi oleh pengiring dalam jumlah yang beragam, mulai dari dua hingga 20 orang.

Para raja tersebut berperan dalam pelestarian budaya asli Nusantara sehingga melalui festival tersebut masyarakat dapat lebih mengenal sejarah dan budaya luhur yang dapat memperkaya budaya pada masa kini dan mendatang.*



 

Pewarta: Syahrul Rahmat
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018