Tanpa kritik film,  tidak ada penimbang kualitas sebuah film.  Seperti sayur tanpa garam. Tanpa kritik,  film menjadi hambar
Jakarta (ANTARA News ) - Penulisan kritik film di media-media massa dinilai turut berperan dalam meningkatkan kualitas perfilman nasional.

Sutradara film John de Rantau di Jakarta, Jumat mengatakan, kritik bisa membuat kreatornya berinteraksi dengan pengkritik dan penonton filmnya. 

"Tanpa kritik film, tidak ada penimbang kualitas sebuah film. Seperti sayur tanpa garam. Tanpa kritik, film menjadi hambar," kata John de Rantau, terkait Lomba Kritik Film dan Artikel Film 2018.

John de Rantau yang juga merangkap sebagai anggota dewan juri Lomba Kritik Film 2018, bersama Wina Armada, Bre Redana, Remy Sylado, Dr. Maman Wijaya, Dr. Ekky Imanjaya, memutuskan Ary Saptaji sebagai pemenang kategori Kritik Film. 

Dengan tulisan berjudul "Surat Terbuka Untuk Marlina", di film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, Ari mengalahkan 147 dari peserta dalam kategori ini. 

Ketua Dewan Juri Kritik Film Wina Armada mengatakan, ada kesalahan mendasar pada hampir semua peserta kategori Kritik Film, yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang masih buruk, serta terlalu banyaknya penggunaan bahasa asing, yang tidak pada tempatnya. 

"Lebih banyak yang menulis dengan menggunakan gaya bahasa milenial, tanpa pemahaman bahasa Indonesia yang memadai, " kata Wina. 

Sedangkan untuk kategori Artikel Film,  Dewan Juri Artikel Film 2018, yang beranggotakan Ilham Bintang (Ketua) Benny Benke (Sekretaris), Lola Amaria, Yan Wijaya, Dimas Supriyanto, Sanggupri dan Doddy Budiatma, menetapkan Achmad Muchtar sebagai pemenang.

Dengan tulisan berjudul "Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak: Perempuan Menolak Kalah", Muchtar menyisihkan 47 pesaingnya

Baca juga: Perkembangan film nasional cukup menggembirakan

Dewan Juri Artikel Film mencatat terdapat kesalahan mendasar pada hampir seluruh artikel  peserta lomba. Pertama,  terdapat kelemahan  yang sangat mengganggu pada  penggunaan bahasa Indonesia yang belum mencapai taraf yang baik dan benar.

Kelemahan itu termasuk pada lima artikel unggulan pemenang (nominee) .Kedua, terjadi inkonsistensi pilihan topik artikel dengan pembahasannya. Ketiga,  terlihat  kemalasan penulis untuk mengupdate  (memperbarui) bahan dan data untuk menguatkan argumentasi analisisnya.  Dukungan data yang kurang memadai, untuk tidak mengatakan amat lemah mewarnai hampir semua artikel. Keempat, naskah peserta didominasi kutipan- kutipan berbagai nara sumber yang terkadang kurang relevan dengan topik bahasan. 

Sementara itu Kepala Pusbangfilm Kemendikbud RI Maman Wijaya, mengatakan peserta lomba Kritik Film dan Artikel Film 2018 meningkat dibandingkan tahun lalu.

"Terkumpul 148 naskah kategori Kritik film dan 48 naskah Artikel Perfilman dari 65 film yang berbeda,  yang beredar selama setahun ke belakang," katanya. 

Dia menambahkan,  dari sisi kajian, kritiknya beragam, tidak sekedar menyalin ulang, tapi juga memberikan masukan kepada pembuatnya.

"Hal ini sejalan dengan program Pusbangfilm Kemendikbud untuk turut memajukan Kritik film di Indonesia," katanya.

Hal senada dikatakan Sekjen Kemendikbud,  Didik Suhardi Ph.D. Menurut dia film sebagai produk budaya sarat dengan pesan di dalamnya. 

"Kemendikbud,  sebagai Kementerian yang turut bertanggung jawab atas perkembangan perfilman, sangat peduli pada ajang ini.  Oleh karena itu,  ajang Kritik Film ini menjadi penting dan strategis untuk meningkatkan kualitas perfilman Indonesia," ujarnya.***4***

Baca juga: LSF: Film nasional sudah mulai bervariasi

Baca juga: Kadin ingin regulasi berpihak kepada film nasional

Pewarta: Subagyo
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018