Palu (ANTARA News) - Mentari telah bersembunyi di balik gunung sebelah barat, sementara suara adzan maghrib mulai terdengar, namun delapan excavator masih terus menggaruk-garuk lereng gunung pada ketinggian sekitar 40 meter dari permukaan jalan raya.

Sementara itu beberapa buldozer, loader dan excavator tak henti-hentinya meraung membersihkan badan jalan yang tertimbun material dari lereng gunung untuk membuka jalur agar kendaraan bisa lewat karena palang pintu penutup arus lalulintas diangkat pukul 18.00 Wita untuk memberi kesempatan kepada para pengendara yang telah antre beberapa jam untuk melewati jalur itu.

Itulah pemandangan setiap petang di jalur jalan trans Sulawesi ruas Tawaeli-Toboli, Sulawesi Tengah, yang sedang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak dua tahun terakhir, dengan fokus penanganan lereng guna meminimalisasi longsoran yang merupakan `penyakit` kronis di ruas jalan strategis tersebut.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK-9) Satker II BPJN XIV Palu Julian Situmorang mengemukakan saat ini ada dua paket proyek peningkatan jalan ruas Tawaeli-Toboli yang hampir berakhir kontraknya yakni pertama rekonstruksi dan penanganan lereng Nupabomba-Kebun Kopi sepanjang enam kilometer menggunakan dana APBN 2017 dan 2018 sebesar Rp123,2 miliar dan dikerjakan PT. Wasco SP-KSO.

Paket kedua adalah rekonstruksi dan penanganan lereng Tawaeli-Nupabomba-Kebun Kopi (4 km) menggunakan dana APBN tahun jamak (2017-2018) sebesar Rp74,7 miliar dikerjakan PT. Tunggal Mandiri Jaya (TMJ).

Batas waktu kontrak untuk paket pertama yang dikerjakan PT. Wasco akan berakhir 30 Desember 2018, sedangkan paket kedua oleh TMJ harus selesai pada 20 Desember. Keduanya mendapat kebijakan perpanjangan masa kontrak selama beberapa hari dari seharusnya 15 Desember 2018 dengan berbagai pertimbangan antara lain dampak bencana alam yang melanda Sulteng pada 28 September 2018.

Di lokasi yang sedang dikerjakan PT. TMJ, tampak masih sekitar 200-an meter lereng gunung yang belum selesai dikerjakan, padahal masa kontrak tinggal sekitar dua pekan lagi. Lereng gunung setinggi 70-an meter itu, baru separuhnya yang selesai dibuatkan teras-teras, belum lagi pemasangan penutup lereng berupa material geogrid untuk menahan longsoran.

"Kami saat ini mengerahkan 12 excavator dan tiga loader untuk menyelesaikan pekerjaan karena kontrak akan berakhir 20 Desember," kata Jafri, pengawas lapangan PT.TMJ yang ditemui di lokasi proyek, Minggu (2/12).

Sesuai ketentuan, bila pekerjaan tidak selesai pada waktu yang ditentukan, maka rekanan yang mengerjakan proyek itu akan mendapat sanksi berupa pengenaan denda sebesar satu persen dari nilai kontrak setiap hari.

"Tapi kami optimistis proyek ini selesai tepat waktu. Tidak ada kendala berarti, mudah-mudahan dalam dua pekan ke depan, tidak ada hujan deras," ujar Jafri lagi.

Untuk lebih memperlancar pelaksanaan pekerjaan, ruas jalan utama yang menghubungkan Kota Palu dengan seluruh kota di Pulau Sulawesi itu menerapkan buka-tutup arus lalulintas.

Ruas jalan strategis ini mulai ditutup pada pukul 08.00 sampai 12.00 Wita, lalu dibuka sampai pukul 14.00 Wita, kemudian tutup lagi sampai pukul 18.00 Wita dan dibuka ulang sampai pukul 20.00 Wita. Setelah itu, arus lalulintas kembali ditutup hingga pukul 24.00 dan dibuka kembali sampai pukul 08.00 Wita.



Masih berlanjut

Setelah dua paket proyek itu selesai pada Desember 2018, kini telah siap lagi dua kontraktor lain untuk mengerjakan proyek lanjutan yang dibiayai dengan dana APBN 2018 dan 2019 senilai total sekitar Rp220 miliar.

Kedua kontraktor yang sudah menyelesaikan proses tender sejak September 2018 itu yakni PT. Istaka Karya dan PT. Bumi Duta Persada, masing-masing dengan nilai kontrak sekira Rp110 miliar dan masa kerja September 2018 sampai Desember 2019.

Penanganan ruas jalan ini mendapat perhatian serius Pemerintahan Presiden Jokowi yang menjadikannya sebagai salah satu proyek strategis nasional pembangunan infrastruktur di Sulawesi Tengah karena posisinya yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi, sosial dan hankam di provinsi berpenduduk hampir 3 juta jiwa ini.

Julian Situmorang menjelaskan bahwa ruas Tawaeli-Toboli sepanjang hampir 40 kilometer itu merupakan ruas utama yang menghubungkan trans Sulawesi di pantai timur dan barat pulau Sulawesi. Trans Sulawesi pantai timur sendiri menghubungkan Provinsi Sultra, Sulsel, Sulteng, Gorontalo dan Sulut, sedangkan trans Sulawesi pantai barat menghubungkan Sulsel, Sulbar, Sulteng, Gorontalo dan Sulut.

Di provinsi Sulteng sendiri, ruas ini menjadi jalur utama yang menghubungkan Kota Palu dengan delapan kabupaten di pantai timur Sulteng dan tiga kabupaten di pantai barat.

Namun, kata Julian, problematik utama di ruas ini adalah longsor, sehingga sejak 2017 sampai 2022 mendatang, peningkatan ruas jalan ini akan lebih difokuskan pada penanganan lereng atau disebut managemen lereng.

Fokus pekerjaan adalah memperbaiki kondisi lereng guna meminimalisasi terjadinya longsor dengan konstruksi khusus yang telah melalui kajian ilmiah dengan melibatkan para ahli geologi yakni membuat lereng lebih landai (reslope) dan `menyarungi` lereng-lereng tersebut menggunakan material geogrid dan erosion mat.

Lereng-lereng yang kemiringannya mencapai 75 derajat dengan kertinggian sampai 89 meter digaruk menggunakan excavator agar lebih landai dengan kemiringan sekitar 55 derajat. Setelah mencapai tingkat kelandaian tertentu, lereng itu kemudian ditutup dengan material geogrid, berupa jaring-jaring plastik tebal berwarna coklat tua yang fungsinya menahan batuan besar agar tidak lepas dari lapisan tanah.

Setelah material geogrid, lapisan sarung ditambah lagi dengan jaring-jaring plastik berwarna hijau kebiruan yang disebut erosion mat, berfungsi sebagai pengontrol erosi sekaligus menjadi media tanam tumbuhan menjalar yang diharapkan meminimalisasi erosi.

"Di semua lereng tersebut, kami juga membangun drainase sehingga aliran air saat hujan turun bisa dikontrol dan dikendalikan sehingga tidak menyebar liar ke permukaan lereng yang sudah disarungi dengan material geogrid dan erosion mat tadi," ujarnya.

Banyak pihak memuji hasil penanganan lereng di jalur Kebun Kopi yang hampir selesai dikerjakan, karena selain badan jalan menjadi mulus dan lebar, lereng-lerengnya juga enak dipandang setelah ditutupi erosion mat berwarna hijau.

"Tak hanya mulus dan lebar, tetapi juga elok. Lewat di jalan ini seolah kita sedang berwisata," kata Aptripel Tumimomor, Bupati Morowali Utara yang sering melintas di ruas jalan berhawa sejuk karena terletak diketinggian antara 200 sampai 600 meter dari permukaan laut itu.*



Baca juga: Jalan Trans Sulawesi di Sigi bisa dilewati

Baca juga: Banjir Konawe Utara lumpuhkan akses trans Sulawesi


 

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018