Padang (ANTARA News) - Sejumlah wartawan media cetak dan elektronik yang ikut mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninjau korban gempa ke Bengkulu dan Sumatera Barat tampaknya tidak kuasa menahan rasa dongkol, terutama menyangkut jadwal yang tidak jelas. Ketidakjelasan itu sudah terlihat sejak rombongan mau berangkat dari Jakarta melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Senin pagi, yang jadwalnya molor dari pukul 07.00 WIB menjadi pukul 07.30 WIB. Petugas jurnalistik yang dianggap bagian dari perangkat Kepresidenan memang kadang dihadapkan pada ketidakjelasan jadwal yang dikeluarkan Biro Pers dan Media Istana Kepresidenan. Di satu sisi, wartawan selalu ditekankan harus tepat waktu, sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, namun di sisi lain jadwal yang dikeluarkan terkadang kurang akurat, dan bahkan sering molor tanpa penjelasan. Seorang wartawan LaTivi yang akan meliput kegiatan Presiden ke Bengkulu dan Sumatera Barat, misalnya, telah hadir di Pangkalan TNI AU, sejak pukul 04.50, meski jadwal keberangkatan pukul 07.00 WIB, yang disusul wartawan lainnya. Presiden bersama rombongan termasuk wartawan menggunakan pesawat Kepresidenan akhirnya berangkat, walaupun waktunya molor setengah jam, dan tiba di Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu, sekitar pukul 09.00 WIB. Kepala Negara yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri seperti Menteri PU Djoko Kirmanto, Menkes Siti Fadilah Supari, Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto, dan Wakil Ketua DPD-RI Bambang Suroso, langsung meninjau Satkorlak Provinsi Bengkulu, guna mendengarkan paparan dari Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin, sekaligus memberi bantuan secara simbolis kepada korban. Satu jam kemudian, Presiden bersama rombongan berangkat menggunakan empat helikopter menuju Kabupaten Muko-Muko di Bengkulu Utara, yang dilanjutkan ke Kecamatan Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, dan setelah itu menggunakan kendaraan mobil ke Balai Salasa, Kecamatan Rana Pesisir. Gempa teknonik berkekuatan 7,9 pada Skala Richter mengguncang Bengkulu dan Sumbar pada Rabu (12/9) pukul 18.10.23 WIB dan diikuti beberapa kali gempa susulan di beberapa daerah termasuk Padang, Sumatera Barat. Hingga Minggu pagi, korban meninggal akibat gempa tersebut tercatat 23 orang, 88 orang luka-luka, baik luka berat atau ringan. Para korban meninggal dunia itu tersebar di sejumlah lokasi yakni di Bengkulu Utara enam (6) orang, Padang (3), Bengkulu (2), di Mentawai (3), satu orang di Jambi, satu orang di Solok dan tujuh orang di Kabupaten Mukomuko. Selain itu, bencana alam tersebut juga memporakporandakan sejumlah rumah penduduk, lahan pertanian, dan berbagai fasilitas umum. Dari sisi pemberitaan, melihat lokasi dan korban gempa merupakan suatu pengalaman berharga yang bagus diwartakan kepada masyarakat. Namun, dari empat helikopter yang tersedia, wartawan yang bisa ikut meliput hanya tiga media. Bahkan, wartawan ANTARA News yang sedianya sudah dijadwalkan ikut bersama rombongan, terpaksa tidak bisa ikut serta. Seorang wartawan media televisi swasta yang tidak bersedia menyebutkan jati dirinya mengatakan, "Percuma saja jauh-jauh dari Jakarta, kalau tidak bisa ikut meliput dari dekat". Bahkan ia menengarai, ketidaksiapan Biro Pers menyediakan tempat bagi sejumlah wartawan karena banyak di antara rombongan yang ikut justru adalah "orang-orang yang tidak jelas". Wartawan yang tidak bisa berangkat dengan helikopter Kepresidenan, akhirnya berangkat ke Sumbar dari Bandara Fatmawati Bengkulu sekitar pukul 11.20 WIB, dan tiba di Bandara Minangkabau sekitar pukul 12.00 WIB. Setelah itu, wartawan kemudian digiring ke salah hotel di kawasan Jalan Gereja, di Kota Padang. Di sini, lagi-lagi jadwal tidak jelas. Wartawan sempat "istirahat" sekitar satu setengah jam, untuk selanjutnya dengan menggunakan mobil menuju ke kediaman atau rumah dinas Bupati Painan, Kabupaten Pesisir, Sumbar. Dalam suasana puasa, perjalanan dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam itu tentu menambah lelah. Berharap dapat bertemu dengan Presiden untuk menanyakan ihwal kunjungan ke lokasi gempa, wartawan tetap antusias karena sejak siang hari wartawan tidak memperoleh berita yang akan dikirim ke redaksi masing-masing. Menurut informasi dari Biro Pers Istana, Presiden akan memberikan keterangan pers sekitar pukul 21.00 WIB, di hadapan para bupati, walikota dan unsur Muspida se-Sumbar. Wartawan yang sebelumnya sedikit mengumpat karena jadwal yang tidak jelas tersebut, sedikit banyak terobati setelah mendapat suguhan buka puasa di kediaman Bupati. Sekitar pukul 21.15 WIB, raungan sirine rombongan Presiden memasuki halaman rumah dinas Bupati. Wartawan yang sudah lelah menunggu, sedikit memancarkan wajah sumringah karena berharap dapat berita dari paparan terkait kondisi tanggap darurat yang dilaporkan Gubenur Sumbar Gamawan Fauzi, termasuk arahan dari Presiden. Di pendopo bagian belakang rumah Bupati Painan, tampak persiapan sudah dilakukan seperti kursi untuk para tamu, dan perangkat sound system. Namun, sesaat kemudian diinformasikan bahwa Presiden dinyatakan tidak jadi memberikan keterangan pers. Sontak wartawan yang sejak sore menunggu kembali lemas dan lunglai, meskipun diinformasikan bahwa Kepala Negara akan memberi keterangan pada esok harinya tanpa menetapkan waktu dan tempatnya. "Kemungkinan di Bandara Minangkabau, bisa juga di rumah Bupati, tapi bisa juga di Halim, ah terserahlah," celetuk seorang wartawan media cetak. Para wartawan yang makin merasa lelah, akhirnya keluar secara teratur dari lingkungan kediaman Bupati Painan, menggunakan mobil menuju kota Padang. Lagi-lagi menempuh perjalanan melelahkan karena melalui perbukitan dan pesisir pantai. Tentu, inilah sebagian pengalaman meliput kegiatan Kepresidenan. Selain lelah tentu juga segudang pengalaman yang menggembirakan dan menyenangkan. Namun, lelah yang dirasakan wartawan tersebut tentunya sangat tidak sebanding dengan lelah Kepala Negara yang tanpa hentinya bekerja menyelesaikan tugas-tugas demi bangsa dan negara. (*)

Oleh Oleh Roike Sinaga
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007