Sekelompok pecinta sepeda tua yang tergabung dalam komunitas Sepeda Antik Banjarmasin (Saban) berkeliling di kawasan Kampung Rumah Banjar di Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.

Para pengguna sepeda ontel tersebut satu demi satu menyinggahi sekitar 20 unit rumah tua yang masih bertengger megah di kawasan tepian Sungai Martapura di kota berjuluk "kawasan seribu sungai" tersebut.

Mereka kemudian membidik kamera telepon seluler dan kamera saku ke rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu ulin (kayu besi) itu. Ada yang berswafoto dengan latar belakang rumah tua berarsitektur budaya suku Banjar yang merupakan etnis terbanyak yang bermukim di wilayah daratan paling selatan pulau terbesar nusantara tersebut.

Dikala hasil jepretan handpone dan kamera pocket yang mengeksplor kampung tua dengan rumah-rumah adat tersebut dan diunggah ke grup di facebook dan whatshapp (WA) ternyata memperoleh respon positip dari netizen.

Banyak pertanyaan tentang lokasi kampung tua yang konon merupakan yang tertua di wilayah kota berpenduduk sekitar 600 ribu jiwa itu. Bahkan hasil jepretan yang diunggah ke FB dan WA tersebut oleh netizen dibagikan kemana-mana.

"Luar biasa kampung tua ini. Ini adalah objek wisata yang luar biasa pula jika dikembangkan menjadi destinasi, karena selain alamnya yang bagus juga berada di tepian Sungai Martapura," kata Zany Thaluk, anggota Saban.

Menurutnya, di negeri Malaka, Malaysia, terdapat satu lokasi objek wisata di sungai kawasan tersebut yang diserbu pengunjung untuk susur sungai sekaligus menikmati rumah dan gedung-gedung tua peninggalan kolonial Inggris.

Padahal rumah dan gedung tua di sana hanya beberapa unit saja, sementara di Sungai Jingah Banjarmasin terdapat puluhan rumah dan semuanya tua-tua, ini lebih menarik dan eksotis.

Hanya saja lokasi sini belum dikelola sebagai destinasi wisata sementara di Melaka sudah lama dan dipublikasikan secara gencar ke seluruh dunia. Makanya saatnya Sungai Jingah juga dikelola dan dipublikasikan sebagai kota tua atau kampung lama wilayah ini.

Gubernur Kalsel Haji Sahbirin Noor saat acara Aksi Sapta Pesona 2018 di kampung tua Sungai Jingah, Kamis (6/12), mengakui Sungai Jingah memiliki belasan rumah tua, makanya ke depan wilayah ini dijadikan kampung tua sebagai destinasi wisata.

Sungai Jingah bukan saja memiliki rumah-rumah tua, juga memiliki banyak kebudayaan lama yang terpelihara dengan baik, seperti budaya membuat kuliner, budaya membuat kain Sasirangan, serta budaya aneka kehidupan lainnya.

"Baik rumah serta budaya-budaya tersebut kesemuanya sangat potensial dijual kepada wisatawan, makanya ini akan dipublikasikan lebih luas lagi sebagai kawasan wisata di Kalsel," kata Haji Sahbirin Nor yang lebih dikenal dengan sebutan Paman Birin yang sebagian masa kecilnya dihabiskan di kampung Sungai Jingah itu.

Menurut orang nomor satu di Pemprov Kalsel tersebut sudah saatnya wilayahnya tidak mengandalkan lagi tambang batu bara sebagai penggerak ekonomi, karena emas hitam tersebut merupakan fosil yang bisa habis.

Sementara daerah lain sekarang lebih mengedepankan pengembangan pariwisata yang dapat mendatangkan uang tanpa harus merusak alam, karena itu sudah saatnya Kalsel mengembangkan dunia wisata tersebut lebih luas lagi dan tak ada habis-habisnya.



Bersejarah

Saat melihat potensi rumah banjar tersebut, Gubernur Kalsel merasa senang kepada pemilik rumah yang sama sekali tidak memperbaharui model tampilan tempat tinggal mereka itu.

Aksi Sapta Pesona yang digagas Dinas Pariwisata Kalsel dalam memaksimalkan sumber daya pariwasata di Sungai Jingah, rupanya mengingatkan kenangan masa kecil sang Gubernur.

"Saya senang sekali kegiatan pagi ini bertempat di Sungai Jingah. Tempat yang bersejarah, tidak hanya bagi Kota Banjarmasin dan Kalsel, tetapi bagi saya pribadi," ujar Sahbirin.

Gubernur mengapresiasi langkah Dinas Pariwisata Kalsel dalam kegiatan ini. Ia berharap instansi ini lebih banyak berbuat lagi demi mewujudkan keinginan bersama untuk tidak lagi bergantung sepenuhnya pada sektor pertambangan.

Kepala Dinas Pariwisata Kalsel, Dahnial Kifli, mengatakan, Aksi Sapta Pesona merupakan tindak lanjut atas kebijakan Gubernur untuk memaksimalkan sumber daya alam, khususnya di sektor pariwisata.

"Aksi Sapta Pesona yang bertemakan Save Bekantan, Save Sungai Jingah merupakan tindak lanjut Dinas Pariwisata Kalsel atas kebijakan Gubernur. Kegiatan itu dibarengi dengan aksi lingkungan menanam bibit mangrove atau bakau di tepian Sungai Martapura tersebut.

Berdasarkan tulisan Zulfaisal Putra yang dilansir sebuah laman menyebutkan Kampung Rumah Banjar Sungai Jingah terletak pada irisan dua kelurahan, yaitu Kelurahan Surgi Mufti dan Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara.

Kampung yang terdiri deretan rumah asli Banjar ini menyisir jalan Sungai Jingah sepanjang dua kilometer dan bersisian dengan Sungai Martapura. Kampung Rumah Banjar Sungai Jingah diperkirakan mulai dibangun pada pertengahan abad 19. Hal ini berdasarkan pondasi dan bahan bangunan rumah Banjar yang terdiri dari kayu ulin.

Selain itu, pada kampung ini juga terdapat makam Syekh Jamaluddin, cicit (buyut) Datu Kalampaian (Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari) dari pasangan Hj. Zalekha binti Pangeran Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan H. Abdul Hamid Kusasi bin Syarifah binti Umpil bin Mu`min (seorang menteri di zaman Kesultanan Banjar) yang wafat pada tanggal 8 Muharam 1348.

Dalam kalender masehi, 16 Juni 1929 M dan dimakamkan di depan rumah beliau di kampung Sungai Jingah Banjarmasin pada hari Ahad, 9 Muharam 1348 H jam 2 siang, yang sampai sekarang dengan nama Kubah Sungai Jingah atau Makam Datu Surgi Mufti Jamaludin.

Di kawasan ini dahulunya memiliki beberapa saudagar kaya, salah satunya adalah H. Muhammad Said Nafis.

Rumahnya di Sungai Jingah berada dekat Kubah Surgi Mufti, tepatnya di arah sisi barat kubah tersebut. Namun sayangnya, salah satu rumahnya yang berarsitektur Eropa sudah dirobohkan oleh ahli warisnya.

Selebihnya adalah rumah-rumah para kadi dan rakyat biasa. Namun, arsitektur rumah Banjar yang dominan adalah rumah Banjar Baanjung Dua. Terdapat juga rumah Banjar Bubungan Tinggi, dan beerapa lagi jenis rumah banjar lainnya.

Ada sekitar 100 unit rumah banjar di sepanjang kampung tersebut. Kondisinya sebagian besar masih asli. Ada beberapa yang hancur dan tak dihuni.

Kecuali Makam Surgi Mufti yang sudah menjadi cagar budaya sejak Tahun 2011, keberadaan rumah-rumah Banjar di Kampung Sungai Jingah ini tampaknya belum dikelola secara serius oleh Pemerintah Kota Banjarmasin, sebagai pemilik wilayah dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

Kampung Rumah Banjar Sungai Jingah ini sebagai Kota Tua, Kota Pusaka, atau Desa Wisata, maka Banjarmasin dan Kalimantan Selatan akan memiliki sebuah destinasi wisata yang khas karena bukan hanya keberadaan rumah adat asli tetapi juga sungai yang mendampinginya yang tidak ada di kota mana pun.

Rumah-rumah itu pun bisa difungsikan dan penghuninnya diberdayakan dengan usaha ekonomi kreatif, memfungsikan beberapa rumah menjadi rumah makan khas Banjar lesehan, tempat penjualan suvenir khas Banjar, studi foto pakaian adat, museum budaya Banjar, dan penginapan dengan suasana tempo dulu, yang semuanya dikelola oleh pemilik rumah bekerja sama dengan pihak ketiga.

Sementara sepanjang jalannya dipasang lampu lampu hias dan beberapa ornamen Banjar. Tentu akan lebih hidup jika bangunan ditepi sungai dibebaskan dahulu lahannya sehingga perahu kecil (jukung) dan klotok bisa menambat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang para wisatawan.

Berdasarkan catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat sedikitnya ada 101 unit rumah yang sempat didata oleh Komunitas Pecinta Rumah Adat Banjar pada Oktober 2016.

Rumah-rumah adat ini tersebar di lima kecamatan se- Kota Banjarmasin. Namun rumah adat Banjar di Sungai Jingah paling tepat sebagai objek wisata, karena mayoritas masih utuh dan terkumpul di satu lokasi.

Salah satunya, rumah yang ditempati oleh M Rasyid. Rumah Banjar berjenis Bangun Gudang, yang didirikan sejak tahun 1925. Rumah bercat warna krem dan sedikit perpaduan cat warna hijau itu, masih berdiri kokoh. Menurut penuturan M Rasyid, rumah tersebut milik kakeknya, H A Ganikamar.

"Kakek punya anak 14 orang. Dulu semua tinggal di rumah ini. Sekarang sudah tidak lagi. Hanya saya, istri, anak dan ibu yang menempati," ujarnya.

Dari penuturan M Rasyid, yang didapatkan dari cerita sang kakek, dahulu kawasan Kampung Sungai Jingah merupakan tempat berkumpulnya armada kapal besar yang melakukan aktivitas perdagangan antarpulau.

Sementara komoditas utama yang diperdagangkan adalah tembakau. Selain itu, rumah-rumah besar khas Banjar sangat banyak terlihat dan berdiri masih kokoh.

"Yang saya tahu, kini hanya beberapa saja yang masih ditinggali atau layak huni. Sementara sebagian lainnya dibiarkan terbengkalai begitu saja," ungkapnya.

Rasyid tak menampik, beberapa kali pihak dinas terkait datang untuk mendata rumah-rumah khas Banjar yang ada di kawasan tersebut. Namun menurutnya, sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya, terkait hasil data tersebut hendak diapakan.

"Bahkan dahulu pernah ada yang mengaku datang dari pusat mendata rumah-rumah khas Banjar, termasuk rumah yang saya tinggali ini. Bilangnya mau dibikin situs cagar budaya," katanya.

Salah seorang penduduk lainnya, Abdullah, menambahkan bahwa ia berharap ke depan ada perhatian lebih dari Pemerintah. Tak hanya sekadar mendata, kemudian pergi begitu saja.

"Ya kalau mau didata silakan, tapi kalau bisa dibantu juga rumah-rumah yang terbengkalai. Sayang kalau rumah-rumah khas yang banyak itu hancur begitu saja," ucapnya.

Melihat keistemewaan kampung tua ini wajar jika Gubernur Kalsel menjadikan lokasi tersebut sebagai kampung budaya dan "Kampung Banjar", sebagai pelestarian budaya sekaligus destinasi wisata untuk meraih devisa dan menyejahterakan masyarakat.*


Baca juga: Pasar Terapung, budaya Kesultanan Banjar

Baca juga: Festival sungai perkuat destinasi Banjarmasin


 

Pewarta: Imam Hanafi dan Hasan Zainuddin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018