Sampai dengan Minggu malam, 9 Desember 2018, telah dipastikan bahwa sedikitnya 18 orang yang meninggal yang terdiri atas satu prajurit TNI-AD dan 17 warga sipil yang diperkirakan merupakan karyawan PT Istaka Karya (Persero).

Para korban meninggal sebagai akibat tindakan brutal kelompok yang disebut kelompok kriminal sipil bersenjata atau KKSB di Kabupaten Nduga, Papua..

Peristiwa pnyerangan itu dilakukan pada tanggal 1 Desember yang oleh segelintir orang di Papua disebut sebagai hari ulang tahun organisasi papua merdeka alias OPM. Karena itu, organisasi sayap militer yang dipimpin Kogoya menyerang para pekerja BUMN Istaka Karya yang sedang membangun jalan dan jembatan yang diberi nama Trans Papua.

Jika, jalan ini sudah terwujud maka rakyat Indonesia terutama di Papua bisa memiliki jalan sepanjang 4000 kilometer yang dengan mudah akan menghubungkan berbagai kota dan kabupaten hingga distrik atau kecamatan karena hingga saat ini sangat terbatas atau minimnya sarana transportasi mengakibatkan harga kebutuhan sehari-hari mulai dari sayur-mayur, beras hingga aspal menjadi sangat mahal.

Peristiwa pembunuhan ini mengundang reaksi keras dari Presiden Joko Widodo, dan Wakil Presiden Mohammad Jusuf Kalla. Joko Widodo segera setelah terjadinya musibah ini langsung memerintahkan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk menggelar operasi penyelamatan terhadap para pekerja Istaka Karya serta orang- orang lain yang juga menjadi korban.

Marsekal Hadi sudah mendatangi Kabupaten Nduga dan memimpin operasi militer dengan didampingi Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal TNI Joshua Sembiring bersama pimpinan Kepolisian Republik Indonesia.

Karena itu terus dilakukan pencarian terhadap keseluruhan 31 orang yang diduga diculik KKSB pimpinan Kogoya.

Kejadian ini bukan pertama kalinya ulah kekerasan yang dilakukan para pengacau ini karena mereka sudah sangat sering meneror itu, termasuk ketika beberapa bulan lalu menculik dan kemudian memperkosa seorang guru.




Haruskah dibiarkan?

Provinsi Papua yang dahulu disebut Irian telah dengan susah payah dipertahankan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk melalui Penentuan Pendapat Rakyat atau istilah kerennya Act of Free Choice pada tahun 1963 yang diawasi langsung oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa alias PNN.

Indonesia pasti pernah merasa kehilangan dengan lepasnya provinsi ke-27 Timor Timur yang akhirnya menjadi negara Timor Leste.

Karena itu, pasti rakyat dan pemerintah Indonesia tentu tidak akan rela melepaskan Provinsi Papua dan juga Papua Barat.

Pemerintah Pusat alias Jakarta sangat menyadari bahwa pembangunan di Papua telah tertinggal jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Tanah Air. Papua dan Papua Barat adalah saudara bagi 32 provinsi lainnya.

Karena itu, pemerintah meluncurkan program Otonomi Khusus bagi kedua provinsi ini terutama dengan membangun berbagai prasarana dan sarana mulai dari jalan dan jembatan, penyediaan sarana trasnportasi seperti kapal laut dan pesata udara hingga mobil atau angkutan darat.

Akan tetapi tak bisa diingkari bahwa masih ada pejabat atau pegawai negeri sipil yang melanggar aturan hukum bahkan melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan ada seorang bupati yang telah berbulan- bulan tidak berada di kantornya alias kabur dan diduga keras berada di Jakarta.

Karena itu tak terlalu mengherankan jika masih saja warga Papua yang melontarkan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah setempat dan juga pusat. Akan tetapi, biar bagaimanapun juga tindak kekerasan apalagi dengan membunuh warga sipil tak bisa dibiarkan. KKSKB atau kelompok sipil bersenjata (KKB) harus diberantas atau dihabisi agar kehidupan rakyat menjadi tenang.



Takut asing?

Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika mengomentari aksi brutal pada 2 Desember itu sudah dengan tegas mengatakan TNI dan Polri harus melakukan operasi besar-besaran terhadap kelompok Kogoya ini.

Warga tidak tahu apakah selain Kogoya juga ada atau tidaknya kelompok atau kelompok-kelompok lain.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian pernah mengungkapkan kelompok separatis ini mempunyai pengikut sekitar 50 orang dengan kekuatan senjata antara 20 hingga 30 pucuk senjata. Kalaupun diperkirakan kekuatan fisik mereka 100 orang dengan kekuatan amunisi misalnya 100 senjata laras panjang, maka TNI yang dibantu Polri pasti dengan mudah akan bisa menumpas mereka karena kemampuan TNI-Polri jauh sekali di atas mereka.

Salah satu hambatan aparat keamanan, kelompok separatis ini pasti sangat menguasai medan terutama hutan belukar di Kabupaten Nduga atau daerah-daerah lainya.

Faktor lainnya yang mungkin sangat dikhawatirkan adalah kemungkinan adanya dukungan dari warga asing atau beberapa negara di sekitar Papua dan Papua Barat seperti di kawasan Pasifik.

Kalau memang ada kekhawatiran seperti itu maka pasti TNI dan Polri bisa meminta bantuan dan dukungan Kementerian Luar Negeri yang sedikit banyaknya mempunyai hubungan baik dengan negara-negara lainnya di Pasifik itu.

Jadi setelah meminta dukungan Kemlu, maka apa yang harus dilakukan TNI, Polri hingga Kementerian Pertahanan?

Tentu, aparat keamanan dan pertahanan pasti sudah mengetahui data dan fakta tentang seberapa besar kekuatan KKSB atau KKB. Jadi, TNI dan Polri pasti sudah menyusun rencana operasi militer untuk melumpuhkan atau malahan menghancurkan kelompok- kelompok separatis disana. Kalau istilah di TNI, sudah dilakukan "kirka" atau perkiraan keadaan".

Panglima TNI yang didukung Kodam Cenderawasih pasti sudah menyiapkan operasi militer untuk menghabisi Kogoya dan atau kelompok- kelompok sejenis lainnya.

Akan tetapi ada satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa TNI-Polri dengan dukungan pemerintahan sipil setempat harus melancarkan operasi teritorial terhadap warga setempat terutama supaya kehidupan sehari-hari mereka menjadi membaik atau bahkan semakin baik.

Jika, TNI dan Polri akan segera melancarkan operasi militer terhadap kelompok separatis Kogoya maka pendapat anggota DPRD Kabupaten Nduga Ikabus Gwijangge perlu diperhatikan yakni kegiatan militer jangan sampai menimbulkan korban di kalangan warga sipil yang tidak tahu apa-apa tentang kegiatan separatis itu.

Kalau TNi bersama-sama Polri sudah berhasil menemukan semua korban tindak kekerasan Kogoya, kemudian melancarkan operasi untuk "menghabisi" KKB ataupun KKSB maka lakukanlah kegiatan itu secara maksimal tanpa menimbulkan korban diantara penduduk sipil.

TNI dan jajaran Polri harus terus mencari dukungan dari warga sipil dan juga dunia internasional agar program pembangunan di Papua dan Papua Barat berlangsung aman dan lancar tanpa adanya gangguan dari bidang keamanan.*



Baca juga: Wagub Papua desak proses hukum penembakan di Papua

Baca juga: KKSB, penjahat kambuhan atau pemberontak?

Baca juga: Anggota Brimob tertembak saat kontak senjata dengan KKSB


 

Pewarta: Arnaz F. Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018