Faktor kepraktisan tampaknya menjadi salah satu akar masalah semakin banyaknya sampah plastik di masyarakat.

Tak bisa dimungkiri bahwa sampai saat ini belum ada barang pengganti yang lebih praktis dan murah selain kantong plastik. Inilah kenyataan saat ini.

Untuk membalikkan ke cara dan pola lama, yakni penggunaan tas atau anyaman seperti dahulu bisa dikatakan tidak mudah. Generasi saat ini dihadapkan pada gaya hidup yang maunya serba praktis. Habis pakai buang!

Pada situasi seperti itulah penyelesaian masalah sampah plastik. Akibatnya, sampah plastik semakin banyak karena ketergantungan kebutuhan masyarakat.

Selain karena kepraktisan yang menyebabkan ketergantungan yang tinggi, umumnya sampah plastik ini memiliki karakteristik tersendiri, yaitu tidak mudah musnah atau terurai walaupun sudah dipendam di dalam tanah hingga puluhan tahun.

Pemusnahan dengan cara dibakar justru menimbulkan persoalan baru, yakni asap yang menimbulkan polusi udara.

Belum lagi soal bau dari asap bakaran sampah plastik yang membahayakan jika dihirup dalam jumlah banyak dan terus-menerus.

Dua karaktetistik, tidak mudah terurai dan pemusnahan dengan cara dibakar yang menimbulkan polusi udara inilah, yang membuat pusing penyelesaian sampah plastik.

Persoalan ini menunjukkan kandungan kimiawi yang sangat kental pada bahan untuk memproduksi plastik.

Yang perlu dilakukan adalah mencari terobosan yang tidak sekadar mengumpulkan lalu membuangnya ke lokasi pembuangan akhir. Penyelesaian ini adalah cara konvensional yang selama ini dilakukan.

Langkah dari sisi hulu selayaknya juga dilakukan, yakni mendorong produsen memproduksi plastik ramah lingkungan dan mudah terurai.

Produsen harus dilibatkan dalam penyelesaian persoalan sampah plastik. Di samping harus memproduksi sampah yang ramah lingkungan, produsen perlu diminta keterlibatan dalam mengatasi barang bekas produksinya.

Hal ini karena kandungan kimia dari plastik hasil produksinya yang sulit diurai oleh tanah dan menimbulkan pencemaran udara bila dibakar. Kalau tidak mau dilibatkan maka solusinya hanta memproduksi plastik yang ramah lingkungan.

Sebenarnya, hal itu (meminta produsen memproduksi sampah ramah lingkungan, red.) sudah lama didorong pemerintah, tetapi sampai saat ini sampah yang beredar umumnya masih diproduksi dari bahan yang sulit terurai dan tidak ramah lingkungan.

Akibatnya, terjadi kesulitan mengatasi sampah plastik dan cara yang banyak dilakukan adalah membuangnya ke lokasi pembuangan sampah.

Di sinilah perlunya peran pemerintah menyelesaikan persoalan sampah plastik dengan melibatkan produsen. Bahkan, perlu reward and punishman agar persoalan sampah plastik tidak sekadar membuang di tempat pembuangan akhir.
Sejumlah peserta mengikuti pelatihan daur ulang sampah di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Cibinong, Jawa Barat, Senin (19/11/2018). Pelatihan dengan memanfaatkan paralon bekas menjadi berbagai bentuk hiasan dekorasi tersebut bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat untuk mengubah sampah menjadi barang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.

Prakarsa
Daur ulang sampah plastik menjadi barang bernilai ekonomi sebenarnya menarik bagi warga. Prakarsa warga mendaur ulang sampah menjadi barang bernilai ekonomi sudah cukup banyak bermunculan.

Tantangannya adalah memperbanyak jumlah warga yang bisa mengolah sampah menjadi barang bernilai ekonomi melalui daur ulang dengan pelatihan-pelatihan.

Yang tidak kalah pentingnya adalah bantuan peralatan dan pemasaran produk daur ulangnya.

Pemasaran adalah muara dari seluruh tahap daur ulang. Kemampuan memproduksi barang hasil daur ulang tidak ada artinya jika tidak mendapatkan pasar.

Beberapa tahun lalu muncul berita mengenai kemampuan warga mengolah dan mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) sejenis bensin.

Kabar ini tentu sangat menggembirakan karena munculnya harapan akan cara penyelesaian persoalan sampah plastik yang berbeda dengan selama ini.

Akan tetapi, terobosan itu tidak ada lagi kabarnya. Mungkin ada kendala untuk mengembangkan lebih lanjut. Padahal dari sisi bahan baku, betapa sampah plastik sangat melimpah.

Mungkin saja ada kalkulasi yang tidak menguntungkan sehingga kurang masif berkembang. Kalau menguntungkan secara ekonomi tentu semakin banyak warga mengembangkannya.

Kalau secara bisnis menguntungkan, tentu sudah banyak perusahaan yang menggarap peluang ini. Tetapi, kenyataannya sampai sekarang belum ada kabar perusahaan yang berminat menanamkan investasi pada usaha daur ulang plastik menjadi BBM.
PENGELOLAAN SAMPAH PLASTIK Pekerja memilah sampah plastik yang dapat didaur ulang di tempat penampungan, Desa Gampong Jawa, Banda Aceh, Aceh, Selasa (6/11/2018). Menurut data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun dan menjadi negara nomor dua penyumbang sampah plastik dunia sehingga pemerintah menetapkan target pengurangan sampah plastik hingga 30 persen dan pengelolaan sebesar 70 persen pada 2025 mendatang. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/aww. (ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA)

Ada Apa?
Lantas ada apa kok di kalangan warga maupun perusahaan peluang bisnis ini tidak menjadi perhatian? Bukankah dari sisi bahan baku sangat melimpah dan pemasaran produknya berupa BBM juga terbuka luas?

Pertanyaan itulah yang perlu dicari jawabannya. Jawaban apapun selayaknya menjadi dasar bagi adanya kebijakan untuk memacu daur ulang sampah plastik menjadi bahan bakar.

Kalau ini bisa berkembang maka bisa dikatakan sangat besar pengaruhnya bagi penyelesaian masalah sampah. Tentu saja memperkuat ketersediaan BBM.

Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang disiarkan ANTARA news pada 15 Desember 2018 menyebutkan jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton setiap tahun.

Jumlah itu bertambah ketika musim liburan, termasuk akhir tahun dan tahun baru seperti saat ini.

Terlepas dari banyak atau sedikit BBM yang bisa dihasilkan, tetapi kalau daur ulang ini bisa berkembang akan sangat besar pengaruhnya, yakni menyelesaikan persoalan sampah plastik sekaligus menambah ketersediaan BBM bagi masyarakat.

Belum lagi kalau menyangkut potensi perputaran ekonomi dan kesejahteraan warga yang mampu mengolahnya. Upaya mengatasi kendala pada langkah ini bisa dikoordinasikan oleh pemerintah bersama perusahaan yang memproduksi bahan bakar.

Misalnya, berupa bantuan pelatihan, kredit usaha, dan sarana produksi, sedangkan kalau pemasaran diyakini tidak masalah karena semakin banyak orang punya kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor, tentu membutuhkan bahan bakar.

Dengan melihat potensi dan peluang itu tergambar bahwa sebenarnya terbuka luas terobosan yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah sampah plastik.

Terbuka kesempatan untuk penyelesaian masalah sampah yang hasilnya bernilai ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan warga.

Namun, hal itu memerlukan komitmen dan konsitensi berlandaskan kesadaran banyak pihak akan tanggung jawab dalam mengatasi persoalan ini.*
Baca juga: Ikhtiar mengurangi sampah plastik
Baca juga: Berlomba mengurangi sampah plastik


 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018