Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah lima orang ke luar negeri dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya (Persero) Tbk.

KPK pada Senin (17/12) telah mengumumkan dua tersangka dalam kasus tersebut, yakni mantan Kepala Divisi ll PT Waskita Karya Fathor Rachman (FR) dan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi Il PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar (YAS).

"Dalam proses penyidikan dengan tersangka FR, KPK telah mengirimkan surat pelarangan bepergian ke luar negeri untuk lima orang selama 6 bulan ke depan terhitung tanggal 6 November 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.

Lima orang itu Fathor Rachman, Yuly Ariandi Siregar, mantan Kepala Bagian Pengendalian Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk/Dirut PT Waskita Beton Precast Jarot Subana, mantan Kepala Bagian Pengendalian Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk Fakih Usman, dan mantan Direktur pada Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Pitoyo Subandrio.

Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk. 

"Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini," ucap Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/12). 

Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. 

Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, kata Agus, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut. 

"Namun, selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar.

Dari perhitungan sementara dengan berkoordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar. 

"Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut," kata Agus.

Diduga empat perusahaan subkontraktor tersebut mendapat "pekerjaan fiktif" dari sebagian proyek-proyek pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai. Total terdapat 14 proyek terkait "pekerjaan fiktif" tersebut. 

Ke-14 proyek itu antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat; proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta; proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara; proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat; proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta; proyek PLTA Genyem, Papua; dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat. 

Selanjutnya, proyek fly over Tubagus Angke, Jakarta,;proyek fly over Merak-Balaraja, Banten; proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta; proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta; proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali; proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali; proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Atas perbuatannya, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018