Saat ini  terdapat teknologi pembangkit listrik tenaga uap yang dapat mengurangi dampak emisi CO2 yang cukup signifikan dan hemat bahan bakar, yaitu teknologi superkritikal atau ultra-superkritikal
Jakarta,  (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai batu bara masih memiliki peranan yang besar untuk menjadi andalan pemenuhan energi. 

Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia juga dapat berkontribusi terhadap perekonomian, berasal dari total penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Potensi batu bara kita masih relatif besar. Tentunya kita harapkan ini dapat didukung dengan kebijakan dan regulasi yang tepat agar pengembangan dan pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi bisa berkembang di masa depan,” ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi Mineral, Batubara dan Listrik, Boy Garibaldi Thohir di Jakarta, Selasa. 

Batu bara Indonesia dikenal sebagai batu bara thermal paling ramah lingkungan di dunia, dengan penggunaan teknologi baru yang diterapkan pada proyek pembangkit listrik diharapkan dapat meminimalkan dampak lingkungan. 

Saat ini  terdapat teknologi pembangkit listrik tenaga uap yang dapat mengurangi dampak emisi CO2 yang cukup signifikan dan hemat bahan bakar, yaitu teknologi superkritikal atau ultra-superkritikal.
 
Batu bara, kata Boy, masih menjadi sumber energi utama kelistrikan nasional jika dibandingkan dengan sumber listrik lainnya seperti gas alam dan panas bumi. Adanya kepastian program penyediaan listrik dan program 35 GW akan mendorong terciptanya efek berganda yang positif bagi pertumbuhan ekonomi hingga ke daerah-daerah. 

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), per 13 September 2018, PNBP minerba mencapai Rp33,55 triliun. Jumlah tersebut telah melampaui target PNBP tahun ini yang dipatok sebesar Rp32,09 triliun atau sudah terealisasi 104,5 persen.  Proporsi PNBP tersebut 70 persen berasal dari batu bara, sedangkan 30 persennya disumbang dari sektor mineral.
 
Di sisi lain, Indonesia juga memiliki posisi geografis strategis untuk pasar negara-negara berkembang seperti China dan India. Berdasarkan data IEA, permintaan batu bara global akan stagnan hingga 2022 dan kondisi tersebut juga mempengaruhi permintaan batubara di China yang menurun secara perlahan. 
 
Pada tahun 2017, rebound ekonomi dan output hidro yang rendah telah mendorong pertumbuhan permintaan batu bara di China setelah tiga tahun menurun. Meskipun dorongan energi terbarukan dan harga gas yang lebih rendah, permintaan daya tambahan sebagian dipenuhi oleh batubara.
 
Seperti diketahui, sekitar 66 persen dari pembangkit listrik di tanah air hingga saat ini adalah pembangkit listrik berbasis batu bara (PLTU). Pasokan batu bara untuk kebutuhan PLTU dalam negeri diperkirakan akan meningkat sgnifikan dalam kurun waktu lima tahun kedepan. Realisasi di tahun 2015 sekitar 70,8 juta ton dan di tahun 2020 diperkirakan sekitar 177,5 juta ton.
Baca juga: KPK temukan indikasi kebocoran pajak batu bara
Baca juga: Napak tilas kejayaan tambang batu bara Sawahlunto

 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018