Pabrik Blast Furnace tersebut mampu menghasilkan 1,2 juta ton hot metal per tahun.
Cilegon (ANTARA News) - Fasilitas pengolahan bijih besi berupa Blast Furnace milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mulai dioperasikan sebagai penanda bahwa pabrik yang pembangunannya dimulai sejak 2013 ini sudah mulai proses berproduksi.

“Ini merupakan suatu awal dari rangkaian usaha perusahaan untuk meningkatkan daya saing di sektor hulu, dimana Fasilitas Blast Furnace merupakan teknologi berbasis batu bara,” kata Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim di Cilegon, Kamis.

Silmy menyampaikan, penggunaan batu bara ini juga akan meningkatkan fleksibilitas penggunaan energi serta mengurangi ketergantungan terhadap gas alam yang yang diproyeksikan akan terus mengalami kenaikan harga dan keterbatasan.

Menurutnya, dengan beroperasinya pabrik Blast Furnace milik KS ini juga akan menambah fasilitas iron making atau pengolahan di tahap hulu.

Pabrik Blast Furnace berdiri di atas area Blast Furnace Complex PTKS seluas 55 hektare dan merupakan proyek yang dilakukan oleh Konsorsium kontraktor yang terdiri dari MCC CERI dari China dan PT Krakatau Engineering (PTKE).

Dalam Blast Furnace Complex, juga terdapat Sinter Plant yang memiliki kapasitas 1,7 juta ton per tahun, Hot Metal Treatment Plant dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun, Coke Oven Plant dengan kapasitas 555 ribu ton per tahun. 

Sebagai penunjang, di area tersebut juga terdapat Raw Material Handling (Stockyard) yang mampu menampung 400 ribu ton per tahun.

Lebih lanjut Silmy mengatakan, pabrik Blast Furnace tersebut mampu menghasilkan 1,2 juta ton hot metal per tahun.

“Penggunaan hot metal akan mengurangi biaya produksi di steel making, utamanya dengan menurunkan konsumsi listrik di proses steel making (EAF) karena bahan baku hot metal dimasukkan dalam bentuk cair pada temperatur tinggi kurang lebih 1.200 derajat celcius,” ujar Silmy.

Selain itu, tambahnya, adanya hot metal dalam proses peleburan dapat menurunkan konsumsi elektroda.

Pembangunan Blast Furnace juga akan membuat keseimbangan kapasitas hulu (iron & steel making) dengan hilir (rolling mill)  sehingga mengurangi ketergantungan pada slab impor.

Selain Silmy, penyulutan api pertama dilakukan oleh Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno, Komisaris  Krakatau Steel Nana Rohana, dan Vice President MCC CERI Xue Qing Bin.

Selain itu, Sekretaris Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Dody Rahardi, dan Vice President Corporate 5 Group Bank Mandiri M Andi Syafrizal Indrawan.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018