Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, persoalan etnis Uighur di Xinjiang adalah persoalan yang sangat kompleks sehingga tidak bisa hanya dilihat satu segi.

"Persoalan ini sudah dimulai sejak Tiongkok masih dalam masa kedinastian," kata Yaqut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat. 

Menurut dia Ansor mengutuk jika benar ada represi terhadap warga muslim etnis Uighur yang melanggar hak asasi manusia (HAM).

Namun, lanjut dia, tindakan Tiongkok dalam menanggulangi persoalan separatisme, ekstremisme, dan terorisme tidak boleh diabaikan.

"Separatisme ini tentu saja ditangani Pemerintah Tiongkok dengan cara dan langkah mereka yang harus dihormati oleh semua pihak karena menyangkut kedaulatan sebuah negara bangsa," ujarnya. 

Ia menyamakan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menangani gerakan separatisme dan terorisme sehingga tidak ada hak bagi entitas negara mana pun untuk ikut campur urusan dalam negeri negara berdaulat yang lain. 

Ia tidak setuju dengan pelabelan Tiongkok anti-Islam terkait persoalan Uighur. Penyikapan seperti itu dinilainya prematur, reaktif, tergesa-gesa, serta mengesampingkan fakta sejarah.

Menurut Yaqut, fakta terkait Xinjiang juga dibelokkan sedemikian rupa sehingga menjadi senjata dari kekuatan politik tertentu untuk menyerang kekuatan politik lainnya. Fakta yang dihimpun GP Ansor sangat jauh berbeda dengan sebaran isu di Indonesia. 

Ia mengatakan berita yang tersebar bahwa Pemerintah Tiongkok anti-Islam adalah pesan yang dibawa kepentingan tertentu, menunggang pada kekuatan politik tertentu, dengan tujuan membawa segala macam krisis tersebut ke Indonesia.

"Untuk itu, GP Ansor mengajak pada semua pihak untuk menyikapi persoalan Xianjiang ini dengan bijak, dan tidak memanfaatkan kejadian ini untuk tujuan-tujuan yang bisa memperkeruh suasana bangsa kita sendiri," ujar Yaqut.

Baca juga: Pelajar Indonesia di China tak terpengaruh isu Uighur

Baca juga: Menanti diplomasi kemanusiaan Indonesia untuk muslim Uighur


 

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2018