Dari pantauan citra satelit terjadi deformasi Gunung Anak Krakatau yang menunjukkan luas 64 hektare, terutama pada lereng barat daya
Jakarta,  (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) disebabkan longsoran dari reruntuhan lereng Gunung Anak Krakatau.

"Dari pantauan citra satelit terjadi deformasi Gunung Anak Krakatau yang menunjukkan luas 64 hektare, terutama pada lereng barat daya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Deformasi atau perubahan bentuk pada permukaan tubuh Gunung Anak Krakatau, kata dia, yaitu runtuhan tersebut disebabkan pengaruh getaran atau tremor tadi aktivitas vulkanik.

Kondisi tersebut juga diperparah dengan cuaca ekstrem yang terjadi berupa gelombang tinggi dan curah hujan yang tinggi yang sudah dikeluarkan peringatan dini oleh BMKG sehari sebelumnya.

"Fenomena ini diperkuat dengan analisis model empat tide gauge yang memperlihatkan bahwa sumber energi tsunami itu berasal dari Selatan Gunung Anak Krakatau," ujar Dwikorita.

Tsunami menerjang Banten dan Lampung pada Sabtu (22/12) malam tanpa didahului gempa bumi sehingga diduga terjadi akibat aktivitas vulkanik dari Gunung Anak Krakatau.

Data sementara yang berhasil dihimpun Posko BNPB hingga Senin (24/12) pukul 07.00 WIB, tercatat 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang dan 11.687 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko rusak, dan 420 perahu-kapal rusak. ***4***

Baca juga: Seluruh rumah sakit Banten siaga tangani korban tsunami

Baca juga: Warga terdampak tsunami di Lampung mulai tinggalkan pengungsian

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018